"Ren," sapa Anya tapi Renata malah tersenyum sinis.
"Harusnya tadi lu terima contekan gue, Kenapa sih? Gue emang harus pintar lo tapi paling nggak lu kerjakan tugasnya nggak usah caper!" seru Renata. Dari suaranya dia terdengar marah. Di waktu pergantian jam pelajaran itu, semua tiba-tiba saja berubah bahkan sapaan Bobby yang sejak tadi membuat Anya senang tak sedikitpun terasa baginya.
"Sorry," kata Anya sembari duduk di sebelah Renata. Dengan gerakan yang tak terasa, Renata menulis sesuatu di secarik kertas selalu merobek ujung bawah halaman terakhir dari buku tulisnya. Dia berpura-pura melihat ke arah yang berlawanan kemudian dengan tangan kanan dia menggeser kertas tadi ke meja Anya.
Anya membaca kertas kecil bertuliskan 'tenang, gue akting!'. Dia menutup mulut dan fokus pada pelajaran berikutnya yaitu Bahasa Indonesia.
Sepanjang pelajaran, Anya tidak bisa fokus dia memikirkan tentang kelakuan Bobby yang menggelikan. Bisa kepikiran mengintip dari balik tembok batas sekolah sementara itu di sekolahnya tepat dari balik tembok tempat Anya sekolah.
Bobby juga ikut pelajaran tapi tidak terlalu fokus karena dia merasa penasaran dengan Anya. Bisa-bisanya dia bertemu dengan cewek itu tanpa direncanakan sedangkan esok hari adalah waktu janjian mereka bertemu di balik tembok sekolah.
Sebenarnya mereka tinggal saling chatting tapi entah kenapa bertemu secara langsung terasa lebih berkesan. Mesin waktu yang paling sederhana adalah mengulang kembali kejadian seperti pada waktu lampau. Dulu sebelum ada sosial media yang mendekatkan orang jauh.
Waktu istirahat berlalu begitu saja. Anya sendirian, dia membawa bekal nasi dan minum air kemasan. Dia malas berdesakan belum lagi sisi kelas tiba-tiba menjauhinya. Saat ini diam saja terasa salah bagi yang lain.
Bella dan Cessa melihat ke arahnya yang sedang makan. Tidak ada yang mereka lakukan selain menatap tanpa kata karena peraturan di SMA 127 bagi pelaku tindak kekerasan atau perundungan secara verbal maupun fisik akan mendapat hukuman yang sangat berat. Pemanggilan orang tua hingga keluar dari sekolah berdasarkan berat atau tindakan yang dilakukan.
"Anya," sapa Bella dengan lembut diikuti gerak Cesa mereka berdua duduk di depan bangku Anya.
"Ya?"
"Ngaku aja deh, lo ada main kan sama Pak Jamal?" tanya Bella dengan maksud konfirmasi.
"Nggak, dia teman papa aku."
"Nah, justru itu jadi beliau deketin elu atau sebaliknya melalui bokap lo?" desak Bella. Anya menyambut omongan itu dengan ekspresi kecut. Otaknya berpikir cepat untuk menyanggah semua yang dituduhkan.
"Gue Ayo udah punya pacar," sanggahnya dengan cepat. Bella mengernyitkan alis. Selama yang dia perhatikan memang Anya tidak pernah dekat dengan siapapun. Dia begitu tertutup sehingga hanya bisa berteman dengan orang-orang tertentu saja.
"Siapa? Anak mana?" tanya Cessa penasaran.
"Namanya Bobby, Dia anak SMK sebelah," kata Anya. Satu orang yang terlintas dipikirannya hanya Bobby. Entah bagaimana nanti kalau misalkan dia disuruh membuktikan bahwa dia memang punya pacar.
"SMK sebelah?" Bella memundurkan badannya agak sedikit ngeri karena reputasi SMK sebelah. Siswanya kebanyakan laki-laki yang berbadan besar dan sangar.
"Kok bisa? Mereka kebanyakan bau bengkel dan blepotan gemuk gitu mana prakteknya benerin kendaraan pula," tukas Cessa.
"Nggak semuanya sih," sanggah Anya cuek. Dia sudah beres makan lalu menutup kembali kotak bekalnya. Dia segera memasukkan kotak itu ke dalam tasnya.
