Chereads / Antara Cinta dan Kebencian / Chapter 11 - Bertamu ke rumah

Chapter 11 - Bertamu ke rumah

Ku buat pintu itu terbuka lebar, supaya aku bisa dengan leluasa berada di dalam ruangan tersebut.

"Mas Raka, tumben sudah pulang? Apa ada sesuatu yang sedang kamu ambil di rumah? Kenapa tidak kau hubungi aku, aku bisa mengantarkan nya untuk mu." Ujar Elmeera yang seketika membuat orang-orang yang berada di tempat ini menoleh ke arahku.

Ternyata apa yang dikatakan oleh Jojo mengenai pria itu benar, tapi dia bukan pria si tukang penggoda istri orang, dia juga bukan selingkuhan Elmeera. Akan tetapi pria itu adalah Alvin adik sepupunya Elmeera. Dia datang tidak sendirian, ada kedua mertua ku menemani. Alvin menjemput Elmeera, itu atas permintaan mereka bukan sekedar menjemput nya saja.

Hah, sudah kesekian kalinya aku seperti ini. Aku memang membenci Elmeera tapi tidak bisa dibohongi kalau perasaan ini masih besar padanya. Bahkan lebih besar dari apapun. Sangat tidak rela andai Elmeera menjadi milik orang.

Ya walaupun aku suka menawarkan Elmeera pada orang lain, itu bukan dari hati. Hanya ingin membuat Elmeera sakit hati saja, dan percaya bahwa aku sudah melupakan perasaan ini.

Tapi kenyataannya tidak, aku sangat mencintai Elmeera. Jangankan ada pria lain yang mencintai Elmeera, hanya mendekati nya saja aku tidak rela. Elmeera hanya milik ku seorang, tidak boleh ada yang mengambilnya dari ku.

Tapi gara-gara Jojo, aku jadi malu karena perlakuan ku sendiri. Aku malah langsung pulang ke rumah, bersikap seperti orang yang sedang cemburu. Ya jelas kelihatan jika aku sedang cemburu, secara aku langsung pulang tanpa pedulikan apapun. Hanya terfokus pada Elmeera dengan pria yang ku pikir selingkuh nya itu.

Lumayan marah juga pada Elmeera, ingin rasanya aku memaki Elmeera. Apalagi saat ponsel nya tidak dia aktif kan, bikin gedek saja. Namun tidak bisa aku lakukan, mengingat di rumahku ada kedua orang tua Elmeera. Seperti biasa di hadapan mereka aku harus berpura-pura baik pada Elmeera. Dan selama mereka berkunjung ke rumah ku, aku harus jadi suami bak suami yang baik hati.

"Nak Raka, kenapa hanya berdiri saja? Mari, kita lanjut mengobrol saja! Tidak usaha kembali ke kantor lagi, biarkan sekretaris mu yang handel semua pekerjaan mu. Sekalian papah berkunjung ke sini, kita bisa berbincang sebentar. Melepaskan rasa rindu kami." Ungkap Bramantyo Bagaskara Kauren mertua laki-laki ku yang paling aku benci.

Kalian tahu, kenapa dalam namaku tercantum nama Bagaskara? Itu karena aku sangat membenci nya. Ya, memang aku izin padanya untuk menggunakan nama itu. Tapi bukan sebuah kebanggan atau penghargaan untuk nama itu, melainkan hanya untuk peringatan ku akan nama tersebut.

Peringatan bahwa laki-laki itu adalah penyebab utama atas kematian mamah ku. pengingat untuk ku bahwa Pria itu telah membunuh wanita yang telah melahirkan aku. Semua itu akibat kejamnya laki-laki bejat di hadapan ku ini. Untung nya pria ini tidak mengenali wajah ku, hingga membuat aku bisa dengan leluasa membalaskan dendam itu.

Sebelum aku puas menyaksikan mereka hancur, identitas ku tetap akan ku tutupi dari mereka.

Hanya bersandiwara di hadapan mereka, akan membuat rencana ku berjalan dengan baik.

"Benar apa yang dikatakan papah, saya juga sebenarnya rindu kalian. Sempat berencana dengan Elmeera, bahwa kita mau berkunjung ke rumah. Tapi, karena pekerjaan di kantor lumayan sibuk, niat itu kita berdua urungkan lagi. Untunglah papah sama mamah datang ke rumah, sehingga kami bisa melepaskan rasa rindu untuk kalian. Bukan begitu kan sayang?" Kugandeng tangan Elmeera untuk meyakinkan bahwa kami pasangan suami-istri yang kompak.

"Kapan mas..!" Elmeera merasa bingung akan perkataan ku barusan. Dia hampir mengelak nya, namun bukan Araka jika aku biarkan itu terjadi. Wajahku tetap memandang lurus ke arah di mana mereka terduduk, sembari tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa.

Namun tanganku mencengkram keras lengan Elmeera, tanpa sepengetahuan mereka. Aku tahu Elmeera kesakitan karena cengkraman ku ini, harusnya aku segera melepaskan nya supaya Elmeera tidak lagi kesakitan seperti itu. akan tetapi malah semakin ku buat lebih keras lagi, sudah pasti Elmeera kesakitan lebih dari sebelumnya.

