Chereads / Unforgettable, You / Chapter 11 - 11 Sikap Nindya

Chapter 11 - 11 Sikap Nindya

"Nggak usah, Tan. Aku masih kenyang," tolak Nindya secara halus. Dia merasa sungkan, malah anehnya dia baru ke rumah Bobby setelah menjadi mantan. Dulu memang cuma tiga bulan pacaran tidak sempat saling ke rumah masing-masing hanya bertemu di sekolah. Namun kini saat meminta kembali cinta itu, Nindya malah mendekat pada ibunya. Kalau saja Bobby tidak ke dufan hari ini, entah mungkin dia akan berbincang lebih lama. Bobby mudah terpengaruh, kalau saja dia berhadapan langsung dengan Nindya lu dirayunya bisa jadi Bobby akan luluh.

"Udah, Bobby lama banget soalnya. Mendingan kamu makan dulu, sudah mau sore," bujuk mama Bobby. Nindya mengangguk setuju karena tidak enak. Dia pun mengikuti sang mama ke meja makan. Dia mengambil nasi dan lauk sedikit saja karena Nindya sangat menjaga berat badannya. Ia takut kalau makan banyak, berat badannya akan melonjak. Dia hanya meletakkan dua sendok nasi dan sedikit sayuran sawi juga sepotong daging empal di atas piringnya.

"Loh, kok dikit banget? Tambahin," saran mama Bobby dengan sedikit memaksa. Nindya terpaksa mengambil porsi normal. Dia tahu caranya agar makanan yang masuk tidak menjadi kalori tambahan. Dia obsesi punya tubuh kurus dan cantik padahal tubuhnya sudah sangat langsing.

Mereka makan berdua di meja makan sembari membicarakan hal-hal yang ringan.

"Bobby pergi sama siapa, Tan?"

"Katanya tadi sama Renata, sepupu dia tapi pas ditelepon ternyata dia lagi masak di rumahnya. Nggak tahu tuh," jawab mama Bobby.

"Tan, aku dulu pernah pacaran sama Bobby."

"Oh, sampai sekarang? Kok mau?" tanya mama Bobby.

"Tante, masa nggak nyadar anaknya ganteng?"

"Biasa aja sih,kamu namanya siapa tadi?"

"Nindya, Tan."

"Nin, kalau kamu tahu Bobby katanya patah hati sama cewek cuma nggak tahu ceweknya siapa. Mungkin dengan adanya kamu dia nggak patah hati lagi," kata sang mama.

Nindya tidak menjawab karena dia sudah tahu dirinya lah yang menyebabkan Bobby patah hati kala itu. Tidak ada wanita lain selain dia, Bobby orangnya setia meskipun tempo hari dia magang di showroom mobil tapi dia tetap menjaga komunikasi dengannya. Namun salah Nindya karena berkhianat. Bukannya fokus magang, dia malah dekat dengan adik kelas.

"Kenapa? Makanannya nggak enak?" tanya mama Bobby saat melihat Nindya melamun dengan tangan memegang sendok.

"Maaf, Tan. Nindya bengong," kata Nindya sembari melanjutkan makannya.

"Udah lanjut aja makannya yang banyak biar badan kamu nggak sekurus itu," ujar mama Bobby. Nindya meringis, dia malah menyesali sendok demi sendok yang sudah masuk ke dalam perutnya. Ingin rasanya mengeluarkan selagi bisa.

Di saat yang sama, Bobby masuk ke dalam rumah. Dia langsung menyadari kalau sedang ada tamu lalu dia segera masuk kamar dan hanya melirik sekilas pada mamanya.

"Bob, ada anak cantik, sini dulu."

Bobby menghentikan langkahnya, dia tahu kalau di sana ada Nindya. Dia hanya berbalik untuk menghormati ibunya bukan lantaran ada Nindya di sana. Bibirnya berdecap terlihat rasa malas di wajahnya.

"Lanjutin makan aja, aku mau beresin kamar," ucapnya dingin.

