[Boleh, sangat boleh. Buat keponakan yang banyak buat aku. Eh, sekarang aku lagi sama kak Damie, jangan ganggu. Quality time me. Nikmati waktu kalian.]
Tut.
Regas hampir akan lempar ponsel kalau tak ingat ponsel tersebut barang penting. Regas tak mau beli baru. Ditambah tuh ponsel benda kesayangan. Selama belum lelet, pakai terus.
"Hear, dia setuju."
Regas menaikturunkan alis.
"Besok kita menikah. Dengan begitu aku punya hak larang kamu dekat-dekat Azka."
"Kamu tahu gak sih Regas. Azka suka Raras. Azka gak suka aku, dia hanya ingin minta bantuan melupakan Raras, gak lebih. Kamu sebagai kakak lelaki gak peduli ke Raras. Sebab itu, biar aku yang melakukannya. Aku dan Raras bukan saudara kandung, setidaknya aku dan dia bersama sejak kecil, Mom merawatku sepenuh hati. Tidak perneh membedakan perlakuan antara aku Raras."
"Terus kamu mau balas budi?"
Eli sempat bungkam. Ucapan Regas benar, namun kalau orang itu yang bicara jadi terdengar sarkas, menohok menghunus bagai pedang ke ulu hati Eli.
Lalu rasanya sakit.
"Bukan, aku ikhlas. Aku menyayanyi Raras, dia adikku dan Mom merawatku sepenuh hati. Mereka keluargaku. Mereka membuatku ada sampai sekarang dan aku sangat bersyukur. Andai bukan sebab menghargai Mom dan Raras, aku tak akan bertahan denganmu. Biar aku yang menjaga Raras."
"Tidak juga pakai cara kamu dekat-dekat Azka. Dulu aku overprotektif ke Raras. Dia dekat Azka pun aku melarang. Sudah lama aku tahu Azka menyukai Raras."
"Terus kamu diem doang gitu?"
"Gak juga. Kakak lihat yang aku lakukan."
Dahi Eli mengerut. Tak paham maksud Regas. Setidaknya satu hak yang Eli tahu, ia tak boleh terjebak. Regas mendekat ke Eli. Eli tak sempat menghindar sebab lelaki itu tahu-tahu sudah tahan tubuhnya. Eli bingung, keringat dingin mulai mengalir di sela-sela punggung.
"Jangan lupa, besok kita menikah. Kau menolak, aibmu aku sebar."
Eli mendengus. Regas kurang ajar.
"Bajingan. Kau tak jauh beda dengan Taile. Pantas kalian dijodohkan. Kalian cocok."
Regas angkat bahu acuh. Sudah ia lepas pegangan di wajah Eli.
"Perjodohoan bisnis tak harus dianggap serius. Dia sudah punya pacar, aku juga. Lebih daripada itu, aku dan kamu akan menikah."
Eli benci terjebak keadaan. Kalau boleh, Eli sangat ingin mengamuk. Terjebak dengan Regas bukan hal baik.
"Mungkin sangat baik kalau aku mulai susun strategi," ucap Eli dalam hati.
Eli bingung.
***
"Kak, kamu serius?"
"Mom sudah tahu?" Tak henti-henti Raras bertanya. Bagi Aileen segala macam hidup berharga. Pernikahan bukan hal pas dibuat main-main.
Pernikahan sangat penting.
"Sudah."
Mata Ara melotot hampir akan keluar. "Terus apa kata Mom?"
Eli angkat bahu acuh. Mata menerawang. Sebenarnya Eli tidak sangat takut. Ada hal yang lebih penting. Eli berucap serius. "Mom bilang setuju. Mom percaya penuh ke aku."
Ara sangksi. Perlahan ia dekati Eli. "Masa sih Kak, Mom setega itu ke Kakak?"
Eli senyum, ia usap pelan kepala Ara. Ara makin khawatir. Lihat Eli berjuang keras, terasa ada yang sakit. Hubungan mereka terbilang baik. Hal kecil pun akan sangat berdampak.
"Aku cukup bisa diandalkan, Raras. Kamu harus banyak belajar. Aku benci sistem berpikir Regas. Dia menjunjung tinggi strata geep gander. Kalau kamu gak sanggup berada di nomor duakan, lebih baik buat label sendiri. Biarlah Sanjaya Corp Regas yang pimpin. Maksudku, kamu jangan mau direndahkan. Regas sudah gak waras sistem berpikirnya."
