Sujun masih perhatian kepada Yeona, bahkan pemuda itu membawa buah untuk wanita menjijikkan itu. Semua ini membakar hati Hye Rin.
Hye Rin membatin, Bagaimana kalau Sujun balikan dengan Yeona? Pertunangan mereka bisa berantakan. Tidak tidak tidak! Sujun milikku. Dia harus menjadi suamiku!
Tentu Hye Rin tidak ingin kehilangan So Sujun. Pemuda itu adalah impian semua wanita. Dia baik, kaya, mudah dikontrol, dan tidak merokok, serta tidak gampang marah. Sujun adalah tiket untuk Hye Rin menjadi artis!
Dia duduk di bangku lorong depan ruang inap Yeona sambil menggerogoti kuku jari, batinnya berkata, Bagaimana cara menyingkirkan Yeona selamanya?
Suara pintu dibuka membuyarkan lamunannya ketika dua suster keluar dari kamar inap Yeona. Mereka bergosip kecil sambil melangkah pergi.
"Dia gila?"
"Iya, pasien di kamar tujuh puluh sekarang dipindah ke ruang jiwa."
"Sampai kapan?"
"Entahlah, tapi itu yang terbaik. Dia menyerang orang tanpa sebab jelas, kan?"
Obrolan dua suster memberi Hye Rin ide cemerlang untuk menyingkirkan Yeona selama - lamanya.
Dia membawa plastik berisi buah- buahan segar masuk ke kamar inap Yeona. Lalu, setelah menutup pintu tapi tidak rapat, dia mendapati kakak tirinya terlentang di dipan.
Selang infus tertanam di pergelangan tangan Yeona dan suara beep beep mesin pendeteksi detak jantung membahana dalam ruang inap.
Semua sesuai rencana Hye Rin. Dia menghampiri Yeona yang tidak berdaya lalu menaruh kantung plastik berisi buah ke meja kecil dipan. Dia berkata, "Bagus kamu pergi dari kehidupan Sujun. Kenapa kembali? Merusak suasana saja. Kamu mau menggunakan anakmu untuk merebut Sujun dariku? Oh, tidak bisa."
Hye Rin berdecak kesal. Dia berharap Yeona marah dan menyerangnya seperti orang gila, tapi ... Tiada reaksi Yeona.
"Aku tahu kamu bisa mendengarku dengan jelas. Biar aku beritahu sedikit rahasia. Beberapa bulan ini Sujun bahagia tanpamu. Sepulang kuliah kami sering bercinta." Tawa kecil menyertai ucapan Hye Rin, tapi, Yeona masih saja berdiam diri seperti mayat.
Hye Rin menampar keras pipi Yeona berkali-kali hingga pipi merah dan telapak tangannya memerah. "Jalang sial, bangun! Terima kasih karena memberi hadiah terindah untukku. Tanpamu aku tidak mungkin bertemu Sujun. Nah, bangun, kan? Ayo bangun wanita jelek."
Hye Rin mencubit lengan Yeona sampai biru, tetap saja Yeona terbujur kaku. "Bagaimana kalau aku beritahu satu rahasia kecil untukmu. Anak harammu ... siapa namanya? Yui? Anak harammu mati. Kamu tahu bagaimana dia mati? Dia dilindas mobil. Ya, kepalanya seperti buah jeruk terinjak kaki gajah. Harusnya kamu juga mati, kenapa masih hidup?"
Hye Rin meludahi kening Yeona. "Matilah, susul ibu dan anakmu. Hidup bahagia di akhirat."
Yeona bergetar hebat karena ucapan Hye Rin, dia bahagia karena Yeona tersadsr. Rencananya nyaris berhasil sempurna.
Tiba -tiba matanya terbuka lebar.
"Kakak?!" Hye Rin panik seketika, tapi gagal bereaksi.
"Mati kau Jalang!" Yeona bangkit mencekik Hye Rin, mendorongnya hingga membentur meja.
Hye Rin susah bernapas ketika berusaha melepas cekikan, tapi kalah tenaga. Raut wajahnya pucat pasi. Bibirnya mulai membiru. "Ka–kak, le–pas!"
"Anakku masih hidup! Kau dengar, Jalang Sampah!"
Wajah Yeona seperti wajah setan. Rambutnya berantakan, mata seperti hendak melompat keluar, liur menetes dari bibirnya yang mendesis seperti ceret panas.
Penampilan menyeramkan Yeona membuat Hye Rin mengerang keras. "Aaa maaf maaf!"
Yeona mendorong berkali - kali tubuh mungil Hye Rin membentur tembok. Hye Rin meraba - raba meja, menggapai pisau buah, hendak menusuk Yeona, tapi badannya didorong jatuh ke lantai. Pisau lepas terpental jauh.
"Kubunuh kau! Kubunuh kau!" Yeona menduduki tubuhnya, menarik kepala lalu mendorong sehingga bagian belakang Hye Rin membentur lantai berkali - kali.
