Ruang kejiwaan; Ruang berdinding sponge kuning, di mana pasien diikat menggunakan pakaian khusus hingga tangannya tidak bisa bergerak. Bagaimana bisa pra dokter senior hendak memasukkan Yeona ke sana?
Ara mengejar dokter senior sepanjang lorong hingga mereka berbelok masuk ke lorong khusus dokter, barulah dia berani memanggil mereka.
Suara Ara menggema di lorong berdinding putih dan seketikan membuat para dokter senior berhenti melangkah. Dia memasnag badan menghadang mereka.
"Ada apa, Ara?" tanya dokter senior.
"Yeona tidak terdiagnosa punya penyakit jiwa. Kenapa kalian mau memasukkan dia ke ruang kejiwaan?"
"Tidak gila? kau lihat sendiri tadi, bagaimana dia menyerang orang seperti orang gila."
Ara menenangka diri supaya ucapannya menjadi jelas bagi para dokter senior. "Pasien terpancing emosi karena pembesuk terakhir membuatnya marah."
"Yang kami lihat dia lepas kendali dan menyerang pembesuk. Dia berbahaya pagi pasien lain. Beberapa orang meminta supaya Yeona dikirim ke ruang khusus kejiwaan. Apa butuh alasan lain?"
Ara tidak percaya dengan apa yang dia dengan, lalu suaranya meninggi. "Mereka tahu apa? Mereka bukan dokter! Kalian dokter dan seharusnya bisa mendiagnosa terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan."
"Para keluarga pasien punya mata dan mereka tidak bodoh." Dokter senior memandang jengah Ara, lalu lanjut berujap, "Kau tahu, keluarga pasien mengancam akan memindahkan keluarga mereka ke rumah sakit lain jika kita tidak memindahkan Yeona. Rumah sakit ini menjaga nama baik dan mendengar setiap komplain dari pasien."
Ara terhenyak oleh jawaban dokter, lalu menyeringai sinis. Semua pelajaran di kampus berbeda dengan realita. Oknum seperti mereka adalah sampah dunia kesehatan!
Ara berargumen, "Komplain? Kalian takut kehilangan pasien VVIP? Pejabat yang anaknya dirawat di kamar 774 tadi mengancam akan memindahkan anaknya ke rumah sakit lain. Dia ingin pasien kamar 777 pindah ke ruang khusus kejiwaan. Begitu, kan?"
"Banyak orang melihat kejadian tadi. Akan timbul gosip jika kita tidak bertindak. Lagi pula kau hanya dokter magang, berani mendebat kami?!" Sentak dokter senior.
Bukan masalah gila atau tidak, tetapi mereka harus bertindak demi nama baik rumah sakit. Tidak! Tidak boleh!
Dahulu ketika Kang Deokman masih hidup, Ara bersumpah akan melindungi Yeona. Bagaimana kelak dia menghadap mendiang Nyonya Kang Deokman kalau Yeona masuk ruang kejiwaan?
Ara membungkuk di hadapan para dokter, memohon, "Tolong jangan pindahkan pasien, tolong."
"Hei, apa yang kau lakukan dasar dokter magang!"
Langkah sepatu semakin keras dari arah belakang para dokter, memaksa para dokter senior membuka jalan sambil membungkuk pada pemuda tampan berseragam dokter.
Seragam dokter Sun Ran Gi begitu mulus tanpa kusut. Pemuda berambut hitam potongan sasak itu berhenti di hadapan Ara. "Ada apa, ribut - ribut?"
Dokter senior menjawab, "Dokter magang menentang ide memindahkan pasien kamar 777 ke ruang kejiwaan."
Ara mengangkat kepala sejenak, panik membungkuk lagi. Anak pemilik rumah sakit tiba, masalah semakin besar.
"Apa dia keluargamu?" tanya Ran Gi pada Ara, dengan dingin.
"I-Iya. Saya mohon biarkan pasien berada di ruang inap. Dia bukan orang gila."
Ran Gi menatapan dingin para dokter, membuat mereka tertunduk. "Apa pasien menderita kelainan mental?"
Para dokter membisu, tidak berani memandang balik.
"Kalian tuli? Jawab."
"Sebenarnya …." Dokter senior menjelaskan perkara pada Ran Gi sesuai versi mereka, lalu berucap, "... kami takut nama baik rumah sakit tercemar. Lagi pula keluarga pasien mendesak kita untuk mengusir Yeona ke ruang khusus kejiwaan."
"Berapa lama kalian menjadi dokter?"
Bukan hanya para dokter senior, tetapi Ara dibuat kaget oleh pertanyaan Ran Gi.
"Kalian khawatir nama baik rumah sakit tercemar, meng-judge pasien waras sebagai pasien sakit jiwa? MENJIJIKKAN! memalukan jika orang luar tahu kalian memindah orang waras ke ruang khusus kejiwaan!"
Kebengisan Ran Gi membuat mereka keder tidak berkutik.
"Kalian bisa disidang oleh komite kedokteran jika berita ini tersebar. Mau karir kalian hancur? Mau nama rumah sakit rusak?" tanya Ran Gi.
"Maaf, Tuan Muda Sun."
Para dokter senior membungkuk. Mereka takut melawan Ran Gi. Karir mereka bisa binasa.