"Lihat mereka pah! Semakin hari, semakin romantis saja. Mamah sangat bahagia dengan pernikahan mereka, mungkin akan lebih bahagia lagi jika diantara kalian ada tangisan seorang bayi." Ucapan mamah mertua, yang malah membahas pernikahan kami makin ke dalam.

"Benar sekali. Papah juga menantikan kehadiran bayi, papah ingin segera menimang cucu. Umur papah sama mamah juga sudah sangat tua, kami berdua sudah pantas dipanggil kakek.

Selain itu, rasanya hidup kami tidak akan selama kalian lagi."

Sebuah pernyataan yang membuat aku mengharapkan semua itu. Kata dia, umur mereka sudah sangat tua dan tidak akan berpuluh-puluh tahun lagi mereka hidup di dunia ini. Tunggu dulu sampai aku bisa balaskan dendam ku! setelah itu, kalian mati juga aku rela. Bahkan meskipun itu sekarang mereka langsung menemui ajalnya, asalkan dendam terbalas aku akan sangat bahagia.

"Sebelum kita pergi, maka berikanlah kami seorang cucu! Mungkin kami sangat tenang." Ulangnya lagi.

Aduh, kenapa dia ulangi lagi perkataan itu? Jika mereka berdua mau mati, ya mati saja sana! Ngapain minta cucu dulu, emang mau mereka bawa ke kuburan apa? Tambah gedek saja jika mereka berlama-lama disini, pake bahas-bahas cucu. Ini nih yang bikin aku tambah marah, dan Elmeera sudah pasti akan mendapatkan hadiah dari ku setelah mereka pergi.

Ah mending ku buat saja Elmeera pergi ke dapur, atau ke kamar kalau bisa. Supaya aku bisa usir mereka melalui Elmeera. Mengusir nya secara halus. Dengan begitu, aku tidak akan mendengar tuntutan dari mereka akan seorang cucu. Bagaimana bisa itu terjadi, Elmeera sama sekali tidak kusentuh mana mungkin dia bisa hamil hasil buah cinta kami.

Ku senggol lengan Elmeera, lalu ku bisikan sesuatu di telinga nya.

"Kita perlu bicara empat mata, kamu pergi lebih dulu! Nanti saya nyusul belakangan." Kudorong tubuh Elmeera dari belakangnya, supaya Elmeera lebih cepat bergerak.

"Iya, mas." Desis Elmeera seraya bangun dan pergi dari ruangan ini.

Elmeera mengerti akan maksudku, dia nurut-nurut saja akan keinginan ku. Aku yakin dia sangat takut aku marah jika tidak ikuti keinginan ku, hingga dia tidak menunggu waktu lama dan langsung pergi sesuai arahan ku.

"Saya sama Elmeera pamit ke dalam dulu, ada sesuatu yang harus kami lakukan!" Ku ikuti langkah Elmeera yang lebih dulu masuk ke dalam.

"Mereka mau ngapain ya pah?" Cetus mamah Elmeera sambil cekikikan.

Dia pikir aku tidak dengar dia ngomong apa? Telinga ku belum tuli, dan aku tahu dia ngomong apa. Ingin rasanya aku menguliti nya saat ini juga.

Ku tepiskan dulu perkataan nya itu, dan lebih baik aku menyusul Elmeera ke dalam. Dengan begitu aku bisa segera mengusir mereka dari rumah ku ini.

Setelah ku temui Elmeera langsung ku memintanya untuk mengusir kedua orang tua nya termasuk lelaki yang sama-sama berada disini.

"Hay, Elmeera! Cepat kamu suruh mereka pergi dari rumah ini! Saya gerah jika mereka harus berlama-lama di sini. Kau tahu, kaki mereka haram menginjak rumah saya. Karena rumah ini, tempat mamah saya mati menderita. Dan kedua orang tua kamu pelakunya." Ku cengkraman dagu Elmeera seraya ku angkat secara paksa agar menatap ku.

Aku melihat Elmeera meringis kesakitan merasakan cengkraman keras pada dagunya. Bulir-bulir bening jatuh membasahi pipinya, namun tanpa suara sedikitpun keluar. Elmeera menahan suara tangisan nya, takut kedua orang tuanya mendengar.

"El, Raka! Apa kalian ada di dalam? Bolehkah mamah masuk?" Suara perempuan itu tiba-tiba berada di balik pintu masuk kamarku.

Sehingga membuat aku segera menghempaskan cengkraman tangan ku dari dagu Elmeera. Ku buat Elmeera hentikan tangisan nya, dan berpura-pura untuk tersenyum.

"Hentikan tangisan mu sekarang! Buat ibumu pergi, sebelum aku lebih marah dari ini. Dasar cengeng!" Hardikku seraya membuka pintu kamarku. Membiarkan wanita itu masuk ke dalam ruangan pribadi ku.