Chereads / I'm Yours (perjuangan cinta) / Chapter 14 - 14 Bad Attitude Family Sanjaya

Chapter 14 - 14 Bad Attitude Family Sanjaya

"Terserah sih, aku bahkan tak peduli." Eli berucap sembari tersenyum tipis. Sedetik kemudian senyum itu berubah menjadi smirk.

Alis Regas terangkat melihat sikap tiba-tiba Ara. Benar dugaan Regas, bukan hanyalah perempuan murahan, tapi Eli juga licik. Perempuan itu adalah ular paling tidak masuk akal yang pernah Regas temui.

"Jaga mulutmu." Regas berucap kasar, intensitas kalimat terdengar berubah menakutkan. Kalau saja Eli benar-benar ingin memikirkannya pastilah ia takut. Eli sih fine-fine, pikiran Eli kosong.

Eli memposisikan tangan di dada angkutan. Dari sikap Eli jelas ia ingin segera mengakhiri hal itu. Eli muak.

"Maaf, ada yang ingin kau katakan?"

Regas tak bicara, ia melewati Eli. Eli mengikuti pergerakan Regas melalui ekor mata. Tak lama kemudian Eli berbalik, ia menatap lurus Regas yang ternyata sudah duduk nyaman di pinggir tempat tidur. Tatapan orang itu lagi-lagi datar.

Kepala Regas miringkan sebelah.

"Aku tak mau muluk-muluk. Katakan, apa yang kau pikirkan sekarang."

"Tidak ada." Eli menjawab singkat, ia pun juga duduk. Eli menepati kursi meja rias. Di sana terdapat beberapa kursi dan kue.

Regas mendengus. "Jawab jujur, kau mau dimadu?"

Kira-kira ada atau tidak sih perempuan yang mau dimadu?

Eli bertanya-tanya.

Eli memposisikan tangan di dagu. Ia menatap Regas sembari tertawa remeh. Regas tidak melawak, hanya saja bagi Eli lelaki itu lucu.

Eli mengangkat bahu acuh. "Kenapa harus dimadu kalau aku bisa mendapat kebahagiaan di tempat lain? Aku senang dengan duniaku sendiri."

"Eli."

"Ya?"

Regas tiba-tiba bangkit. Eli menahan napas saat Regas mengukung tubuhnya. Eli sudah menyiapkan ancang-ancang menendang pusaka Regas kalau lelaki itu macam-macam. Eli hanya belum melakukan itu sebab masih menunggu waktu tepat.

Masing-masing tangan Regas mengurung tubuh Eli. Tatapan lelaki itu dinding. Eli tak sanggup. Secepat sikap random Regas terjadi, Eli mengalihkan pandangan. Eli tak menampik, ia gugup. "Tatap aku."

"No."

Regas mendekatkan wajah sampai detik napas terasa di ceruk leher Eli. Tubuh Eli menegang. Bagian pusat tubuh masih sakit. Di saat -saat tidak tepat begitu, Eli terpikir soal aktivitas panas mereka.

Pipi Eli memerah.

"Aish." Tegas berdecih. Sengaja ia bernapas lebih kuat agar Eli gugup. Lebih dari pada itu, Regas juga memegangi ceruk leher Eli.

Plak. Bunyi Eli menepis tangan Regas. Regas mengangguk, ia tak akan marah.

"As you wish, baby."

Tangan Regas menjauh. Detik itu juga Eli kehilangan keseimbangan tubuh. Agar tetap bertahan, Eli harus berpegang pada sesuatu. Secara tak sengaja Eli pegang baju Regas. Regas tersenyum remeh. Eli bodoh.

Tak ingin lanjut menggoda Eli, Regas menjauhkan diri. Jarak mereka sudah cukup aman.

"Kau pikir kau siapa? kalau aku mau, aku bisa mendepakmu dari sini detik ini juga."

Emosi negatif Eli mulai muncul, ia menatap nyalang Regas. Tersirat tatapan penuh benci yang tak tertahankan. "Lakukan kalau kau bisa. Aku pun memang ingin pergi kok."

"Jangan main-main," desis Regas. Tangannya hendak mencengram tangan orang di hadapannya, untunglah masih bisa Regas tahan. Kalau kelepasan, Regas tak tahu akan jadi apa orang di depannya.

Regas bukan tipe orang bisa mengendalikan emosi. Ia sangat buruk.

