Yeona pamit kepada Ara, Ran Gi, juga nenek Gao. Dia keluar rumah sakit sambil bersenandung ceria.
Sujun masih mencintainya. Dia membeli rumah untuk Yeona, bukankah itu karena cinta? Yeona bisa hiduo bahagia.
Rencananya, nanti dia akan mengajak Sujun mencari Yui. Oh iya, di mana makam Yui? Yeona akan bertanya pada Ran Gi atau Ara nanti, bersama Sujun.
Dengan sabar dia menunggu, duduk di halte sambil beberapa kali mengecek layar handphone. Siapa tahu ada pesan dari Sujun.
Benar saja, Sujun mengirim pesan. [Maaf, aku tidak bisa memberimu apa - apa. Semoga kamu bisa mengerti.]
Senyum Yeona berangsur sirna. Raut wajahnya melipat - lipat. "Tidak, ini pasti salah. Sujun sedang bercanda."
Dia menghubungi Sujun untuk klarifikasi, tidak diangkat. Berkali - kali Yeona mencoba menghubungi lelaki itu, hasilnya sama saja.
Yeona terdiam lemas. Air mata mengalir membasahi pipinya. Berapa kali pemuda plin plan membatalkan janji? Berapa kali Yeona tertipu oleh janji manisnya? Dia merasa Sujun mempermainkan perasaannya belaka.
"Cukup, aku tidak akan tertipu lagi. Cukup sampai di sini!"
Suara getar handphone membuat Yeona memeriksa layar handphone. Pesan pemberitahuan masuk; Transfer uang masuk ke rekening Yeona sebesar lima puluh juta won.
Yeona tidak mengerti maksud uang masuk ke rekeningnya. Tak lama berselang, masuk pesan lain dari Tuan Besar So.
[Masa depan Sujun cerah bersama Hye Rin. Cari lelaki baik di luar sana. Uang itu cukup untuk memulai hidup baru. Lupakan Sujun demi kebaikan bersama.]
Pesan itu menjadi tamparan pelik Yeona. Tangisnya semakin deras. "Segini harga diriku? Lima puluh juta won. Aku bukan pengemis. Aku bisa mandiri. Kalian yang selalu menggangguku!"
Yeona hendak melempar handphone. Ran Gi berhasil menahan tangannya. "Jangan melampiaskan amarah pada handphone."
"Lepas!"
Ara datang membantu Yeona duduk ke bangku halte. "Semua baik - baik saja. Sujun menghubungiku, meminta untuk membawamu kembali ke rumah sakit."
"Si pengecut menghubungimu? Dia tidak berani membatalkan janji manisnya secara lisan kepadaku dan dia menghubungimu?! Lihat bagaimana dia membayarku lima puluh juta Won untuk enyah dari kehidupannya! Asal kalian tahu, aku sudah move on. Aku hidup bahagia bersama Yui. Lalu keparat itu datang lagi! Kenapa orang tuanya menyangka aku mengejar anaknya?"
Ara kehabisan kata - kata, menawarkan dada untuk menjadi bantalan Yeona menangis. Sebagai sahabat dan keluarga terakhir Yeona, Ara ingin membantu, tapi bagaimana caranya?
"Terkadang pria baik memilih keputusan buruk." Ran Gi memandang langit semakin cerah. "Mau tetap di sini atau kembali ke rumah sakit?"
"Lebih baik ke rumah sakit. Ayo Yeona."
Yeona dibantu Ara kembali ke rumah sakit. Kasihan, dia terlalu percaya pada cinta hingga mudah terluka.
Ran Gi melipat payung sambil mengawasi mobil sedan sport warna biru di seberang jalan. Dia kenal pemilik mobil biru itu. Ran Gi menyeberang jalan menghampiri mobil, mengetuk kaca mobil. Tidak lama kemudian terdengar suara kunci pintu mobil terbuka.
Apa dia menyuruhku masuk? batin Ran Gi, masuk ke mobil lalu duduk ke kursi sebelah kemudi.
Ran Gi dan Sujun saling mengenal secara online ketika masih berkuliah. Persahabatan mereka terjalin cukup baik walau hanya bertemu beberapa kali ketika liburan. Tanpa Ara atau Yeona ketahui, Ran Gi menjadi informan Sujun mengawasi keadaan Yeona di rumah sakit.
"Kenapa tidak menemuinya?" tanya Ran Gi.
"Bagaimana keadaan Yeona?"
"Bagaimana? Loh, dari tadi kamu mengamatinya, kan?"
"Tolong jaga Yeona untukku," sahut Sujun, tanpa menoleh.
Bagi Ran Gi sikap Sujun nampak tulus, masih perhatian pada Yeona. Sungguh dia semakin pusing. Jika sahabatnya perhatian pada Yeona, kenapa memilih wanita lain?