"Bob, temuin dulu," bujuk mama. Bobby tidak peduli, dia menutup pintu kamar lalu menguncinya. Dia memasang headphone di kepalanya dengan volume paling keras. Sengaja dia Putar lagu favoritnya lagu lama dari My Chemical Romance. Lagu bertempo seperti itu sangat cocok untuk menutup telinganya dari suara-suara di luar.

Sementara itu di luar, Nindya minta izin ke kamar mandi. Dia memuntahkan makanannya tanpa suara setelah makan cukup banyak di depan mama Bobby. Dan lagi dia tak ingin angka timbangannya bertambah meskipun hanya 0,5 kilogram. Dia izin ke kamar mandi untuk mengeluarkan makanan sekaligus menahan diri dari malu. Kini ia menerima kenyataan bahwa Bobby merasakan Patah Hati saat ia tinggalkan.

"Bobby, maaf."

Satu kata terucap dari bibirnya setelah itu dia menekan tombol flush di WC untuk melarutkan apa yang sudah dia keluarkan. Dengan gaya yang santai dia keluar dari kamar mandi kemudian pamit pulang. Sang mama hanya bisa memperhatikan gerak-gerik anaknya. Entah apa yang terjadi di antara mereka berdua. Yang jelas hanya satu yang Mama paham, Bobby bukan lagi anak kecil yang sedikit-sedikit memanggil mamanya, Kalau bosan bermain sepeda di luar, Bobby pindah ke dalam rumah untuk menggambar dan mewarnai dengan crayon. Kini semua tak lagi sama, si kecil Bobby sudah punya urusannya sendiri. Mama cuman bisa geleng-geleng kepala dan mengingatkan Bobby dengan keras saat dia sudah kelewat batas tapi sampai saat ini kelakuan anaknya masih tetap sopan.

**

"Pa, aku udah nggak takut lagi sama bianglala," kata Anya begitu pulang dari dufan. Sudah pukul 04.00 sore, Pak Tomi entah menunggu atau tidak, dia duduk di kursi tamu sembari minum kopi dan membaca artikel di hp-nya.

"Wah, sejak kejadian itu? Waktu kamu kecil?" tanyanya.

"Iya, Barusan aku ke dufan sama sepupunya Renata dan Nggak nyangka ternyata naik bianglala itu sangat menyenangkan," ucapnya dengan mata berbinar.

"Syukurlah, Papa senang kalau kamu nggak takut. Nggak ada yang perlu ditakutkan dari bianglala atau apapun," kata pak Tommy bijak.

"Mama mana, Pa?"

Anya tampak celingukan, biasanya ada Mama di rumah tapi kali ini rumah nampak sepi.

"Mama lembur, rumah sakit lagi ramai.Banyak orang kena flu dan juga banyak kecelakaan jadinya terpaksa jaga sampai malam dan orang yang biasa gantiin shift datangnya telat karena baru masuk habis cuti melahirkan," jelas pak Tommy.

"Kasihan mama, biar nanti kita bikinin makanan kesukaan mama yuk?" ajak Anya dengan penuh semangat. Dia melangkahkan kakinya berpindah ke sofa tepat di sebelah papanya.

"Sop kimlo, semua bahannya sudah ada kita tinggal masak," sambut papa. Mereka segera ke dapur untuk masak makan malam.

**

Semua kegiatan untuk menghabiskan waktu di malam minggu hanya kerjakan untuk mengalihkan perhatian dari rasa yang baru saja muncul di hatinya. Bobby sedikit demi sedikit sudah menarik perhatiannya, memberinya kenyamanan.

Saat itu adalah masa SMA yang paling bahagia dari sisi Anya. Ingin rasanya waktu tidak bergerak maju karena jika waktu berjalan akan selalu ada perubahan. Anya ingin tetap disitu, dia hanya mau mengalami apa yang ada sekarang. Tidak ada yang bisa mengulang waktu meskipun pada cerita fantasi atau konspirasi ada namanya mesin waktu.

Kalau memang mesin waktu itu ada, Anya ingin membeli berapapun harganya karena masa saat bersama Bobby tepat di waktu SMA tidak akan bisa ia rasakan lagi sekalipun dengan menggali kapsul waktu yang ada di pohon mangga tepat di sebelah tembok batas antara SMA 127 dan SMK 21.