"Ya, kita lihat nanti Seperti apa cowok beruntung itu."
Entah Bella menyindir atau memang bermaksud memuji. Dia selalu memandang Anya sinis sejak dulu sebelum rumor dengan pak Jamal itu beredar. Bisa dibilang kecantikan Anya tak dapat lagi dipungkiri. Bukan hanya cantik, dia juga manis dan badannya imut. Kalau berjalan dia mirip seperti boneka barbie imut dengan rambut sebahu yang lucu.
Bel masuk berbunyi, waktu Istirahat telah usai. Mereka semua kembali pada pelajaran masing-masing. Renata sejak tadi keluar dari kelas, dia membeli makan di kantin dan mencoba bersosialisasi dengan teman yang lain. Tidak terlalu buruk karena dia hanya ingin tahu pendapat teman-teman yang lain tentang ayah. Sebagian dari mereka malah tidak menyalahkan Anya. Namun mereka terbawa emosi karena Pak Jamal terlalu baik pada gadis itu.
Jam pelajaran berlanjut, tidak ada obrolan yang berarti antara Renata dengan teman sebangkunya. Mereka fokus pada pelajaran sampai tiba waktunya pulang. Terlintas dalam pikiran Anya kalau dia harus pulang bersama Bobby karena dia baru saja mengaku kalau dia punya pacar bernama Bobby anak SMK 21. Namun yang terjadi sama sekali di luar dugaannya.
Di waktu yang sama di sekolah sebelah, Bobby sedang berjalan dari kelasnya menuju parkiran.
"Bob!" panggil Nindya. Bobby menoleh lalu melirik sinis ke arah Nindya.
"Apa?"
Hanya kata itu terucap setelahnya Bobby mengatupkan bibir rapat-rapat. Memorinya mengingat apa yang pernah Nindya lakukan padanya.
"Antar gue pulang," pintanya. Bobby mendungkus kesal karena tiba-tiba orang yang sudah menghianatinya mendadak begitu baik pada dirinya. Dia sudah menyangka pasti ada sesuatu.
"Mana si adik kelas?" tanya Bobby sinis.
"Nggak mau nganterin," ujarnya manja.
"Payah bener sih jadi cowok?" protes Bobby. Biar begitu Nindya adalah mantannya Setidaknya pernah ada di hati Bobby di kelas sepuluh SMK.
"Nggak apa, sama kamu aja boleh kan?" desak Nindya lagi. Mau tak mau Bobby menerima ajakan itu. Dia mengantar Nindya ke rumahnya.
Sementara hanya berdiri di depan gerbang dia berharap, Bobby bisa mengantarnya pulang. Namun yang ia temukan malah sebaliknya. Bobby lewat depan sekolahnya membonceng seorang cewek. Seketika Anya menjadi malu karena dia sudah mengaku kalau Bobby adalah pacar padahal ada gadis yang duduk di jok belakang sepeda motor Bobby.
Anya berpikir kalau perempuan itu adalah pacar Bobby. Harus diakui kalau Bobby memang anak yang tampan jadi tak heran pasti ada yang mau menjadi pacarnya. Kalau memang begitu adanya ucapan pada Bella tadi adalah sebuah bercandaan. Kalau bukan Bobby siapa lagi yang mau menjadi pacar pura-pura Anya.
Selang beberapa lama, Papa Anya menjemput. Tadinya oak Jamal bermaksud mengantarnya pulang tapi untung saja Pak Tommy lebih dulu menjemput karena rumor bisa semakin parah Kalau Pak Jamal mengantar Anya pulang.
Hanya segera naik ke sepeda motor kemudian berjalan pulang. Dalam perjalanan dia melihat ke kanan dan kiri. Terlihat baliho besar-besaran yang dipajang di stadion pinggir kota bahwa akan ada pasar malam. Sebuah boneka berbentuk anak laki-laki dengan rambut coklat keemasan yang jabrik bajunya kotak-kotak merah dan biru menjadi icon dari pasar malam itu. Jika membahas soal pasar malam, Anya punya trauma yang cukup mendalam karena kejadian yang terjadi pada masa kecilnya. Tentang dirinya dan Bianglala.