Raras dan Eli dapat tempat bagus. Duduk di kursi, tak harus berdiri. Menikmati keadaan tersebut, keduanya lihat pemandangan di luar. Eli merogoh saku, ponselnya berbunyi.
Napas Eli tercekat, si penelepon adalah Regas.
"Siapa?"
"Regas," ucap Eli. Mata mulai bergerak gelisah. Tuh jari digigit.
"Angkat gak?" Saat bingung, Eli terbiasa bertanya ke Raras. Raras mengangguk. "Angkat aja. Takutnya nanti Kakak diamuk."
"Dia mulai aneh denganku," ucap Eli.
"Kakak gak usah takut, aku terus bersama Kakak."
Setidaknya ucapan Raras cukup buat Eli merasa aman. Lebih tenang walau masih tersisa takut.
"Angkat gih."
"Oke."
Pandangan Eli tertuju ke jendela. Lihat hal di luar sana cukup menyenangkan ketimbang tidak sama sekali. Otak Eli penuh.
[Halo.]
[Datang ke apartemen aku.]
Alis Eli saling bertaut.
[Buat ngapain?]
[Datang atau aku sebar rumor tak sedap tentang kamu.]
[Kamu ngacam, sebar aja. Aku bakal pergi menjauh, Regas.]
Mata Raras membulat. Ia rebut telepon dari tangan Eli. Gak boleh dibiar. Mau Eli rebut lagi ponsel, tahu-tahu dapat pelototan Raras. Agak aneh, tapi Eli langsung kicep.
[Halo Kak, ini Raras. Kakak gak tahu diri banget. Coba sekali aja jangan ganggu kak Eli. Bagus lho kak Eli gak nuntut apapun ke Kakak.]
[Aku mau tanggung jawab bodoh.]
Ara speclehess, kalau ia pikir-pikir, keinginan Regas bagus. Ara pun setuju Regas tanggung jawab. Tanggung jawab yang sebenarnya tanggung jawab. Telepon pun kembali Raras kasih ke Eli.
Raras tatap serius.
"Saran aku turutin aja Kak. Kalau kak Regas macam-macam, tendang privasinya."
[Heh, aku dengar tahu!]
Orang dalam bus lihat Raras dan Eli. Tersisalah Eli dan Raras bingung. Tak tahu harus melakukan hal seperti apa.
***
Eli tatap lurus gedung apartemen Regas.
Batu kerikil Eli tendang, melampiaskan kesal. "Sialan, nih orang nyusahin aku. Gak tahu aku sibuk. Huh, tugas sekolah dan pekerjaan numpuk lagi. Nanti aku buat dia jadi bahan mukbang baru tahu rasa," celutuk Eli.
Berhadapan dengan Regas, Eli pakai cara sikap umur yang sesungguhnya. Bukan umur ia diposisikan sebagai kakak saudara kembar identik Raras.
Dua sampai tiga kali Eli pencet bel. Tak kuncung pintu dibuka, tak ada juga tanda-tanda kehidupan. Aura apartemen pun seperti pemilik, suram.
"Nih orang ada atau enggak sih? Awas ngeprank aku."
Eli marah ke pintu. Gak peduli tuh benda benda mati, yang penting emosi tersalurkan.
Ceklek.
Eli pasang wajah datar. Perubahan ekspresi sangat cepat terjadi. Ibarat kembang warna-warni, jatuh ke tanah langsung layu.
"Masuk."
Regas masuk, ia beri sedikit ruang. Tolong ingat, hanya sedikit.
Tangan Eli tergerak usap dada. "Harus aku yang banyak-banyak sabar. Kalau gak, bisa mati muda aku."
Eli abai, ia masuk ikuti Regas. Baru sampai ruang tahu, Regas berbalik. Eli terjaga benar fokusnya. Kalau tidak begitu, sudah pasti Eli tabrak punggung Regas.
Tatapan Eli mempertanyakan maksud tingkah Regas.
"Masakin buat aku."
Alis Eli terangkat. "Kamu sudah punya istri. Minta masakin ke istri kamu gih."
Regas maju selangkah, baru satu langkah Eli pikir sudah terpojok. Harus cepat-cepat menghindar. "Stop, jangan mendekat."
Tangan Eli terangkat cegah Regas lebih mendekat. Waspada, Eli buat pertahanan.
"Kau mau adu tinju?"
"Maybe." Eli memiringkan kelapa. "Untuk jaga-jaga, aku harus hati-hati."
Regas mengangguk "Ya udah, kalau gitu masak buat aku."
