Chereads / I'm Yours (perjuangan cinta) / Chapter 30 - 30 Wedding Regas and Natalie

Chapter 30 - 30 Wedding Regas and Natalie

"Tahu, mungkin kami bisa pacaran." Eli tertawa pelan lihat ekspresi wajah Ara. Tak nyaman sekaligus kaget. Dari tatapan itu pun terlihat jelas Ara tak setuju. "Jangan tegang, aku tak akan pacaran dengannya. Aku tahu diri kok. Aku bukan orang baik. Cukup punya anak. Setelah itu cukup."

Ara tersinggung. Ia memandang bukan begitu tujuannya. Eli tidak najis. Terserah Eli mirip jalang tak punya harga diri sekalipun, Ara tetap di pihak Eli. Sampai kapanpun Ara tak tinggalkan Eli.

"Oh, aku harus kerja. Besok hari pertamaku."

"Kau tidak mau kasih aku semangat. Nanti gaji pertama aku belikan kamu kalung couple."

Eli mengedipkan sebelah mata.

"Aku bingung, Kak."

"Gak usah bingung." Eli mengibaskan tangan. Tawa renyah muncul. Sebelah mata Ara mengerjap aneh.

"Kak, kak Regas."

Eli ikuti arah pandang Ara. Mata melihat ke belakang. Tepat di samping Regas ada Redis.

Firasat Ara tak baik.

"El, ikut Dad."

Eli pegang pelan tangan Ara, menyakinkan Ara percaya padanya.

"Aku pergi. Jaga diri. Belajar yang giat."

"Oke. Nanti kita bicara."

Ara usap pelan lengan Eli. Cukup setuju. Permintaan tak langsung Eli sangat berarti. Eli ingin hidup lebih baik. Hidup sesuai keinginan dirinya.

***

"Menikah?"

Eli lihat Regas. Lelaki tersebut senyum miring. Senyum meremehkan bercampur wajah julid. Tangan Eli gatal ingin mencakar wajah menyebalkan Regas.

"Tidak mau."

"Ini perintah Eli, bukan permintaan. Kalau kau masih mau tinggal di sini, kau harus menurut."

"Baiklah, kalau begitu aku keluar."

"Kau."

Eli senyum tipis. Lihat Regas sekilas, setelahnya Eli kembali fokus ke Redis. Tatapan Eli tegas.

***

"Eli. Kau tak boleh pergi." Rein pegang tangan Eli. Eli sudah menenteng koper. Sudah ada tempat dituju. Ngekost pun Eli tak masalah.

Eli tatap Rein tulus. Perempuan itu memberikan banyak hal ke Eli, termasuk kehidupan.

"Tak apa-apa Mom. Aku janji tak akan macam-macam. Aku janji selama masa pengasingan aku baik. Mom hanya perlu percaya."

"Kak." Ara tak suka. Ia pegang tangan Eli. Pergi bukan sekedar ucapan biasa. Sudah Eli putuskan.

Tangan Rein mengepal. Tak ia biar Eli pergi. Dulu Rein di pengasingan, Eli sudah Rein anggap anak kandung, bukan anak angkat. Keputusan itu pula yang membawa Rein nekat buat keputusan menjadikan Eli saudara kembar non identik Ara.

Berbagai kemungkinan buruk rela Rein ambil. Tak ada seorangpun yang bisa memisahkan mereka.

"Tunggu sebentar," ucap Rein. Eli sontak terdiam. Rein senyum. Eli tetap anaknya yang penurut. "Tunggu sampai Regas menikah. Anak itu biarkan saja. Sifatnya sulit Mom kendalikan. Dia lebih buruk dari Redis. Biarkan Regas menyesal, setelah itu Eli, jika dia meminta ataupun memaksamu kembali, pikirkan baik-baik sebelum setuju. Kau tidak terikat janji apapun. Cukup lindungi dirimu."

"Mom membebaskan kamu memilih."

"Biar Mom bicara dengan Redis."

Rein menyingsing lengan baju, bersikap seperti hendak perang. Ara pasrah. Bingung memilih antara mencegah Eli atau mencegah mommynya. Smeua sama-sama berdampak buruk.

"Mom." Ara pegang baju Rein. "Berhati-hatilah Mom, aku gak mau lihat Mom terluka. Bertengkar pun tolong hindari."

Rein senyum tulus, ia usap lengan Ara. "Tenanglah, kau tak harus khawatir. Dad kalian otaknya agak gesrek, tapi dia tidak sangat buruk. Percaya ke Mom, ya."

Ara mengangguk. Mommynya melakukan hal benar. Ara percaya ke Rein. Rein pergi. Eli menghela napas.

