Chereads / Unforgettable, You / Chapter 16 - 16 Pahlawan Kesiangan

Chapter 16 - 16 Pahlawan Kesiangan

Dia menoleh ke sekolah Anya. Semua sudah pulang, dia yakin Anya sudah menunggu. Namun waktu tidak dapat kembali sehingga dia pulang sendiri dan berniat nantinya jika sudah sampai rumah akan menghubungi Anya.

Sementara itu saat Anya sudah sampai rumah, dia segera berterima kasih pada pak Jamal kemudian masuk ke rumah terdengar suara yang keras tanpa bisa ia cerna perkataannya.

"Cari kerja lainnya! Apa yang kamu harapkan dari guru honor?" ucap mamah Alina.

Langkah Anya tercekat, dia berdiri mematung depan pintu. Mau melangkah tapi sungkan sampai mamahnya keluar dari rumah, masih lengkap dengan blazer kerjanya. Anya sampai tidak ia sadari keberadaannya. Ia segera masuk rumah lalu menghampiri papanya.

"Papa, semua baik-baik aja kan?" tanya Anya dengan hati-hati. Matanya menangkap kesedihan di wajah papanya. Satu yang harus ia paham yaitu semua yang terjadi pada kedua orang tua adalah bukan urusannya. Namun melihat wajah muram papa itu, dia ikut merasa sedih.

"Nak, belajar yang rajin dan tentukan tujuan dari sekarang agar hidup kamu tenang," nasihatnya. Entah apa maksud kalimat yang diluncurkan papa itu. Otak remaja Anya belum mampu menangkapnya. Dia hanya mengangguk kemudian kembali ke kamar.

Sementara itu tanpa dia sadari kembali beredar foto dirinya berada di jok belakang motor pak Jamal. Kali ini lebih parah karena Cesa memposting foto itu di story sosmednya dengan caption "Sepulang sekolah."

Caption itu dengan maksud menggambarkan suasana sekolah pada saat pulang akan tetapi fokus tertambat pada seorang gadis yang duduk di boncengan gurunya. Tak butuh waktu lama, Anya jadi bahan pembicaraan. Kali ini lebih parah, bukan hanya satu kelas yang tahu melainkan nyaris satu sekolah karena Cesa terkenal banyak teman. Sosok tampak belakang juga jelas pak Jamal karena baju yang dikenakan adalah batik putih corak biru yang sering ia kenakan mengajar.

Semua berlalu sampai besok pagi saat Anya berangkat sekolah. Dia bersama papanya, sesampainya di sekolah dia mendapat tatapan sinis dari siswa bahkan sampai ada yang memperhatikan dari atas ke bawah. Anya jadi risih dibuatnya, dia mempercepat langkahnya masuk kelas. Bukannya mendapat ketenangan, di kelas dia malah semakin tertekan karena dua foto yang menunjukkan kedekatannya dengan pak Jamal dipajang di papan tulis.

Anya melihat foto itu saat akan duduk di bangkunya. Matanya langsung berkaca-kaca. Dia ingin sekali teriak tapi itu malah memperpanjang masalah. Ingin mengadu ke guru BK tapi ia akan jadi bahan tertawaan karena kalangan guru jadi tahu tentang gosip satu.

"Anak SMA pelakor!"

Suara itu keluar dari mulut Bella tapi Anya tak bereaksi, dia malas ribut. Ia segera melangkah menuju papan kemudian mencabut foto itu. Dia melangkah keluar kelas, muak rasanya berada di sana. Mau dijelaskan seperti apa juga mereka pasti tetap menganggap Anya ada hubungan cinta dengan guru matematika itu. Dia memilih diam lalu keluar kelas. Lebih parah lagi Bella dan Cesa mengikuti langkah Anya menuju toilet.

Blam!

Suara pintu toilet pojok kiri terdengar, tanpa buang waktu mereka langsung menuangkan cairan pel yang tersedia di pojok toilet. Mereka ingin Anya terpeleset begitu keluar dari toilet. Mereka sampai setega itu dengan teman sekelasnya sendiri.

Bel masuk menghentikan aksi mereka. Untung saja ada tim kebersihan yang segera tanggap jika ada yang tidak beres dengan lantai toilet. Dia segera membersihkan cairan pel licin itu.