Keluarga Sun memiliki lima puluh lima rumah sakit besar di ASIA. Mereka punya pharmasi dan dua pabrik obat. Hal kecil bagi mereka mem-blacklist nama dokter hingga tidak bisa bekerja di dunia kedokteran.
"Sekali lagi kalian melakukan kesalahan, aku pastikan kalian menderita." Ran Gi menghadap Ara. "Kamu mau pasien dirawat di kamar inap?"
"I-iya Tuan. Saya akan melakukan apa saja demi pasien."
Ran Gi menyeringai penuh misteri. "Baik, tidak masalah. Dengan tiga syarat."
Kerongkongan Ara mengering. "A-apa syaratnya?"
Tercipta situasi sunyi. Sedetik terasa seperti semenit ketika penasaran. Ara tahu Ran Gi pria penuh misteri. Mereka berkuliah di kampus yang sama dan Ran Gi jarang bicara. Hingga kini Ara tidak tahu apa isi kepalanya, tapi perasaan Ara tidak enak.
"Pertama, kamu harus bekerja di sini sampai dipecat atau sampai masa pensiun tiba."
Semua dokter bertukar pandang. Berarti Ara resmi diangkat menjadi dokter dan harus bekerja melayani keluarga Sun. Privilege yang sangat susah didapat dan merupakan impian para dokter.
"Baik, Tuan," sahut Ara.
"Syarat kedua, selama pasien berada di rumah sakit, lima puluh persen gajimu dipotong. Tidak ada bonus lembur atau tunjangan apapun."
"Ba-baik Tuan!"
Semua terdiam, menantikan apa syarat ke tiga.
"Bubar, kembali bekerja. Kecuali kau, Ara."
Eh? Bubar? Ara mengangkat kepala mendapati para senior pergi menjalankan tugas masing - masing.
Ran Gi berbalik badan pergi tanpa berkata apapun, membuat Ara mengikutinya.
"Tuan Muda Sun, apa syarat ketiga?"
"Kenapa? Tidak sabar?"
"Bukan begitu." Penasaran ….
"Setelah selesai bekerja, mandi bersih, pakai pakaian pesta terbaikmu. Aku jemput."
Seketika Ara memandang punggung lapang Ran Gi semakin menjauh. Apa dia mengajak berkencan?
Setelah kejadian tadi, Ara bekerja seperti biasa. Setelah menengok keadaan Yeona dia pulang dan menjalankan 'perintah' Ran Gi.
Waktu bergerak dengan cepat. Bermandikan cahaya rembulan, mobil sedan merah mewah parkir di depan apartemen Ara.
Dalam setelan jas biru tua rapi, Ran Gi bersandar pintu mobil. Satu kaki melipat, bersedekap, penampilan kendaraan dan pemiliknya menyita perhatian para pejalan jalan.
Tak lama menunggi Ara turun menghampirinya. Gaun pesta Ara mengikuti lekuk tubuh seterek Ara. Warna hitam gaun kontras dengan kulit putih pundaknya. Dia m3nghampiri Ran Gi dengan anggun. Semua dia lakukan demi Yeona.
"Tuan Muda Sun," tegur Ara, tersipu malu mendapati mata indah nan tajam Ran Gi menyapu bersih penampilannya.
"Kamu terlihat berbeda." Ran Gi membukakan pintu depan mobil untuk Ara masuki. Tidak lama kemudian dia memacu mobil pergi.
"Hari ini ada pesta pernikahan sahabat, kebetulan aku tidak punya pacar."
Ara menahan tawa. Siapa sangka dokter dingin bisa gugup. "Saya mengerti Tuan Muda Sun."
"Jangan panggil Tuan Muda. Panggil Ran Gi saja."
"Baik."
Handphone Ara bergetar di dalam dompet besar. Pesan dari Sujun? Setelah lima tahun tidak berkabar, baru kali ini dia mengirim pesan lagi.
[Bagaimana keadaan Yeona?]
Keadaan Yeona? Masih berani tanya? geram Ara membalas pesan. [Bukan Urusanmu.]
Ara lanjut membalas pesan. [Yeona dikirim ke ruang kejiwaan. Jangan mengganggunya.] Dia berbohong demi kebaikan.
Semoga Sujun tidak datang lagi ke kehidupan Yeona.
*
Beberapa hari berlalu. Ara setia merawat Yeona. Setiap jam makan siang, dia menemani Yeona makan. Sore pun demikian. Dia menghabiskan waktu bersama pasien.
Ran Gi sering menemani Ara di waktu senggang mengunjungi Yeona.
Sore ini mereka selesai menjalankan operasi ringan di sayap bedah rumah sakit. Berdua mereka menuju kamar Yeona.
"Kamu dan Yeona memiliki hubungan darah?"
Ara menggeleng. "Tetapi aku menganggapnya sebagai adik."
"Bagaimana bisa?"
"Kami hidup bersama di desa. Ibunya seperti ibuku sendiri."
Ran Gi mengangguk. "Bagaimana bisa dia hidup bersama Tuan Han?"
"Setelah ibu wafat, dia hidup bersama Tuan Han, ayah kandungnya. Setelah itu aku sibuk dengan urusanku sendiri, tidak sempat menjenguknya."
"Karena kuliah, kan?"
Mereka masuk ke ruang rawat inap mendapati ranjang Yeona kosong. Sontak mereka panik.
****