Ara beralih fokus ke Eli. Yang ditatap balas menatap lurus. Dari tatapan Eli, sudah ia pikirkan baik-baik.

"Jangan pergi."

Ponsel Ara berbunyi, detik itu juga aAra berdecak. Seperti ada penganggu hidup.

"Kak Demian gak kerja?" Ara mengoceh. Tak habis pikir. Apa-apaan sih?

"Dia menghubungimu?"

"Benar Kak."

Eli mengulum senyum. "Ku pikir kak Demian menyukaimu."

Mulut Ara menggangga. Dengan segala akal sehat dengan senang hati Ara tampik ucapan Eli.

Mulut Ara mengerucut. "Mana mungkin. Apa yang dia lihat dari bocah SMA sepertiku?"

Eli lihat Ara dari atas sampai bawah. Memperhatikan Ara, sekalian menilai bagian mana dari Ara yang patut dipertimbangkan. Menjadi sisi menariknya.

"Gak ada sih, setidaknya kamu dewasa. Tidak mengikuti umur. Well." Eli memperhatikan penampilan Ara dari atas sampai bawah, tepatnya lebih intens. "Kau anak kecil versi dewasa. Kau imut Ar."

"Sudah ah. Jangan menggodaku. Aku harus memperingati orang kurang ajar ini. Dia buat kepalaku pusing."

Eli menggelaeng lihat kelakukan Ara. Secepat kilat Eli terpikir akan sesuatu. Berubah-ubah. "Bukankah kak Demian berpacaran dengan Talie?" Eli terpikir akan sesuatu. "Wait, Ara dekat kak Demian sebab apa, ceritanya bagaimana?"

Eli tatap lurus punggung Ara. Banyak hal yang ia pikirkan. Tangan Eli mengepal. "Ara berjuang keras. Siapa yang membantunya. Sendirikah?"

Eli lihat ponsel. Satu hal yang Eli pikir, ia lepas koper berisi pakaian. Lalu ponsel sudah di tangan. Nomor tujuan Eli adalah Max.

[Halo Max.]

[Halo El, tumben kau menghubungiku.]

Telepon cepat diangkat. Eli senang dan bangga terhadap yang ia lakukan. Max cepat tanggap saat seseorang perlu dengannya.

Di sebarang sana Max terkekeh. Hubungan mereka sebatas di sekolah, sisanya di dunia virtual, sangat jarang keempatnya mengerusuh satu sam lain. Grup squad pun sepi mirip kuburan.

Ada tugas, otak masing-masing connect. Ketimbang bertanya, lebih baik usaha sendiri. Kalau tak paham, ada guru les privat.

[kau bantu Ara menemui kak Demian. Aku tahu, Ara yang bilang.]

Max spechless. Tak tahu harus merespon seperti apa. Napas Max mulai tak beraturan.

[Hahaha, El. Bukan. Kau salah paham. Kami memang bantu sedikit. Kau tenang saja, ini tak berdampak buruk padamu.]

[Harusnya kau mencegah, Max. Bukan mendukung.]

[Ck, jangan sok bisa. Kau suka menyelesaikan masalah sendiri. Aku menghargai itu, tolong ya Eli, belajar bersyukur. Kami berusaha keras.]

[Aku tak mau merepotkan kalian. Sekarang lihat, Ara terjebak masalah.]

[What do you say?]

Max yang sebelumnya berposisi duduk bangkit. Refleks melakukan hal tersebut.

[Ara ditelepon kak Demian terus. Itu bagian rencana?]

Cukup lama Max terdiam. Drama dimulai. Max usahakan tak bersikap aneh. Biar ia selesaikan sendiri.

[Benar. Kau tak perlu khawtir. Aku akan melindungi milikku.]

Eli rolling eyes. Max punya kepercayaan diri. Sayang sekali sikap itu kurang menguntungkan. Beberapa hal kurang baik.

[Jangan menyesal, siapa tahu nanti Ara kecantol orang lain. Sifat Ara dewasa, tak menutup kemungniann dia terjebak pesona kak Demian. Setidaknya mereka sama-sama dewasa.]

Max tak mereposn.

[Pikirkan baik-baik. Aku tutup.]

Max menurunkan telepon. Tangan mengepal kuat. Miliknya tak boleh diambil orang.

"Shit."

***

Hari pernikahan. Berkat Rein, Eli tak jadi pergi. Eli masih menghadari hari bersejarah Regas dan Natalie. Eli senang. Tak masalah ia tidak menikah dengan Regas. Kebahagiaan bukan berasal dari orang dicintai akan tetapi menyakiti.

Eli ingin meyakinkan dirinya.

*****