Chereads / I'm Yours (perjuangan cinta) / Chapter 28 - 28 Rumah Hantu

Chapter 28 - 28 Rumah Hantu

"Aku mau bicara." Azka menatap Eli penuh harap, tatapan dalam yang tak bisa Eli deskripsikan.

Melihat sebentar untuk menghargai, Eli pun berucap.

"Maaf, lain kali." Mata Eli fokus ke rumah hantu.

"Let's go." Max yang paling semangat. Di antara orang-orang yang paling rempong Max.

"Nih."

"Apaan nih, Max?"

Ara senyum. Eve bertanya. Max bukan kasih perlengkapan masuk rumah hantu, malah kasih snacks. Tidak nyambung plus singkron.

"Ini tuh bukan rumah hantu beneran. So santuy. Di sini tuh cuman tempat main-main. Enaknya main bawa makanan."

"Kamu kira kita lagi nonton film?"

"Santuy, friends," celutuk Max. Alis naik turun menggoda orang-orang.

"Nanti ada hantu beneran baru tahu rasa," ucap Azka.

Max berbalik. "Boy, you scary?" Alis naik turun sengaja menggoda Azka. Bagi Max, Azka banyak gaya, padahal mah penakut.

"Me, you wish." Azka julid menunjuk diri sendiri. Setelahnya putar mata malas.

"Let's go."

Orang-orang itu pun masuk.

Di punggung masing-masing terdapat ransel. Perlengkapan ke rumah hantu ada di dalamnya.

"Wouh."

Mulut para perempuan mengangga. Bayangan rumah tua tidak terlalu buruk. Dalamnya rapi!

"Wait, pengunjung di sini gak ada yang kena masalah, kan? Tidak ada yang ngeluh?"

"Tidak, Mr young Azka Samira yang terhormat."

Eli gemas. Azka defenisi badan macho jiwa lempeng. Sifat takut tak terbendung. Eli yang perempuan justru tak takut.

"Ayo masuk," ucap Max.

Langkah orang-orang tersebut pasti. Baru selangkah menginjakkan kaki masuk, mereka disambut hantu kuntilanak.

"Hua.... Ara, tuh spesies kamu. Usir, Ra."

Ara pasang wajah julid. Azka mengatai dirinya mbak Kunti. Kurang ajar memang. "Hua.... Eli, ngapain kamu di situ?"

Hantu suster ngesot disebut mirip Eli oleh Azka. Di antara orang-orang itu, yang paling rempong bukan lagi Max, sudah berganti Azka.

"Hah.... hantu."

Orang-orang kaget. Dari atas muncul kepala. Semua orang ngacir kecuali Eve. Eve justru melihat kepala tergantung tersebut.

Saat mata si kepala bergerak, melotot, Eve belum beranjak. Di sudut bibir di hantu keluar darah pun Eve belum lari. Tercium bau amis darah, baru bulu kuduk Eve merinding.

"Maaf, kami numpang sebentar. Gak lama, kok. Tolong biarkan kami." Eve izin baik-baik. Setelahnya ia pergi mencari teman-teman yang lain.

"Kami salah pilih tempat, nih," ucap Eve dalam hati.

"Hah...."

Napas Ara saling bersahutan. Berebut oksigen. Tubuh bergetar sedangkan lutut lemah. Ara penuh rasa takut.

"Ar." Hampir Ara teriak. Saat tahu Max, Ara menghela napas. Syukurlah, orang di hadapannya bukan hantu.

"Sebal. Aku kaget."

Klepak. Bahu Max, Ara pukul. Salah orang itu main-main.

Bunyi tikus berkeliaran. Ara tanpa sadar memeluk Max. "Hey, clam down. I'm here." Max usap pelan bahu Ara. Usapan bertujuan menenangkan Ara.

"Kita gak akan mati di sini, kan?"

Klepak. Giliran Max pukul kepala Ara. Otak Ara tercemar, makanya bilang hal tak masuk akal. "Tidak. Kau jangan berpikir aneh-aneh."

"Oh ya, aku mencintaimu, Ar," ucap Max. Di tengah situasi menegangkan masih sempat-sempatnya Max mengungkapkan perasaan seperti yang biasa lelaki itu perbuat. Ganggu Raras.

Terlepas soal keadaan mencekam, Max serius.

"Tahu, aku juga."

Max ngebug. Satu detik Ara sadar, ia salah berucap. "Eh?"

Pelukan Max makin erat. Ara sampai sulit bernapas.

"Thanks. Untuk sekarang kita gak harus pacaran. Aku yakin kamu gak mau."

Napas Ara tercekat. Ada sesuatu pegang kakinya. "Max." Ara menepuk.bahu Max, minta lepas pelukan. Mata Ara melihat ke bawah.