Sementara Anya menangis di dalam toilet tanpa peduli dengan bel masuk. Dia kecewa dengan tindakan teman sekelasnya. Salah apa dia sehingga dituduh demikian. Dia hanya berniat sekolah, belajar tapi kenapa beredar rumor tak sedap tentang dirinya.

Bagai sebuah koneksi dari hati ke hati tanpa ilmu telepati, saat itu Bobby menelepon Anya. Dia merasa handphone di tangannya bergetar. Dia segera menggeser ke atas untuk menerima panggilan.

"Kak Bobby," jawab Anya dengan suara bergetar.

"Kamu di mana? Aku dikabarin Renata, tas kamu ada tapi nggak masuk kelas," tanya Bobby dari seberang.

"Aku nggak mau masuk kelas, mereka semua jahat!" rutuk Anya.

"Mana yang jahat sama kamu? Kalo cowok aku gebukin, kalau cewek aku patahin lipstiknya," ancam Bobby emosi.

"Kak, udah. Kita beda sekolah," Anya mengingatkan. Namun Bobby tetap pada pendiriannya. Dia tidak bisa membiarkan tindak kekerasan.

Di saat itu guru pengajar Bobby tidak masuk kelas, hanya meninggalkan tugas.

"Yo, titip tugas gue, lu yang tulisin. Nanti gue traktir batagor," titahnya yang membuat Rio melongo. Bobby memang nekat, dia tak peduli resiko apapun yang akan didapatkannya. Dia segera keluar kelas kemudian melangkah menuju tembok batas. Kemarin sudah kena hukuman tapi dia sama sekali tidak kapok. Apapun demi Anya. Sekarang keadaan Anya sedang kurang baik, dia ingin menolong.

Langkahnya semakin cepat menuju belakang kantin. Begitu sampai Dia segera menggeser tangga lalu dengan cepat naik dan lompat.

Srakk!

Begitu sampai ke lahan parkir kosong SMA 127, ada guru BK yang patroli sehingga dia mendarat tepat di depan pak Oky.

"Kamu ngapain?" tanya pak Oky dengan curiga. Bobby meringis, tak nampak rasa bersalah di matanya. Dia sudah sering menerima hukuman dan kali ini perbuatannya memang sudah keterlaluan sampai memanjat pagar sekolah tetangga.

"Pacar saya, Pak. Dia kena fitnah, kasihan."

"MAU SOK JADI PAHLAWAN, KAMU?" hardik pak Oky dengan tangan mengangkat ke atas seolah hendak memukulnya. Bobby refleks bergerak menangkis. Dia sudah biasa ada di posisi seperti itu, Entah berapa kali orang tuanya dapat panggilan ke ruang BK karena ulahnya.

"Pak, fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan!" Bobby mulai sok bijak. Padahal remaja seusia Bobby belum tahu mana yang baik dan buruk. Darah mudanya bergejolak, seolah ingin jadi yang paling benar.

"Sini ikut ke ruang BK!"

Sudah tertangkap basah, Bobby tidak bisa mengelak lagi. Bagai tahanan yang tertangkap, dia mengikuti pak Oky. Kepalanya tertunduk, harus ia akui jika memang tindakannya salah.

Begitu sampai di ruangan, dia digiring ke bilik khusus bicara empat mata dengan guru yang bersangkutan.

"Duduk!" pak Oky mempersilakan duduk Bobby dengan nada marah. Bobby hanya bisa duduk pasrah.

"Seragam SMK 21. Nama?"

"Bobby Hanggara," jawabnya dengan berani.

"Jurusan?"

"Tekhnik Mesin."

"Wah, calon montir," komentar pak Oky.

"Doakan, Pak. Saya mau buka showroom mobil," tukas Bobby mencoba mencairkan suasana.

"Amin. Itu nanti di masa depan tapi di masa kini Kamu kerjaannya masih belain pacar sampai manjat pagar sekolah," kata pak Oky. Nadanya tenang, jauh dari kata emosi. Dia jauh dari bayangan seorang guru BK yang galak.

"Pak, di sini ada tindakan bully, itu harus dihapuskan!" seru Bobby meledak-ledak sampai berdiri lalu menggebrak meja.