Eli tatap Regas dari atas sampai bawah. Orang itu terlihat normal. Style tak berubah. Bedanya tuh orang ngomong kayak ngelantur..
"Kamu mabuk?"
"Tidak. Aku cuma mau kamu masakin."
Menghela napas dulu biar gak ngamuk. Biar cepat selesai Eli tunaikan tugas negara nan sakral Regas. Kalau tidak, yang ada Eli terjebak makin lama di situ. "Mana dapurnya?"
"Tuh."
Eli ikuti jari telunjuk Regas. Mengerjap, dapur Regas hampir berada tepat di samping ruang tamu.
"Ck, selera nih orang terlalu artistik. Untung deh dingingnya bagus."
Eli beranjak, acara masak mulai. Sampai dapur Eli lihat-lihat bentuk dapur dulu. Diusahakan secepat mungkin. Lihat bahan masakan, Eli ingat ia belum tanya makanan apa yang mau Regas minta masakkan. "Eh bentar, nih orang mau makan apa?"
"Regas…! Kamu mau aku masakin apa?" Tak peduli tetangga sebelah kesal, Eli tetap teriak. Bagi Eli yang penting cepat kelar. Eli tak tahan lama-lama di daerah teritorial Regas.
Aura Regas sangat kuat, baru menginjakkan kaki saja Eli terasa terintimidasi. Pokoknya dekat Regas tuh sangat-sangat gak baik. Gak tepat juga.
"Heh, jangan teriak. Tetangga terganggu."
Regas berada tepat depan Eli. Di tangannagn lelaki itu ada laptop. "Kamu kerja terus ya," celutuk Eli. Tatapan antara kasihan dan miris. Setidaknya Regas tahu tanggung jawab. Setidaknya juga Regas dapat diandalkan.
Angkat bahu acuh, Regas berucap pendek. "Buat masa depan."
Eli mengangguk. "Kamu mau aku masakin apa?" Eli memposisikan tangan di dada angkuh, sebelah alis terangkat.
"Telor dadar."
Rahang Eli hampir jatuh. "Kamu suruh aku ke apartemen jauh-jauh cuma minta dimasakin teror dadar? Kamu gak bisa buat sendiri?" Eli senang hati ngejulid. Ekspresi datar muncul. Lebih dari itu, jari lentik Eli tunjuk Regas.
Regas lihat itu bersmirk, baru kali itu ada yang berani tunjuk dirinya. Perempuan di kampus banyak yang hot. Well, menunjuk Regas dengan cara begitu hanya Eli yang bisa. Sedangkan yang lain cuma cari perhatian.
Regas benci orang-orang model begitu. Mirip ulat bulu. Regas jijik.
"Ya sudah, kalau gitu omelet."
Eli mengangguk. Regas suka segala macam makanan olahan telur. Dulu waktu kecil Eli sering mengatai Regas unggas bucin telur. Telur jenis apapun. Makan telur ular pun Regas bsudah pernah. Teluar biawak sama telur dinosaurus aja yang belum pernah dimakan sama tuh orang.
Grep.
Kaget, Eli refleks sikut perut Regas. Si empu meringis. "Bodoh, kamu apa-apaan sih. Gak lihat aku lagi masak. Sana kerja, kasih ruang untuk aku. Mau aku beri kamu omelette gosong?"
Eli berbalik, hal pertama yang harus Eli lakukan adalah buat Regas pergi dulu darinya. Jangan sampai mereka terjebak posisi ambigu. Eli tak rela. Tak baik untuk kesehatan jantung.
"Gak mau," jawab Regas.
"Nah, kalau gitu pergi sana."
"Gak mau."
Eli tepuk jidat. Seingat Eli, Regas tak peranh manis-manis manja. Jangankan mau bermanja-manja ria, yang ada Regas ngamuk setiap kali orang memperlakukannya seperti anak kecil.
Tubuh Eli menegang, dengan posisi saling berhadapan, Regas lanjut peluk Eli, pelukan tersebut makin erat dirinya. "Lepas, aku mau masak." Eli berbalik, ia sikut lagi perut Regas biar gak dekat-dekat dirinya.
Dasarnya Regas keras kepala. Tak kenal menyerah sebelum keinginan terpenuhi.
"Regas lepas, aku gak bisa masak kamu peluk begini."
"Gak mau."
Eli rolling eyes.
"Kok kamu tiba-tiba manja?"
Serius, aneh lihat Regas tiba-tiba jadi manja.
*****