Chereads / I'm Yours (perjuangan cinta) / Chapter 26 - 26 Damien Tertarik Antara Ara dan Eli

Chapter 26 - 26 Damien Tertarik Antara Ara dan Eli

"C'mon Kak. Jangan diam. Kak Regas gak bisa ngatur-ngatur hidup Kakak. Move, jangan mau dikendalikan. Buat bukti kalau Kakak bisa hidup tanpa kak Regas. Kakak juga gak masalah tidak dapat pettanggungjawabkan, tapi itu tetap menyakitiku. Kakak percaya deh sama aku. Kakak harus lebih berani." Ara gemas. Eli bukan perempuan bodoh, Ara tahu.

Eli terlihat menerawang, senang segala hal yang ada padanya, Eli membenarkan ucapan Ara. Sungguh, tidak satupun kalimat Ara yang salah. Masalahnya Eli tidak singkron. "Prinsipku yang tidak mau, Ra. Bukan soal ingin buat dia menyesal atau tidak."

Ara kicep. Tubuh perlahan mundur. Kalau sudah bicara soal prinsip hidup, Ara tak dapat berkutik. Ia hanya membuat kebodohohan tak berdasar kalau masih melakukan hal tak masuk akal.

Mulut Ara mengerucut.

"Ya sudah. Penampilan Kakak yang biasa deh. Tapi muka biar aku permak. Selera berpakaian Kakak gak buruk, cuka tertutup doang. Dandan itu harus, Kak. Penunjang penampilan."

Ara mengalah. Eli senyum. Ia memeluk erat tubuh Ara.

"Ayo."

Ara menatap datar, tangan mengepal kuat. Dalam bayangannya Ara tengah menjonjok Regas tepat di wajah. "Sepertinya aku buat drama. Kak Regas harus dikasih pelajaran hidup."

Diam-diam tanpa Eli sadari Ara tersenyum iblis.

***

Penampilan Ara dan Eli mengalihkan perhatian seluruh orang. Sengaja Ara keluar masuk kamar mandi dengan alasan sakit perut demi memperlambat mereka keluar kamar. Sembari menuruni anak tangga, Ara berdoa dalam hati. Beginilah doa Ara.

"Semoga setelah ini aku tidak sakit perut beneran. Aku berhohong untuk kebaikan. Tuhan, harap jangan hukum orang baik sepertiku," lirih Ara dalam hati.

Ara anggap dia orang baik.

Ara menatap lurus. Air muka dibuat sedatar mungkin. Terbersit hal paling gila dalam pikiran Ara, namun setelah Ara pikirkan lagi, akan lebih baik tidak dilakukan. Lebih banyak dampak negatif ketimbang positif, jadilah Ara urungkan ide gila tersebut. Tenang, masih ada ide gila lain, Ara siap membuat drama dadakan.

"Kenapa kalian terlambat?"

"Begini, Ara tiba-tiba sakit perut." Eli menjawab jujur. Rein menghampiri sang anak. "Kamu habis makan apa, sayang?"

"Tidak apa-apa, Mom."

Ara belum sadar kalau Demian tengah menatap dirinya. Sebab Demian pulang, ia turut ikut pada makan malam kali itu. Ara tanpa sengaja bertemu padang dengan Demian. Saat tatapan keduanya bertemu, Ara melihat seperti Demian tengah menyampaikan sesuatu padanya. Seperti pesan rahasia melalui kode tubuh.

Ara mengerjap pelan. Tiba-tiba… "Aduh."

"Aku izin ke WC lagi. Mom, nanti aku minum obat."

Rein mengangguk paham, ia tahu sakit perut seperti apa maksud Ara. Bukan sakit perut mencret-mencret, melainkan sakit perut masalah perempuan. Ara menatap lurus. Ara kembali melihat Demian sekilas.

"Kamu kenapa lihat-lihat Demian?"

"Regas," tegur Redis. Tatapan tajam bak laser pun terlihat. Ara menatap lurus, ia memeletkan lidah. Seolah berucap, 'rasain.'

"Makan tuh sifat kurang ajar." Begitulah yang Ara pikirkan.

"Aku temani, Ar." Eli terlihat khawatir.

Tangan Ara terangkat. "Gak Kak, kamu di sini. Aku akan kembali gak lama lagi, kok."

Eli mengangguk, sebelum Ara benar-benar pergi, Eli menepuk pelan bahu sang adik. Dapat perlakuan lembut penuh perhatian begiru, Ara jadi merasa bersalah membohongi semua orang. "Demi kak Eli dan kak Regas. Aku akan jadi dewi Amour paling beken sejagat raya. Gak apa-apa, Ra, semangat," ucap Ara dalam hati. Ara senyum pada orang-orang.

