"Aku gak tahu." Eli merinding, napas hangat Regas menerpa leher. Regas pakai acara memposisikan kepala di ceruk leher.
Jantung Eli jelas tidak aman. Tidak baik.
Helaan napas terdengar. Eli harus sabar sekaligus tahan diri. "Kau mau aku cium?"
"Beneran?"
Pelukan Regas makin kencang. Eli senyum miring lihat kelakuan Regas. Lelaki itu, sangat-sangat bodoh. "Idiot, aku bercanda. In yout dream."
"Cih, harusnya aku tahu," ucap Regas.
Sret. Tubuh Eli dibalik. Kurang lebih seperti membalik kue di pemangangan. Tepat di hadapan Eli, Regas bersmirk. "Don't forget it, don't play with me, Elisabeth. You're mine."
Regas cium Eli, rencana tersebut lebih dulu terbaca. Eli bersyukur otaknya tidak ngelag sebelum berjuang. Ciuman Regas mengenai tengan Eli, tidak lebih. Lebih dulu Eli menaruh tangan di bibir sebelum Regas menciumnya.
Mission failed.
Regas mundur. Secara otomatis pelukan terlepas. "Sialan, semua orang sama. Buat aku kesal terus."
Tak cukup, Regas melengos.
Hal sama dilakukan eli. "Kita gak punya hubungan apa-apa. Hal yang aku mau dari kamu sudah selesai."
"Kau pikir sekali berbuat langsung jadi?"
Eli menimbang-bimbang, benar juga ucapan Regas. Asyik berpikir, Regas kembali berucap.
"In your dream, elisabeth. Sebelum kamu benar-benar hamil, kita harus banyak beruvsaha."
Eli berekspresi seadanya. "Masa sih aku jadi budak nafsu? Satu kali melakukan menyesalnya sampai sekarang. Aku bodoh. Bertemu Regas adalah kesalahan paling besar yang pernah aku lakukan seumur hidup." Eli bergumam dalam hati. Tak mungkin ikut ucapan Regas. Mau sekuat apapun rayuan maut, Eli tak boleh terjebak.
"Aku bilang, aku akan menikahi kamu Elisabeth. Aku dan Natalie hanya nikah kontrak."
Dari pada meledeni Regas, alangkah lebih baik Eli lanjut masak. "Aku gak bisa percaya kamu. Emosi kamu berubah-ubah. Seperti mood, kalau kamu lagi baik kamu bisa bersikap baik. Sebaliknya kalau tidak, kamu marah-marah. Aku bukan tempat pembiasaan emosi tak stabil. Aku gak mau terjebak di situasi itu."
"Kamu yang mulai."
Cukup satu ucapan Regas berhasil buat Eli bungkam. Agaknya Eli perlu mempertimbangkan ucapan Regas. Lelaki itu benar.
Eli menghadap Regas.
"Ya sudah, nanti aku pikirkan. Aku tahu kamu sibuk, sana kerja. Jawabanku akan aku bilang bersamaan antar omelette pesanan kamu."
"Call. Aku tunggu di meja makan."
Regas berbalik. Eli ikuti kepergian Regas melalui ekor mata. "Dia butuh tempat berpegangan, apakah aku yang harus jadi orang itu?"
Eli menengadah. Mata menerawang. Langit-langit dapur sama putihnya dengan otak Eli, secara langsung Eli kena mental.
"Jawaban harus aku beri hari ini, tidak lama."
Muak, Eli usap rambut gusar. "Ya sudah, tinggal dilakukan."
Masakan selesai, Eli beri masakan tersebut ke Regas. Dugh!
Regas kaget, Eli setengah rela dan tidak berikan masakan. Saking kuat meletakkan makanan sampai berbunyi.
"Kamu gak ikhlas?"
"Ikhlas kok."
Eli duduk di kursi samping Regas. Tangan dipakai menyangga wajah. "Makan." Pakai ekor mata, Eli suruh Regas makan makanannya.
"Gak kamu masukin racun, kan?"
"Gak, aku masukin obat tidur aja."
Regas tertawa setengah memaksa. "Humor kamu jelek. Gak lucu, garing mirip ikan goreng."
"Daripada kamu otak bulan gosong."
Regas tak terima. "Aku gak mesum."
"Bukan bulan gosong maksud aku, ikan gosong." Eli kasih klarifikasi. Enak aja dia disebut begitu oleh Regas.
Berdebat takmada gunanya, tak juga berakhir. Lebih baik Regas cukupkan.
