Bobby celingukan sambil mengusap kepalanya. Tadinya dia berharap bisa bangun karena belahan rambut Anya. Namun ternyata salah, tepukan tangan Renata membangunkannya dengan rasa perih di pipi.
"Malu-maluin, lu," desis Renata pelan khawatir mengganggu penonton lain.
"Anya mana, siniin," bujuk Bobby.
"Awas lu, sampe ngiler di pundak orang," kata Renata dengan perlahan tapi tajam. Tangan Bobby menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dia merasa malu sekaligus senang karena mendapat perhatian dari Anya. Gadis itu tertawa menggelitik sejak tadi melihat kelakuan Bobby yang spontan. Harusnya sejak awal dia bilang mau mentraktir nonton bioskop untuk mencari tempat tidur.
"Abis gimana gue nggak betah nonton apapun, jarak lima menit pasti langsung tidur," kata Bobby, dia garuk-garuk kepala karena malu sedangkan Renata tertawa cekikikan tanpa suara. Saking konyolnya tingkah Bobby pada saat baru pertama kenalan. Jujur saja, Anya memang pernah melihat Bobby di lingkungan Perumahan tempat dia tinggal tapi tak pernah berani menyapa hanya sekedar tahu kalau mereka sekolah di tempat yang bersebelahan.
"Nya, maafin nih kancrut, emang rada nggak beres orangnya," ucap Renata menjadi penengah. Lain kali ia tidak akan mau berada di antara Bobby dan Anya. Biar dia sendiri yang menjalani kisahnya sendirian. Tugasnya sudah selesai menjadi jembatan yang diseberangi Bobby untuk sekedar berkenalan.
Film hampir selesai dan menunjukkan ending dengan tangis haru disambut dengan tawa terpingkal yang tidak berhenti dari bibir Anya. Sungguh tidak nyambung antara film yang mengharukan dan romantis dengan tawa yang seperti itu. Seolah bioskop hanya setting tempelan dalam sketsa komedi.
Tanpa mereka sadari penonton lain sudah mulai keluar saat lampu di dekat layar sudah dinyalakan.
"Udah, yuk," ajak Anya dengan sisa tawanya membuat Bobby semakin habis karena malu.
"Kak Bobby, nanti aku ganti uangnya," janji Anya.
"Nanti aja, kalau kita udah sampai ijab Kabul," ucapnya asal ceplos tapi penuh dengan keyakinan. Renata menyerah, dia sudah tidak mau ikut-ikut lagi. Terserah Bobby mau merayu Anya seperti apa.
Mereka bergegas keluar dari bioskop lalu melanjutkan perjalanan keliling Mall.
Obrolan mulai mengalir, kejadian tidur di pundak Anya tadi malah menjadi topik hangat. Mereka berdua terus membicarakannya bahkan dari gerakan itu bisa diketahui kalau dibalik penampilannya yang gahar, Bobby adalah cowok yang manja.
Renata semakin jadi obat nyamuk, yang lain malah tidak sadar kalau ia Berhenti sejenak karena membeli teh boba. Mungkin kalau ia mundur dan pulang, Anya dan Bobby tidak akan sadar.
"Ren, sini!"
Hanya menoleh, dia bermaksud membelikan Renata sebungkus kulit ayam crispy. Renata berjalan tergopoh-gopoh sambil menyedot minuman bobanya.
"Kirain gue dilupakan," keluhnya disambut gelak tawa dari Bobby.
"Ya kalian sih, terlalu menikmati kencan berdua," sindir Renata karena sudah dicuekin.
Anggap saja ini kencan pertama untuk saling mengenal antara Anya dan Bobby. Renata hanya sponsor yang mendukung sepupunya pedekate. Sudah kelas 12 SMK, Bobby baru saja ditinggal pacaran saat masih menjalani praktek kerja di kantor travel. Begitu mudah bagi anak muda ketika ditinggalkan kemudian mencari seseorang yang baru. Namun Bobby yakin kalau Anya bukanlah pelarian. Sejak dulu memang Bobby ingin kenalan tapi walaupun satu perumahan, malah akan terasa aneh kalau tiba-tiba berpapasan kemudian minta kenalan. Butuh perantara untuk menjalankan skenario perkenalan.
