Chereads / Balas Dendam Karena Cinta / Chapter 8 - 8. Secercah Harapan Hangat

Chapter 8 - 8. Secercah Harapan Hangat

Demi memuaskan agenda rahasianya kepada keluarga Han, Nenek Gao rela mengejar Ara demi secuil informasi. Dia bahkan memakai keahlian dramanya untuk itu.

Nenek memasang wajah imut menggemaskan yang mirip wajah kucing ketika sedang ingin diperhatikan. "Nak, temani ngobrol, yuk. Sebentar saja."

Lama kelamaan Ara gusar juga diikuti oleh Nenek menyebalkan. Dia menghela napas panjang. "Ada apa Nenek? Aku sibuk, mau bekerja. Tolong ganggu orang lain saja. Ah! Bagaimana kalau Ran Gi, dia tampan dan dia punya waktu luang banyak."

"Ran Gi kadang suka bicara ngelantur, aku tidak suka. Lagi pula nanti orang kira aku sedang berusaha mengambil berondong. Sama kamu saja, ya. Ayolah Dokter Cantik, temani aku mengobrol sebentar saja, ya, ya."

"Aku tidak ounya waktu untuk Nenek, dah sana, cari orang lain untuk Nenek ganggu!" Kasar memang, tapi Ara berencana nanti akan membawa buah - buahan segar untuk nenek sebagai tanda minta maaf, tapi dugaannya salah. Semua kesialannya baru saja dimulai.

Bukannya pergi, Nenek Gao malah menangi ls tersedu seperti di film - film. "Anak durhaka, sama orang tua sia-sia. Aku salah apa hingga kamu membuangku, Nak. Padahal waktu kecil aku menimangmu, kamu sakit aku ya temani, tapi lihat ... Sekarang kamu menjadi dokter malah sombong tidak mau menemani orang tua."

Akting nenek memancing beberapa pengunjung rumah sakit dan pasien berbisik- bisik sambil memandang jengah Ara. Pasti mereka mulai bergosip.

"Anak tidak tahu diri, sudah jadi dokter lupa sama ibunya."

"Durhaka … sumpahin kualat."

"Kasihan ibunya, menangis demi perhatian."

"Semoga dokter durhaka hidup sendiri selamanya tanpa cinta!"

Telinga Ara memanas mendengar komentar mereka dan dia memejam sambil memasnag wakah gusar. Dia berbalik badan menghadap nenek.

"Baik pasien president suit! Aku bukan anakmu, juga bukan keluarganu, tapi rela mendengar semua gosip, keluh kesahmu! Puas?" Sengaja Ara berteriak supaya orang - orang di sekitarnya mendengar dan berhenti menyumpahinya.

Nenek kembali memasang wajah imut mengangguk. "Puas, lah. Yuk duduk di sana." Dia membawa Ara duduk di bangku panjang lorong rumah sakit sambil tertawa khas tawa nenek penyihir.

Wajar Ara kalah. Nenek Gao artis terkenal yang memiliki namanpanggung Ratu Akting di era 1980-an.

"Mau bicara apa?" sahut Ara dengan ketus, bersedekap.

"Ah kau ini, sama orang tua jangan ketus. Anak cantik, apa yang terjadi dengan Yeona hingga mau bunuh diri?"

Mendadak Ara menjadi serius. Dia baru tahu kalau Yeona mau bunuh diri ketika mendengar cerita nenek, lalu Ara menceritakan apa yang dia ketahui mengenai masalah Yeona dengan keluarga Han, juga dengan Sujun hingga kehilangan anaknya.

Setelah mendengar cerita Ara, nenek mengangguk kecil. Dia menjadi iba juga kagum pada Yeona karena mampu bertahan setelah menerima cobaan besar.

Ara menepuk paha Nenek lumayan kencang samoai bunyi dan raut wajahnya sumringah dengan senyum besar. "Terima kasih karena nenek memberi pencerahan pada Yeona hingga dia kembali bersemangat."

"Oh iya dong, hebat kan?" Nenek menghela napas berat. "Apa Sujun berasal dari keluarga So?"

Ara mengangguk. "So Sujun, anak tunggal keluarga So Park Ja."