Hye Rin gagal memprediksi akibat dari perbuatannya dan terlalu berani bermain api. Sekarang nyawanya menjadi taruhan!
kegaduhan menyita perhatian beberapa suster di luar ruang rawat inap, lalu mereka masuk karena pintu tidak dikunci, dan berusaha menolong Hye Rin, tetapi bukan tandingan Yeona.
Para suster kesulitan melawan kebengisan Yeona.
Salah satu suster berinisiatif menekan tombol bahaya di dinding dekat dipan, lalu berteriak, "Tolong! Pasien menggila, pasien menggila!"
Kegaduhan dalam kamar Yeona menarik perhatian beberapa pasien dan pembesuk. Mereka berkerumun di depan kamar inap Yeona menonton adegan di dalam ruang inap.
Beberapa suster dan dokter menerobos kerumunan masuk ke kamar inap. Mereka berusaha melepas cekikan Yeona pada Hye Rin, tapi susah. Butuh tiga pria untuk melepas cekikan Yeona.
Hye Rin merangkak mundur, memeluk kaki seorang dokter, menunjuk Yeona. "Dasar wanita gila! Dok, suntik mati saja dia, suntik mati!"
"Sini kau! Kubunuh kau!" Yeona meronta liar, tetapi belum mampu melepas diri dari para suster.
"Han Yeona, hentikan!" Sujun memasang badan melindungi Hye Rin. "Kamu bisa membunuhnya!"
"Mati kau, mati! Grrr Hahhhhhh!" Yeona berhasil lepas dari para suster. Dia berusaha menyerang Hye Rin memakai pisau.
Sujun memisahkan mereka tanpa melukai Yeona, dia berucap kepada cinta pertamanya, "Hentikan atau aku tidak akan bicara denganmu lagi! Dia saudarimu, bagaimana bisa kamu–"
Tak sengaja, Yeona menusuk tangan Sujun. Mata Yeona membesar panik ketika Pemuda itu mengerang kesakitan. "Sujun? Sujun kau tidak apa-apa?"
Ketika Yeona lengah, dokter menyuntiknya dengan obat penenang. Seketika dia ambruk.
Ara terlambat datang, lalu dia membantu Sujun berdiri bersama Hye Rin.
"Ya Tuhan Kak Sujun, Kakak, bagaimana tanganmu?" Hye Rin cemas menarik lengan Sujun yang tertanam pisau. "Maafkan Kakakku, dia gila, dia tidak sengaja."
"Tenang saja." Sujun menarik pisau buah tertahan oleh jas dan kemejanya.
Ara segera membantu koleganya menidurkan Yeona ke dipan. Semua berhasil dikendalikan.
Yeona berusaha bangkit dengan sisa tenaga, hendak menjangkau Sujun. Dia menangis terhisak. "Anakku, mana anakku? Dia masih hidup, kan? Anakku mana Sujun?" Reaksi obat penenang membuat Yeona memejam lalu terlelap tanpa suara.
Sujun perlahan mendekati Yeona, tetapi Hye Rin menariknya menjauh. Mana mungkin dia membiarkan Sujun ke sana? "Ayo, biar Kakak istirahat."
Kerumunan di depan kamar inap bubar ketika para dokter keluar dari ruang rawat inap.
Hye Rin dan Sujun duduk di bangku panjang menunggu Ara menutup pintu ruang inap.
"Puas? Kau apakan Yeona?" Ara hendak menyerang Hye Rin, tapi para suster menahannya.
"Ara, cukup. Kenapa menyalahkan Hye Rin?" Sujun memasang badan melindungi calon tunangannya.
"Menyalahkan Hye Rin? Hei, aku menyalahkan kalian berdua!" Ara menunjuk wajah Sujun dan Hye Rin bergantian, lalu fokus pada adik tiri Yeona. "Kau apakan dia hingga pasienku meledak?"
"Aku tidak tahu. Tiba-tiba Kakak bertanya tentang bayinya. Aku bingung harus apa."
"Omong kosong! Bawa wanitamu pergi dari sini!" perintah Ara pada Sujun.
Dibentak, Sujun tidak punya pilihan. Dia pamit membawa Hye Rin pulang.
Sebelum jauh, Hye Rin mendengar dokter senior berkata, "Sebaiknya pasien bernama Yeona pindah ke ruang kejiwaan."
Hye Rin tersenyum sinis penuh kemenangan. Semua usahanya berhasil. Yeona tidak akan kembali lagi. Sujun akan menjadi miliknya ... seutuhnya.
Sujun menoleh ke belakang. "Ada apa, kenapa Yeona meledak seperti tadi? Kamu apakan?"
Hye Rin menghela napas panjang. "Entahlah, aku masuk, duduk, mengupas apel, terus kakak menyerangku. Kakak membenciku lantaran merebutmu."
"Bukan salahmu, sudah, jangan menangis."
"Kak, aku takut. Kakak gila, bagaimana ini? Kakakku gila." Dia menangis tapi tersenyum memeluk Sujun. "Kakak bisa disuntik mati. Bagaimana ini?"
****