Usai mengelilingi mall saat jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, mereka pulang dengan taksi dan langsung memulangkan nanya ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, Anya mendapat blow kiss dari Bobby. Rayuan yang cukup berani dilontarkan padahal mereka baru saja berkenalan. Toh, Anya tidak keberatan. Dari kesan pertama yang dirasa, Bobby cukup sopan terlepas dari tindakan tanpa sadar yaitu kepala yang jatuh ke bahu Renata.
Sebenarnya tindakan itu sengaja, sekedar untuk berkomunikasi secara bahasa tubuh, tapi apa daya namanya juga usaha Bobby untuk mendekati Anya. Apa yang Bobby inginkan harus segera ia miliki, kalau tidak begitu ia akan segera mencari cara lain untuk mendapatkan perhatian.
Begitu aja menginjakkan kaki di depan pagar, ya segera ingin putar balik dan memanggil taksi itu untuk menjemputnya. Ia lebih baik ikut Bobby atau Renata daripada pulang ke rumah dengan pak Jamal yang sudah menunggu. Sebenarnya beliau ingin berbicara dengan Tonny, papanya. Namun gosip yang beredar di sekolah semakin membuatnya sungkan. Dia masih berharap gosip itu tidak sampai ke telinga guru di sekolah sampai Pak Jamal tahu.
"Permisi," kepalanya tertunduk. Dia merasa aneh saat bertemu dengan pak Jamal baik di dalam maupun luar sekolah.
"Anya? Sini gabung, anak perempuan yang pertama aku lihat pas TK ya, Tom."
Entah basa-basi atau bukan, pak Jamal berusaha mendekatkan diri, dia tidak peka kalau Anya sedang jengah. Dia merasa tidak nyaman pada saat itu. Bukan salah dirinya kalau ternyata Pak Jamal gurunya di sekolah adalah teman baik ayahnya.
"Anak ini memang dari TK sudah terkenal imut dan cantik tapi nggak ada yang mau tuh sampai sekarang masih jomblo," goda papanya. Anya menganggap semua yang keluar dari mulut papa dan pak Jamal tidak akan mengubah hidupnya, sama sekali tidak berarti. Dia pun hanya memberi senyum tipis kemudian segera masuk ke kamar. Dia mengalihkan pikiran dari kedatangan Pak Jamal pada kebersamaannya dengan Bobby dan Renata tadi.
Anya melempar tas ke kasur. Sadar dia masih umur 17 tahun, sudah kelas sebelas. Terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa dia menerima Bobby dalam hidupnya. Hanya saja dia menyambut dengan ucapan selamat datang. Tak disangka, si mata sipit itu berhasil membuat Anya gemas. Dia membuka handphone, ada dua foto yang diambil sama Bobby dan Renata. Pose saling tersenyum sambil menyipitkan mata. Mata Bobby terlihat seperti garis miring yang lucu. Anya akan menyimpan foto itu. Tak tahu bagaimana ke depannya, Anya akan menjalani saja. Dia masih remaja, perjalanan yang masih sangat panjang ada di hadapannya. Harus ia jalani entah bersama Bobby atau siapapun nantinya.
Namun di luar sana gosip sudah mulai menjadi-jadi. Ada seseorang yang menggoreng berita palsu itu sehingga semakin seru untuk diperbincangkan sampai ada grup chatting yang khusus membahas gerak-gerik Anya. Untuk detik ini bahkan Anya bernapas saja sudah bisa jadi sasaran komentar buruk.
Entah apa tujuannya sampai dibentuk grup sekumpulan orang yang membenci Anya. Dia hanya gadis biasa yang sekolah dan bergaul sebagaimana mestinya tapi rumor yang beredar tentang dirinya sempat kencan dengan pak Jamal, ditambahi dengan bumbu-bumbu yang membuat berita bergulir menjadi gosip hangat seantero sekolah.
Andai Anya tahu sekarang dia sedang menjadi sasaran pasukan nyinyir yang ada di sekolah.