Senter Max arahkan ke kaki Ara.

Max tanpa sadar injak sesuatu yang pegang kaki Ara. Tangan tersebut pergi.

"Hah, ayo pergi."

Ara tak tahu harus merespon apa. Saat Max menarik, Ara ikut. Otak Ara ngeblank. Untuk beberapa waktu ke depan, Ara mungkin akan terus begitu. Entahlah, satu-satunya hal yang Ara pikir, ia tak mau terjebak.

Di sisi lain, Eli terjebak dengan Azka. Di saat-saat seperti itu, Azka sangat tak mungkin diandalkan. Posisi terbalik, Azka bergelantungan di lengan Eli. Mirip monyet.

"Lepas." Eli risih. Ia mau dilepas.

"Aku janji traktir kamu apapun yang kau mau El. Jangan tinggalkan aku," ucap Azka.

Eli putar mata malas. Kaki Eli dipegang sesuatu. Untuk beberapa detik Eli tahan napas, bingung tak tahu merespon apa.

"Kita pergi."

"Ayo."

Azka tak banyak tingkah, hanya ikut yang Eli bilang. Sekali memghentak pegangan di kaki Eli lepas. Rencananya kalau tak lepas, Eli suruh Azka meninggalkannya. Tak masalah, yang penting Azka selamat.

"Hua Eli."

Eli tutup mulut Azka. "Sssttt."

Tepat di depan mereka ada perempuan duduk membelakangi. Mata Eli menyipit, bola mata Eli membulat. Sebelum masuk, Eli melihat sesuatu. Plang. Oh, Eli ingat.

Eli tak terlalu memperhatikan tulisan plang, satu-satunya yang Eli ingat. Plang bertulis, 'jangan takut, llusi mata.'

"Kita pergi. Jangan lihat, abaikan."

"Heh?"

Azka melotot. Kalau tidak sedang terjebak situasi menegangkan, senang hati Eli tertawa. Wajah cool Azka menghilang berganti wajah panik.

This funny.

"Go. Trust me."

"I don't trust you," ucap Azka. Kepala menggeleng tegas.

Eli menghala napas. Ia tarik Azka ikut. Terserah lelaki itu tersinggung, yang penting mereka pergi. Azka sempat menolak, sedetik kemudian menurut. Hantu perempuan berbalik, senyum menyeramkan pas mengena di indera penglihatan Azka.

"Hua.... Eli. You big crazy."

Eli tutup telinga kuat-kuat. Terserah Azka teriak. Yang penting tidak mengumpat. Hantu-hantu di sana tidak membunuh, hanya menganggu. Eli terus tarik Azka ikut bersamanya.

"Azka, jangan mengumpat. Oke. Penghuni di sini tak suka umpatan."

"Oke."

Azka mengangguk. Lagipula Azka jarang mengumpat.

"Kalau kita selamat jangan lupa traktir aku."

"Iya."

Eli senyum. Baru Eli tahu kalau Azka menggemaskan. Selebihnya menyebalkan.

"Eli."

Eli menoleh. Itu Eve. Eve senyum. Syukurlah, mereka bertemu Eve. Azka tahan tangan Eli. "Nanti, kita pastikan dia benar-benar Eve. Kalau hantu, kita habis. Jangan mudah ikut. Belum tentu dia Eve."

"Oke. Coba kau pastikan." Eli suruh Azka bicara. Terserah mau lelaki itu bilang hal seperti apapun.

"Eve, satu tambah satu berapa?"

Rahang Eli jatuh. Mulut mengangga lebar. Oke, Eli belum ingin marah, biar Eli lihat rencana Azka benar atau salah.

"Dua. Lain kali tes aku pakai soal yang lebih berkelas. Kau menyebalkan."

"Benar, dia Eve. Ayo ikut dia."

Eli rolling eyes. Kaki Eve menapak di tanah, ada alur hidung sampai mata tidak menatap kosong. Gerakan tidak kaku. Artinya benar Eve sungguhan. Eve juga tak dalam pengaruh iblis. Sedari tadi Eli menganalisis.

"Tinggal cari Max dan Ara."

"Tidakkah sebagian dari kita keluar? Aku minta bantuan. Jaringan dalam rumah gak baik, di luar bagus."

Azka menatap serius. "Aku bukan egois. Pakai otak." Azka menunjuk otak seolah Eve dan Eli anak kecil tak tahu apa guna otak.

"I agree. Kau temani dia El. Aku mengandalkan kalian."

"Tapi kamu?"

"Aku tahu cara main di tempat ini. Tak perlu takut."

Eli masih takut. Tak mungkin meninggalkan Eve sendiri. Tak baik. Lihat situasi, Eli setuju. "Kamu mengandalkanmu."

Mata Eli menutup rapat.

*****