Chereads / I'm Yours (perjuangan cinta) / Chapter 31 - 31 Regas dan Natalie Hanya Menikah Kontrak

Chapter 31 - 31 Regas dan Natalie Hanya Menikah Kontrak

Eli tak punya emosi. Wajah datar, tenang, perawakan anggun, wajah cantik, dan senyum tipis. Ketimbang sedih, Eli senyum lihat orang-orang di depannya. Banyak hal Eli lakukan dan semuanya cukup pas.

Galau, no. Tidak sangat berlaku ke Eli.

Eve menyenggol lengan Eli. Sebelumnya Eve berdehem dulu.

"Kau diam di sini?"

"Memangnya aku harus ke mana?"

Eli balik kedaaan. Eve terkekeh canggung, Eli bisa cerewat dan pendiam. Tak jarang perempuan itu diam seharian, atau kalau baterainya full, mengoceh tanpa henti. Permainan emosi Eli bagus. Terkadang tak tertebak.

Eli punya duality bagus.

"Bergabung dengan keluarga." Eve angkat bahu acuh. Mata menatap lurus keluarga besar Sanjaya. Senyum bahagia muncul.

Ralat, dua keluarga, bukan satu. Davidson and Medika.

"Belum acara formal. Aku bebas ingin di manapun." Eli angkat bahu acuh.

"Oke, nikmati pestanya." Eve mengangguk. Tidak bersemangat menganggu ketenangan Eli.

"Hem."

Eli lihat Regas dan Talie. Fake smile. Di pelaminan kedua orang itu pasang senyum selebar mungkin. Sayang sekali senyum tersebut palsu.

"Ku pikir pernikahannya digelar tertutup. Oke, biar ku ralat, mungkin semi tertutup, buktinya kau diundang."

"Begitulah."

Eli minum jus jeruk. Azka tiba-tiba melambaikan tangan, sekitar kurang lebih beberapa detik, Azka menghampiri Eli sembari tangan melambai ceria.

"El."

Eli mengalihkan pandangan, saat ia lihat Azka menghampiri. Eve senyum tipis. Reaksi Eli buat gemas. "Oh, aku pergi, gak mau ganggu quality time kalian." Eve mengedipkan sebelah mata.

"Nikmati waktu. Hidup hanya sekali, di dunia selanjutnya, belum tentu hidup seperti sekarang."

Terkekeh pelan, itulah yang Eli perbuat. Eve bukan aktivitis rohaniah bagus. Selebihnya perempuan itu pendiam.

Sejak dulu, Eve netral. Sikapnya jarang menunjukkan rasa suka ke lawan jenis. Justru terkesan cuek. "Bahkan saat Max bawa dia ke pesta, Eve datar. Dia terlalu datar. Hidup keras pastilah buat dia berpikir lurus, cinta jangan dulu," pikir Eli dalam hati.

"Hey, kau sendiri? Kok Eve pergi?"

"Dia random dan netral. Mau kemanapun bebas. Saat tak ingin di sini tinggal pergi. Tidak ada alasan khusus untuk itu. Kalau kau ingin menyusalnya, sana pergilah."

"Eii, kau mengusirku?"

Eli change ekppresion face. "Ehem." Tubuh Eli ia tegakkan, padahal memang sudah tegak. Eli akui ia salah tingkah.

"Maaf, bukan itu maksudku."

"Oke, no problem Kau tenanglah, aku bukan tipe orang mudah tersinggung."

Eli senyum canggung. "Oh ya, ngomong-ngomong, kau cantik. Siapa yang mendandanimu?"

"Ara." Eli melirik Azka melalui ekor mata. Tepat seperti dugaan, raut wajah Azka berubah. Sedikit. Paling tidak masin bisa Eli lihat.

"Tuh, kau lihat."

Azka mengikuti arah pandang Eli. Di sana, Azka lihat Ara bersama Max dan seorang lelaki berusia matang. "Demian Davidson. Bagus sekali."

Mengerjap, Eli pun lanjut bicara. "Oh, dunia bisnis bagus. Kau pasti kenal banyak pengusaha, CEO, investor dan semua orang."

"Ah tidak begitu juga. Terima kaish. Aku hanya mengenal beberapa."

Eli rollong eyes. "Tak perlu berterima kasih, aku tak melakukan apapun."

"Aku serius, kau cantik."

Eli mengela napas. Azka tipe fuckboy. Rayuan terkesan basi. "Saranku lebih baik kau mendekati Eve. Dia memang bukan dari keluarga besar. Walau begitu dia punya point penting. Soal sifat, kepribadian, otak dan takdir, aku yakin dia punya takdir cukup bagus. Otaknya akan banyak membantu nanti. Minta bantuan padanya, jangan padaku."

