Kang Ara memeriksa keadaan Yeona dengan telaten. Dia tidak menyangka bisa bertemu Han Yeona dalam keadaan seperti ini.
Yeona tidak berdaya terbaring di atas kasur rumah sakit setelah mengalami kecelakaan. Beruntung dia bertemu dengan Ara, sehingga bisa mendapatkan kamar inap gratis.
Setelah memeriksa keadaan Yeona yang pingsan, dokter Ara keluar dari ruang inap bersama dua suster.
Nara dan keluarganya langsung menyergapnya begitu saja.
"Dokter, apa yang terjadi pada Yeona?" Nara mencengkeram lengan dokter muda seperti beruang madu mencengkeram sarang lebah untuk mengeluarkan madu dari dalam sarang.
Dokter cantik berbadan mungil mendadak gagap ketika meladeni Nara. Dia tidak mengenal siapa gadis besar di hadapannya. "Tolong … tolong … ampun."
"Aigo, Nara, lepas! Kamu membuat dokter takut!" Nyonya Roti melepas cengkraman anaknya di lengan Ara. Tidak kalah cemas raut wajahnya dari raut wajah Nara, tapi lebih dapat mengontrol emosi ketika berbicara, "Maaf, Dok. Dia hanya ingin tahu keadaan Yeona dan Yui."
"Yeona sedang beristirahat. Sementara Yui … ahm, mari duduk dulu." Ara mempersilahkan mereka bertiga duduk di bangku panjang seberang ruang inap. "Kalian siapa?"
Nyonya Roti menjelaskan siapa mereka kepada dokter lalu dokter memperkenalkan diri sebagai Kang Ara. Dokter mewawancarai mereka tentang kehidupan Yeona.
Kali ini keluarga Roti bertukar pandang heran, bermain kode lirikan. Mereka enggan menceritakan kehidupan Yeona pada orang asing.
Ara dapat membaca reaksi mereka dari raut wajah mereka yang polos. Dia mencoba memperkenalkan diri kepada mereka.
"Maaf, kalian tidak perlu takut. Saya dulu hidup bersama Yeona di desa. Kang Deokman, ibu kandung Yeona, merawatku, menyekolahkanku, hingga aku menjadi dokter. Aku keluarga terakhir yang Yeona miliki."
Setelah diyakinkan, barulah Nara dan keluarganya mau buka mulut. Mereka menceritakan apa yang mereka ketahui. Mulai dari masalah Yeona hamil hingga keluarga Han yang mengusirnya, juga pengkhianatan So Sujun serta permintaan Sujun untuk bertemu Yeona.
"So Sujun?" Ara tidak percaya pemuda kalem seperti dia bisa menjadi manusia brengsek. "So Sujun yang badannya kurus, tampan, berambut lembut?"
Nara mengangguk. "Iya, pacarnya Yeona. Dokter, jadi bagaimana keadaan Yeona? Mana Yui?"
"Yeona baik - baik saja, tapi masih pingsan. Kepalanya terbentur cukup keras. Butuh istirahat total selama beberapa minggu baru dia pulih kembali. Maaf, kalian tidak bisa membesuknya beberapa hari kedepan."
Keluarga roti mengangguk paham. Mereka menyerahkan dua bungkus besar roti untuk Yeona kepada Ara.
Ara menilai mereka keluarga polos yang baik hati. Beruntung Yeona bertemu mereka, tapi kenapa Yeona tidak mengabari Ara akan semua masalah yang menimpanya?
Apa dia pikir Ara sibuk magang dan tidak ingin mengganggu?
Setelah keluarga roti pergi, Ara masuk ke ruang inap menaruh dua plastik besar berisi roti ke meja kecil di sebelah dipan pasien.
Suara pengukur detak jantung menggema dalam ruang inap beraroma obat-obatan. Bersih dan nyaman ruangan berdinding putih itu.
Selang infus tertanam pada pergelangan tangan Yeona. Perban putih melingkari kening. Noda kuning bundar pekat pada bagian tengah perban seperti noda tumpahan teh. Sungguh memprihatinkan keadaan Yeona.
Ara duduk di kursi lipat sebelah dipan Yeona. Air mata menggelinding membasahi pipinya. "Kenapa Yeona, kenapa? Seharusnya kamu menghubungiku."
Pintu dibuka dari luar. Dua suster masuk membawa perban dan air bersih.
"Dokter Ara, saatnya pasien ganti perban."
Ara mengangguk kecil, membiarkan suster menjalankan tugas mereka. Dia keluar ruang mengecek jam tangan.
[Dokter Ara ditunggu di ruang 69] Panggilan menggema dari speaker pengumuman. Dia hendak pergi, tapi langkahnya tersita oleh dua sosok yang baru datang.