Wajah Nenek menjadi gelap dengan senyum misterius muncul secara tiba-tiba di bibirnya, dia semakin bernafsu untuk menjalankan agenda rahasianya. "Oh, begitu?"

*

Di tempat lain, Hye Rin dan Sujun duduk berhadapan. Di hadapan mereka makanan lezat tertata rapi, tapi bukannya menikmati makan siang, Sujun malah bermain handphone.

Hye Rin tidak nyaman, lantaran dia merasa diabaikan oleh calon suami. Dia berpikir, Apa sopan jika bertanya, sedang main apa?

Tiba - tiba tawa Sujun pecah, tawa ringan tapi begitu sumringah hingga gigi putihnya kelihatan. Sujun segera menghubungi seseorang

"Terima kasih, nanti saya akan ke sana setelah makan siang. Sekali lagi terima kasih." Dia menyudahi telepon, menaruh handphone ke dalam jas bagian dalan.

Hye Rin enggan menyendok Dongtae Jjigae miliknya. "Ada apa, Sayang, kenapa kamu begitu bahagia?"

"Oh, ini, tadi aku berhasil membooking penjual rumah."

"Aigo, Sayang, kamu mau beli rumah untuk siapa?" Walau Hye Rin tahu, pasti untuknya, tapi dia sengaja bertanya.

"Untuk Yeona."

Jawaban Sujun sontak membuat Hye Rin tersedak hingga batuk - batuk. Dia meneguk habis jus jeruknya. "Untuk Kak Yeona? Rumah di mana?"

"Di daerah elit Seoul. Katanya rumah mewah, besar, seharga sembilan sampai sebelas milyar Won saja."

Hye Rin mengepal tangan di bawah meja sambil tersenyum kecil. "Oh iya? Wah, bagus itu."

"Ya, selain itu aku juga rencananya mau membelikan mobil, memberi supir beserta asisten rumah tangga untuk membantunya. Dia pasti bahagia."

Yeona pasti suka, tapi Hye Rin lepas kendali, menaruh kasar sendoknya ke mangkuk hibgga membuat Sujun sadar jika senyum Hye Rin sebatas rekayasa.

Sujun menggapai tangan Hye Rin dibatas meja. "Sayang, kamu baik - baik saja, kan?"

Lagi -lagi Yeona, lagi - lagi jalang itu mengusik hidupki? Wanita pelakor, batin Hye Rin ketika berucap, "Tidak, aku tidak apa - apa. Malah senang, tapi bukannya kakak berada di ruang kejiwaan?"

"Sun Ran Gi memberitahuku kalau Yeona sudah sehat sepenuhnya dan sebentar lagi bisa pulang. Daripada dia tinggal di rumah sahabatnya, mending aku belikan rumah."

"Apa tidak terlalu mahal?"

"Tidak, tidak sama sekali." Sujun tersadar, Hye Rin mulai cemburu. "Bagaimana, kamu setuju?"

"Tentu setuju! Bagus kalau Kakak punya rumah sendiri. Hanya saja apa tidak apa - apa? Apa Kakak setuju?"

"Aku pastikan dia setuju. Tenang saja."

Hye Rin tersenyum. Ketika menyendok Dongtae Jjigae, sendoknya jatuh karena tangannya bergetar hebat. Ini bisa menjadi awal terjalinnya kembali cinta Sujun dan Yeona. Pernikahannya dengan Sujun bisa berantakan. Impian menjadi artis bisa hancur!

"Kalau kamu tidak setuju, aku batalkan," sambung Sujun sambil mengambil sendok Hye Rin.

Telapak tangan Hye Rin menghangatkan punggung tangan Sujun di atas meja. "Aku selalu mendukungmu. Semoga Kak Yeona hidup normal dan bahagia selamanya."

Sujun bangga pada Hye Rin. Menurutnya gadis ini berjiwa besar dan lapang dada. "Syukurlah. Mau ikut mengunjungi rumah baru Yeona?"

Hye Rin menggeleng lembut sambil mesem. "Masih ada urusan di Moonlight Entertainment. Aku serahkan semua padamu."

Sujun membawa Hye Rin pergi memakai mobilnya. Selama perjalanan Sujun bersiul - siul, menambah gusar Hye Rin.