Waktu adalah uang, prinsip Regas pakai untuk itu. Cepat-cepat Regas masukkan satu omelette tanpa sendok ke mulut.
"Heh, pakai sendok." Tangan Regas dipukul eli. Kalau tuh omelette belum masuk mulut, sudah dipastikan jatuh. "Jorok, aku siapain sendok untuk dipakai."
Regas melengos.
"Aku gak mau, jadi gimana?"
Cukup, biarkan akal sehat Eli tetap kokoh di tempat. Hal buruk contohnya Regas lebih baik Eli kesampingkan.
"Bagaimana, kau sudah punya jawaban?"
"Sudah." Eli lepas tangan di dagu. Ia pun tersenyum tipis. "Aku setuju. Well, setidaknya kita menikah dulu."
"Menikah, jadi kamu mau menikah siri?"
Eli menunduk, dulu mati-matian tentang keputusan Regas dan Redis sampai keluar rumah pun Eli mau.
Ingat masa-masa tersebut terasa aneh. Setelahnya Eli mendongkrak. "Kalau bukan aku simpati ke kamu, aku tak akan melakukannya."
"Jadi kau mau?" Regas bersmirk. Lihat senyum jenis begitu, eli menghela napas. Sudah cukup, Eli tak mampu bilang apapun lagi. Eli no comment.
"Iya. Kalau kita tidak cocok, tinggal cerai."
Mata Regas membulat.
"Hey, nikah itu bukan main-main, lho."
"Sadar diri, kamu mempermainkan perempuan. Aku yang paling banyak merugi."
Mulai keluar jurus ngejulid Regas. Saat sesuatu tak berjalan sesuai yang ia mau, Regas bisa bersikap buruk.
"Salah kamu. Kamu idiot, coba kalau pakai otak, gak mungkin kita begini."
"Mulai ya mulut kamu nyebelin."
Keputusan Eli sudah bulat, Eli becek-becek wajah Regas. Yang penting hati plong.
Dapat serbuan tiba-tiba jelas Regas kalang kabut. "Lepas. Daripada kamu jambak rambut aku, lebih baik kamu makan nih omelette. Rasanya enak. Lho."
"Habiskan. Kalau aku gak suka kamu, sudah dari dulu aku bunuh kamu tahu gak."
"Kamu bunuh aku." Mata Regas mendelik mirip burung hantu. Mengingatkan Eli ke boneka Annabelle juga. Lengkap, Regas si setam mirip iblis. Sayang sekali tampan. "Siap-siap masuk penjara. Sanjaya Corp kehilangan perwaris terkuat."
"Ara kamu kemanain?"
"Dia perempaun."
Mata Eli berkilat marah. "Perempaun pun berhak dapat hak waris. Asal berkompeten dan dapat diandalkan, dia layak. Jangan main-main kamu."
Regas menggeleng acuh. Muka dibuat sedatar mungkin.
"Walau bagaimanpun tetap aku yang bakal dapat warisan paling banyak. Lelaki dua kali lipat perempuan."
"Perempuan gak kalah baik dari lelaki."
"Kamu kenapa sih sensian?"
"Terserah aku, kamu nyebelin."
"Lagi hamil?"
Kepala Regas harus terima dipukul Eli. "Jaga mulutmu. Gak mungkin sudah jadi. Belum lama kita melakukan."
Muncul rona merah di pipi Eli. Cepat-cepat Eli menggeleng, buang jauh-jauh pikiran aneh di kepala.
"Terserah, kamu sudah setuju, aku mau besok kita nikah."
"Gak mau, kamu izin dulu ke Nata. Walau bagaimanapun dia tuh istri kamu."
"Istri kontrak," pungkas Regas. "Itu mau kamu, its ok, bukan masalah. Tunggu, aku telepon si mulut cabe."
Eli hampir akan tertawa, bahan Regas pun ilfell ke Talie. "Heran dah, kok kak Demian mau-maunya pacaran dengan Nata? Tuh bocah benar-benar masih bocah, kerjaannya buat orang kesal terus."
Lama berpikir, Eli tak sadar. Tahu-tahu telepon tersambung. Saat dengar suara Taile bisa Eli pastikan ekspresi wajah tidak baik, terlihat menyedihkan. Tak dapat dikontrol. Regas tak main-main. Lelaki itu serius.
[Nataile Davidson Medika, aku dan Elisabeth mau menikah siri, kau membolehkan?]
Eli melotot. Regas gila!!!
*****