So Sujun datang bersama Hye Rin. Mereka berlari kecil menuju kamar inap Yeona.
Sontak raut wajah Ara berubah judes. Mungkin jika Nara belum menceritakan apa yang terjadi, dia tidak akan begini, tetapi sekarang … sekarang di matanya Sujun hanya pria brengsek.
"Ara? Ara, bagaimana keadaan Yeona?" tanya Sujun.
"Peduli apa kau kepadanya?"
"Kenapa kau begitu dingin. Kita sudah lama tidak bertemu, kan?"
"Aku tanya, kau jawab." Ara tidak peduli pada wajah lembut Sujun atau kebingungan di wajah wanita di samping Dujun. "Siapa wanita itu?"
Hye Rin cemberut seperti anak berusia sepuluh tahun ketika minta dibelikan mainan. Tetapi dia kembali tersenyum ramah pada Ara. "Saya Han Hye Rin, adik tiri Yeona, salam kenal." Dia bahkan membungkuk memberi salam untuk Ara.
Ara menyeringai sinis. "Jadi ini Jalang yang mengacau kehidupan Yeona?"
"Ara, jaga ucapanmu. Dia tunanganku."
"Berapa tahun kita saling kenal? Lima belas tahun? Dan kamu membela sampah seperti dia."
Hye Rin mengepal tangan, tapi sadar jika dia melawan Ara, Sujun akan marah. Dia akan kehilangan support dari lelaki itu. Sebagai lulusan kampus drama, Hye Rin memakai keahliannya bermain drama. Dia memasang wajah sendu.
"Maaf, aku tidak tahu apa hubungan kalian, tapi tolong jangan menghinaku. Aku tidak–"
"Diam kau, sampah!"
"Ara, jangan paksa aku untuk marah!" Sujun meninggikan suara. Baru kali ini Ara mendengar suara lantangnya.
"Seharusnya Yeona membiarkanmu mati lima belas tahun yang lalu," sahut Ara.
"Ara, aku–"
"Lebih baik kalian enyah dari sini. Pasien sedang istirahat." Ara bangkit pergi berbelok ke lorong panjang, tapi Sujun mengejarnya.
Sujun berhasil membalik badan Ara untuk menghadapnya. "Katakan, bagaimana keadaan Yeona dan Yui."
"Setelah membuang Yeona kau masih sok perhatian? Hebat! Pergilah, aku muak melihat wajahmu, lelaki lemah."
"Aku serius ingin tahu keadaan mereka. Dengar, tiada asap tanpa api. Aku tidak bermaksud membuang Yeona. Dia yang membuangku setelah pesta tahun baru."
Ara penasaran dengan cerita ini. Dia memberi kesempatan Sujun dua puluh menit untuk bercerita.
"Kami janjian di danau Ilsan untuk bertemu di malam tahun baru. Aku terlambat datang dan melihat dua pria mabuk bersama Yeona. Yeona pun mabuk. Aku bisa apa?"
"Membawanya pergi."
"Aku berusaha, tapi mereka berdua sementara aku sendiri. Selain itu banyak teman - teman mereka dan aku harus melindungi Hye Rin."
"Tunggu tunggu. Hye Rin? Jalang itu ikut?"
Sujun mengangguk. "Dia memaksaku mengajaknya. Kasihan dia. Itu juga alasanku datang terlambat."
Ara memotong ucapan Sujun. "Apa yang kau lakukan ketika melihat pacarmu bersama lelaki lain?"
"Aku … aku … pergi."
"Pergi?" Ara terbahak. "Ya Tuhan."
"Aku pergi setelah berusaha menariknya pergi. Yeona mabuk. Dua temannya mengusirku. Di sana banyak teman-teman mereka, aku bisa babak belur."
"Pengecut!" Ara mendorong keras Sujun hingga dia bersandar tembok. "Kau cuma besar mulut, bilang mau menghajar orang yang mendekati Yeona. Ah, aku ingat. Kak Daegu yang kau bawa menakut-nakuti pria di sekitar Yeona. Ya, dari dulu kau selalu menjadi pengecut."
"Aku bukan pengecut."
"Lalu apa? Hmm? Jawab, lalu apa?"
Sujun terdiam. Ya, dia pengecut. Dia malu akan hal itu. Dia tertunduk penuh penyesalan. Andai malam itu dia berani. Andai malam itu dia tidak terlambat. "Mana Yui? Setidaknya biarkan aku merawatnya."
"Yui? Kau ingin bertemu dengan Yui bayi Yeona?"
Sujun mengangguk.
"Dia di akhirat. Kau mau menemuinya? kau bisa bunuh diri saja … itu pun kalau kau bisa masuk surga setelah perbuatanmu kepada Yeona," sahut Ara, menampar Sujun dengan kalimatnya yang berani.
****