Eli seperti tak punya takut, ia balas tatapan datar Regas, seolah menantang orang tersebut. "Persetan Regas. Kau harus berhati-hati. Aku yang tak akan membiarkanmu main-main. Aku bisa melakukan apapun."

Cukup, Regas muak. Sadar tak bisa memukul Eli, pada akhirnya Regas menjauh. Ia tak bisa menahan diri terlalu lama kalau masih dekat-dekat Eli. Helaan napas berat terdengar. Regas mengusap rambut kasar.

Puas melampiaskan hal yang ia pikirkan, Regas menatap nyalang Eli. Baru kali itu tegas merasa dipermainkan. Hanya Eli young bisa melakukan itu.

"Oke, kalau kamu tidak mau bicara, biar aku yang melakukannya. Aku akan menikahimu, tapi kita menikah siri."

"Maksudmu menikah gelap?"

Regas mengangguk mantap, tak terlihat beban sedikitpun. Semudah membalik telapak tangan, semudah itu pula Regas mengatakan hal yang ia pikirkan tanpa berpikir bagaimana perasaan Eli.

"Bagus sekali," Eli berucao lirih dalam hatinya. Sejak awal Regas memang brengsek.

Eli mendengus, ia bukan orang bodoh yang mau terjebak di keadaan itu, meski sebenarnya Eli memang bodoh. Persetan, Eli bilang tidak masalah Regas tak bertanggung jawab.

Eli menggeleng tegas. "Lebih baik aku tidak menikah semumur hidup kalau kau menawarkan ini."

"Are you sure?"

Regas bertanya sembari ia melihat-lihat sekitar. Nuansa kamar Eli perpaduan antara elegan dan sederhana. Hanya satu kata, nyaman. Regas tertawa remeh saat matanya menangkap gambar hasil buah tangannya dipajang Eli. Perempuan itu menjijikkan.

"Sok jual mahal." Regas menunjuk gambar di sudut kamar. Respon Eli memutar mata malas, tatapan seolah-olah menunjukkan, apa yang salah?

Terlepas mau Regas merespon seperti apapun, Eli menatap orang itu datar. Tak peduli orangnya marah. Tak hanya itu, Eli juga memposisikan tangan di dada angkuh.

"Aku harap setelah ini tak terjadi apapun antara kita. Anggap kita tak perneh melakukan hubungan intim."

Regas berbalik, mata dan ekspresinya sempat menegang, walau begitu ia masih bisa mengatur emosi. Regas mudah marah, walau begitu mudah juga baginya mengatur mood.

Mood itu akan mudah membaik saat Regas berkeinginan menjatuhkan seseorang.

"Kau jual mahal rupanya." Regas berdecih. "Oke, mari kita lihat seberapa kuat kau bersikap seolah tak menginginkan pertanggungjawaban. Ini penawaran terakhir, untuk ke depannya kau harus mengemis, setelah itu mungkin baru aku akan mempertimbangkan apakah kau boleh masuk ke duniaku atau tidak"

Regas berjalan keluar, tak peduli apakah ucapannya menyakiti perasaan Eli. Seiring kepergian Regas, tatapan Eli kosong. Eli bingung.

Antara menikah siri dan tidak mendapat pertanggungjawaban, Eli bingung. Eli tahu ia menggali kuburan untuknya sendiri. Di dalamnya terdapat api yang merupakan siksa kubur.

***

"El."

Eli melihat Max, saat itu mereka tengah berada di kantin. Max sengaja mengambil kursi tepat di depan Eli agar bisa melihat langsung wajah perempuan itu. Ara seperti biasanya di samping sang kakak. Sementara itu Eve di samping Max.

Istirahat makan siang adalah waktu pas makan di kantin. Kalaupun mereka membawa bekal sekalipun, bekal itu akan diborong ke kantin sekalian.

"Ehem."

Tidak ada angin, tidak ada hujan Eve berdehem. Sembari melakukan itu Eve meminum air putih. Tingkah seperti tidak berbuat salah. Jaim bukan personality Eve.

"Kau kenapa Ve, sakit tenggorokan ya?"

Eve menatap datar. Merasa tak punya pilihan lain, Eve hanya tersenyum setengah memaksa. Mulut Ara terkedang lues, tak jarang mulut itu bicara sesuka hati. Bukan hal baru lagi Ara bicara pedas.

Eve harus banyak-banyak sabar menghadapi Ara. Family Sanjaya terkenal dengan attitude keras.

*****