"Kenapa memilih adiknya jika sayang Kakaknya?"
"Aku hanya mau mereka bahagia."
"Kalau begitu biarkan Yeona pergi, biar dia mandiri."
"Dia seorang gadis, tanpa keluarga!" Suara Sujun meninggi. "Dia tidak bisa hidup mandiri hingga menemukan sosok yang tepat. Pria perhatian, menyayangi, menerima dirinya apa adanya."
"Seperti So Sujun?" Ran Gi menghina dengan senyum. "Kalau begitu lupakan Hye Rin lalu menikah dengan Yeona. Dia gadis baik."
"Dia pernah mengandung anak orang." Sujun meremas setir mobil. "Dia mengkhianatiku."
"Tidak seperti itu yang aku dengar."
"Tahu apa kamu?"
Mereka terdiam menikmati udara dingin sambil memandang hampa jalanan basah.
"Aku mencium aroma ikan busuk di antara kalian, sobat." Ran Gi membuka pintu, keluar dari mobil, membungkuk memandang sahabatnya.
"Jujur pada hatimu. Belum terlambat untuk memulai hidup baru bersama Yeona. Jangan terjebak dengan orang yang salah. Jangan sampai menyesal." Dia membanting pintu, pergi menuju rumah sakit.
Sujun dilanda dilema. Cinta, tahta, mana yang lebih berarti?
Keningnya perlahan mendarat ke setir mobil. Mudah bagi Ran Gi berkata seperti tadi. Ran Gi tidak memiliki tanggung jawab sebagai penerus keluarga So. Dia hidup bebas sebagai dokter muda, seperti burung terbang bebas di angkasa.
Selain itu ada Hye Rin dalam kehidupan Sujun. Bagaimana mungkin dia meninggalkannya setelah berulang kali bercinta?
Dia bukan lelaki busuk!
Sujun berharap Yeona bisa move on. Setidaknya dengan bantuan Ara dan Ran Gi, dia bisa mengawasinya. Dia tahu ini terkesan pengecut, tapi apa pilihannya?
*
Beberapa hari berlalu. Yeona jujur pada Nenek Gao jika dia penghuni kamar president suit.
Yeona menemani Nenek mengobrol di lokasi favorit mereka; lantai atap rumah sakit. Mereka suka di sana karena sepi serta semilir angin sore.
Banyak hal yang Yeona pelajari dari masa muda nenek. Salah satunya usaha mengejar mimpi.
Nenek memandang langit. Lagi-lagi mata sayunya memperhatikan satu bintang terang di langit jingga.
"Nenek ingin menjadi apa?"
"Bintang." Nenek terkekeh khas suara orang tua. "Sayangnya aku mulai berkarir pada umur tiga puluh dua tahun. Andai lebih cepat, aku pasti bisa mendapat lebih."
Yeona tersenyum mengagumi semangat Nenek. Beliau adalah artis terkenal. Sayang dia memulai terlalu lama, sehingga ada bagian di industri hiburan yang tidak bisa digapai.
"Bagaimana jika kamu mewakiliku menggapai bintang?" usul Nenek.
Yeona terdiam. Senyumnya perlahan sirna. Memang benar dia ingin menjadi artis, tetapi dengan kemampuannya sekarang, juga statusnya, mana mungkin!
"Aigo, apa yang kamu pikirkan? Pemuda keparat itu hanya mempermainkanmu! Kamu lihat sendiri, dia pasti menikmati penderitaanmu hujan-hujanan di halte."
"Nenek, aku tidak memikirkan hal itu."
"Lalu apa? Umurmu masih sembilan belas tahun lebih sedikit. Masa depan masih panjang untukmu, Nak."
"Aku tidak mempunyai keahlian, Nek."
Ucapan tulus Yeona ditanggapi tawa lepas Nenek. "Ya Tuhan, kamu cantik, memiliki badan yang menarik perhatian lawan jenis. Aku dengar dari Ara kamu jago menyanyi, itu modal untuk menjadi bintang!"
Yeona menanggapi santai. Lagipula seperti orang tua lainnya, nenek pasti suka mengigau dan mengarang bebas.
"Nak, aku bisa memberimu sesuatu yang bisa membawamu menuju langit, menjadi bintang!"
Nenek begitu semangat hingga membuat penasaran Yeona.
"Maksud Nenek apa? Apa ada jalan praktis untuk sukses?"
"Tentu. Siapa tahu di sana kamu bertemu jodoh yang sesungguhnya. Pemuda opera sangat bugar, tampan, lelaki sejati, bukan pengecut macam Sujun."
"Tapi--"
"Tentu nak, tentu. Dengar baik-baik ucapanku."
****