"Salah satu alasan kak Regas benci aku mungkin itu, Kak. Aku pun bingung, kak Regas menyalahkan sesuatu yang sebenarnya tak perlu dia salahkan." Eli mengangguk. Pusing, Eli pun menghela napas.
Ara pegang pundak Eli. "Kak, setiap manusia punya batas. Tolong Kakak jangan sampai terlalu memaksakan diri. Saat Kakak terpuruk, jadikan aku orang pertama bantu Kakak berdiri. Aku bangga lihat Kakak kuat, di samping itu aku juga gak mau Kakak terlalu memaksakan diri. Lawan Kakak, kak Regas lho. Kak Regas sedikit rumit dari lelaki kebanyakan. Sulit menanganinya."
Eli mengangguk paham, ia tahu tempat mana berpijak.
"Kamu gak uash khawatir, aku tahu yang aku lakukan."
"Syukurlah Kak."
"Kamu kasih restu kan aku dan Regas nikah?"
Raras menggelrng. "Entahlah Kak, pernikahan seumur hidup. Aku harap Kakak gak salah pilih. Saat kak Regas kecil dulu, dia terbilang baik. Seiring pertambahan usia, dia makin tak terkendali. Untuk saat ini aku pikir Kakak salah."
"Kau benar. Well, bagiku pernikahan lebih banyak sulit daripada enak."
"Nah, maksudku juga begitu." Ara mengangguk. Tangan sudah Ara lepas, setelahnya Ara kembali lihat Eli. Tatapan support khusus keluarga. "Jalani dulu Kak. Yang aku tahu, Kakak sudah di unboxing kak regas. Biar orang yang seharusnya bertanggung jawab mempertanggungjawabkan perbuatan yang ia lakukan."
Tiba-tiba Eli mewek. Tak sampai hati dengar ucapan Eli. "Terima kasih banyak. Kamu dan Mom menyokong kakak sampai sekarang. Kakak harap kamu punya nasib baik, Dik."
"Tentu Kak."
"Oh ya, kamu sudah jadian dengan Demian?"
Raras buang wajah, di muka muncul sedikit rona. Raras akui ia malu. "Belum. Hubungan kami bisa disebut teman tapi mesra. Meski gak ada unsur mesra berlebih." Ara garuk kepala yang tidak gatal. Senyum memaksakan muncul.
"Kapan kalian mau official?"
"Tidak dalam waktu dekat ini," pungkas Raras.
"Terus, kak Demian gimana?"
"Maksud Kakak?"
Eli sedikit gusar. Gemas, tangan Eli sudah terangkat untuk becek-becek wajah Ara. Gemas tersebut tak mampu dicegah. Pipi Ara jadi sasaran empuk cubitan Eli.
"Aw, Kak. Sakit."
"Kak Demian, Raras. Tuh orang masih dekat kamu. Pernikahan Regas dan Talie lanjut, kau masih dekat Demian?"
"Gak juga sih," ucap Ara. "Aku sama kak Demian cuma sedikit dekat. Gak dekat-delat banget. Kami menjalin hubungan formal."
"Aku pikir kak Demian tertarik ke kamu."
Raras kaget, tak menduga kalau Eli berpikir begitu. Terlalu jauh, Eli tidak begitu. Terlintas di otak Raras pun gak pernah. So, wajar Raras kaget bukan main.
"Oh ya, aku malah mikir kak Demian tertarik ke Kakak."
"Gak bakal Ar."
"Hem." Raras mengangguk. Setelahnya Raras menguap. "Aku ngantuk, tidur yuk. Besok Kakak menikah, aku turut bahagia."
"Semoga keputusan aku tepat, Ar."
"Aku harap begitu, Kak."
***
Regas pakai jas rapi. Eli hanya pakai kebaya sederhana. Pernikahan digelar tertutup. Di situ ada Nataile. Sedari tadi wajah perempuan itu datar. Orangtua Nataile tidak datang. Jelas tidak datang, pihak keluarga mengamuk kalau tahu Regas menikah lagi.
Jikalau orangtua keras kepala paksa menikah, Regas dan Talie tak kalah licik susun strategi menghindar. Regas dan Eli tidak sangat bodoh. Perjuangan cinta tidak sembarang.
*****