"Kenapa aku tidak boleh minta tolong padamu?"

Untuk sejenak Eli diam. Ia tak suka siapapun. Bahkan rasa sukanya ke Regas sudah Eli kubur dalam-dalam. Hidup sebagai singel parents cukup.

Eli serius hanya ingin anak.

"Aku harap kau mendapat pasangan hidup yang lebih baik."

"Memangnya kau buruk?"

Aish, Eli meringis. Tak seharusnya ia terbawa perasaan sampai bicara aneh, berbanding terbalik dengan Eli. Bukan gaya Eli. Emosi Eli menggebu-gebu. Gelas jus di tangan diremas kuat-kuat. Berbagai macam pikiran aneh mengusai.

"Iya aku buruk. Buruk sebab kepribadian kita tak nyambung. Aku pastikan kita tak kan cocok walau itu hanya sebatas aku membantu."

"You know, aku makin tertarik. Di mataku, kau penuh pesona, Elisabeth Sanjaya."

Napas Eli tercepat. Ia bukan penyandang nama Sanjaya. Dirinya bahkan harus pergi, bukan di sana posisi Eli.

***

Selesai pernikahan, Regas tarik tangan Eli menuju kolam renang. Apalagi respon Eli, tentu looked Regas jengah. Mata melotot tajam. Kalau bukan sebab Regas mengancam, sudah Eli serang pusaka Regas biar tidak melakukan apapun.

Kena fisik luar dalam

Di hari pernikahan, bukannya dekat Talie, Regas malah menarik perempuan lain.

Salah. Eli harus menghentikan kegilaan Regas.

"Kau sudah menikah, temui Talie."

"Kau pikir kami bodoh?"

Eli terdiam. Dalam pikirannya, Regas dan Taile membuat perjanjian. Sebuah persetujuan pernikahan.

"Ini pernikahan bisnis, tak masalah di dalamnya mengandung unsur bisnis pula. Anak baru menetas itu sudah punya pacar matang. Sejauh mana hubungan mereka, aku tak peduli. Aku tak mau dapat barang bekas."

Sengaja Regas tekan kalimat barang bekas, seolah menyinggung Eli soal status. Eli barang bekas pakai Regas.

Sejenak Eli termenung, berselang beberapa detik kemudian, Eli tatap lurus Regas. Sassy mode on. Eli don't care.

"Oke. Tidak ada hubungannya denganku Regas. Terserah kalian, mau menikah sungguhan atau di atas perjanjian, aku tak peduli."

"Hey, jaga mulut kamu."

Eli senyum miring, smirk mematikan. Sejenak Regas terdiam, ia tatap lurus Eli. Agak kaget lihat senyum Eli. Eli punya duality mematikan. Eli tak berkutik saat Regas menarik pinggangnya. Bukan pelukan, Regas mengarahkan Eli ke kolam. Posisi Eli di pelukan Regas. Sedikit Regas bergerak, salah satu dari mereka jatuh ke kolam.

"Kau tidak bisa berenang."

Eli tersenyum miris. "Kau ingin membunuhku?"

Regas menggeleng. "Tidak." Pandangan Regas turun ke perut Eli. "Dalam tubuhmu ada benihku, mana mungkin aku membunuhmu."

"Regas." suara Eli melemah. Takut.

Pegangan Eli ke jas tuxedo Regas kuat. Eli takut. Tak Eli tampik, kenangan saat masih kecil hampir mati tenggelam menghantui pikiran. Otak Eli seketika beku. Eli takut.

"Melihat keakraban Ara dan Demian. Aku yakin dia melakukan sesuatu. Sebelum ini mereka tak pernah kenal. Kau menyuruh Ara, adikku melakukan hal aneh-aneh, kau memanfaatkannya?"

"Tidak."

"Benarkah?"

Pegangan Regas melonggar. Hanya Eli yang harus kaut-kuat pegang lelaki itu. "Regas." suara Eli menusuk. "Aku akan pergi, jangan siksa aku begini."

"Oke, aku terima ucapanmu. Sekarang hal yang lebih penting. Kau tahu kesalahan yang lebih fatal?"

Dahi Eli saling berkerutan.

"Apa?"

Regas gemas. Tanpa sadar ia senyum. Wajah alami khas orang takut, Regas terhibur. Saat Eli takut, Regas selalu terhibur. Sebelah tangan Regas tak lagi menahan tubuh Eli. Tangan tersebut Regas pakai usap perlahan wajah Eli, tak ingin jatuh, harus Eli yang berpegang kuat-kuat ke Regas.

****