Sebagai artis rookie, Hye Rin bernaung di bawah Moonlight Entertainment, perusahaan entertainment besar, juggernaut industri hiburan Korea Selatan. Band musik, perfilman, bahkan Moonlight mempunyai beberapa channel TV, dan satu satelit sendiri.

Keluarga So pemilik enam puluh lima persen saham Moonlight Entertainment. So Park Ja, ayah Sujun merupakan Presiden Direktur di sana. Itu alasan utama kenapa Hye Rin menginginkan Sujun. Dia tiket menuju surga dunia. Tetapi lambat laun, Hye Rin benar - benar mencintainya.

Mobil sedan mewah Sujun berhenti di depan Moonlight Tower; Bangunan bertingkat lima belas megah menantang langit cerah.

Hye Rin mengecup lembut di pipi tunangannya sebelum turun dari mobil.

Setelah mobil berbelok pergi, seketika raut wajah ramah Hye Rin menjadi gelap. Dia melangkah masuk gedung sambil bersedekap menggigit kuku jari tangan. Dia memeras otak mencari jalan keluar dalam masalah besarnya.

Dia berhenti di depan meja resepsionis, melihat Tuan Besar So, calonnmertuanya, tengah berdiskusi dengan Ayeong, artis papan atas besutan Moonlight.

Hye Rin menyeringai sinis, lalu memasang raut wajah kosong, melangkah pelan sengaja menyandung tong sampah.

Suara tong sampah jatuh menarik perhatian beberapa orang di sekitarnya, termasuk Tuan Besar So.

Beliau menghampiri Hye Rin yang seperti mayat hidup berjalan. "Calon menantuku, ada apa?"

Hye Rin tersadar oleh tepukan pada pundaknya. Gugup senyumnya patah - patah, membungkuk kecil memberi hormat pada calon ayah mertua. "Tuan Besar So, maaf, aku banyak pikiran jadi tidak sengaja menabrak tong sampah."

"Kenapa memanggil Tuan Besar So, panggil Ayah saja."

"Baik Ayah."

Ayah menyudahi perbincangan dengan Ayeong, lalu menawari Hye Rin minum teh bersama.

Mereka menempati sudut kantin Moonlight Entertainment mengobrol ringan hingga ayah menjurus ke pertanyaan penting.

"Apa kamu dan Sujun bertengkar?" tanya Ayah.

Hye Rin menggeleng lalu menghela nafas panjang, meneguk kopi hitam pahit.

Ayah tertawa kecil. "Dalam hubungan percintaan selalu ada lubang, itu lumrah. Jika kamu tidak mau cerita, ayah tanya Sujun saja."

Sontak Hye Rin panik menekan lengan ayah di atas meja supaya tidak bangkit. "Jangan, jangan, aku mohon jangan, nanti dia marah."

Ayah kembali duduk. "Kalau begitu cerita. Aku janji merahasiakan dari Sujun."

Hye Rin menangis tersedu menceritakan rencana Sujun hendak membeli rumah mewah untuk Yeona, karena Yeona menggoda Sujun dan menyalahkannya atas kematian Yui.

"Jalang itu, apa yang dia inginkan?" gumam ayah.

Hye Rin memperhatikan tangan ayah mengepal di atas meja. "Aku senang Sujun membantu Kakak, tetapi bagaimana kalau Kakak meminta lebih?"

"Meminta lebih bagaimana?"

"Meminta Sujun menikahinya. Aku harus apa? Aku tidak mau kehilangan Sujun, ayah."

"Jangan menangis, jangan takut, ayah tidak akan membiarkan Kakakmu berbuat semena-mena."

"Ayah, aku mohon jangan melabrak Yeona. Nanti Sujun menyalahkanku."

"Aku tidak akan menyebut namamu, tenanglah."

Ayah mengelus punggung Hye Rin mencoba menenangkannya. Setelah itu beliau bangkit bersiap pulang. "Tidak ada yang boleh mengganggu menantuku."

"Terima kasih, Ayah."

Mudah sekali Hye Rin membuat ayah nertua berpihak kepadanya. Bagaimana cara ayah menyingkirkan Yeona?

****