Sepeninggalan Ara, Demian mulai kasak-kusuk. Setelah menghela napas, ia berucap yang mengejutkan semua orang. "Maaf Mr sanjaya, di mana letak WC? Saya ingin buang air kecil."

"Kak."

Tanagn Talie mengalung di lengan Demian, Regas berdecih lihat keadaan itu. Dalam hati Regas menyumpahi Demian dengan berbagai kalimat kasar. Ragas tahu kalau Natalie dan Demian berpacaran. Well, Regas tak peduli, ia menikah atas dasar hubungan mutualisame. Regas bahkan sama sekali tidak berpikir soal apapun. Setelah menikah Regas tetap menjalani hidupnya yang noraml, begitu pula dengan Natalie.

Ingin perempuan itu berhubungan dengan siapapun, Regas tak peduli.

Demian melihat Natalie seolah berucap, tidak apa-apa. Saat bangkit, Demian melihat sekilas Eli. Mungkin sekitar dua detik terjadi kontak mata antara kedua orang beda jenis itu. Demian terpaku, mata indah Eli seolah menghipnotis. Saat melihat mata itu, Demian seperti berada di surga. Tatapan Eli meneduhkan hati siapapun yang melihat, tak terkecuali Demian.

"Dua puteri Sanjaya menarik," celutuk Demian dalam hati.

Demian senyum tipis pada Eli. Eli yang dasarnya kurang terbiasa dapat perlakuan begitu hanya tersenyum tipis. Walau begitu tetao kayak pandang. Regas melihat interaksi kedua orang di hadapannya dengan tatapan datar.

"Permisi."

Eli mengangguk seperti ia mewakili semua orang. Ekor mata Eli mengikuti kepergian Demian.

"Eli, jaga matamu."

Eli menatap kaget. Lama-lama Nata menyebalkan, Eli gemas ingin bungkam mulut kurang ajar itu. Julid balas julid pasti bagus.

"Mataku memangnya kenapa?" Eli bertanya polos. Nata mengeram marah. Tangan di pangkuan meremas kuat baju membayangkan ia mengacak-ngacak wajah Eli.

"Matamu…"

"Sudah sayang, kita mulai acaranya," potong Mrs Davidson.

Nata mendengus. Regas datar melihat kelakuan perempuan di hadapannya tersebut. "Terlihat jelas kalau dia remaja tanggung yang labil. Emosinya belum matang atau memang begitulah dia." Regas senantiasa datar. Belum puas menilai Nata, Regas lanjut ngedumel dalam hati. "Dia lebih menyebalkan dari Eli. Sepuluh kali lebih baik Eli daripada perempuan setengah matang ini." Regas hampir kelepasan berdecih, namun ia menahan hal tersebut.

***

"Raras."

"Oh god. Kak?"

Ara menatap kaget. Kode yang ia berikan tersampaikan dengan baik, Ara senang. Ada hal yang ingin ia bicarakan denagn Demian. "Bagaimana? Talie setuju, kan?"

Wajah Demian ditekuk, tanpa harus orang itu berucap pun Ara sudah tahu. "Tidak mau ya?" Terdengar nada kecewa. Seumur hidup baru kali itu Ara merasa gagal. Dapat nilai kecil pun, Ara tak merasa segagal itu.

Ara menatap lurus ke depan, bukan saatnya Ara menikmati kekalahan. Ia ingin tahu, mungkin ada sesuatu yang lain. Hal lain yang cukup sekedar dijadikan celah. Yup, Ara pantang menyerah, Ara masih ingin berjuang.

"Kita tidak gagal Ras."

Tuh kan, apa Ara pikir. Mereka tidak sepenuhnya gagal.

Demian mengangguk. Tampang cool terlihat.

"Untuk sementara waktu perjodohannya terjadi, aku sepakat dengan Talie mencagah dengan perlahan. Kau percayalah padaku."

Kabar Demian tidak sangat menggembirakan, tetap saja Ara masih belum puas. Tapi, ketimbang tidak sama sekali, cukup baik sih. Ara harus bersyukur.

Ara mengangguk paham. Di samping itu ia tetap berpikir memproses ucapan apa yang ingin ia sampaikan.

"Jangan terlalu pelan, Kak. Kita tidak tahu seberapa gencar para orangtua bergerak. Tidak ada yang bisa memprediksi."

Demian tersenyum miring. Ara tidak sadar.

*****