Chereads / I'm Yours (perjuangan cinta) / Chapter 17 - 17 Mencari Jalan Keluar

Chapter 17 - 17 Mencari Jalan Keluar

Menghadapi Natalie harus pakai ilmu mengancam. Bukan pilihan terakhir Ara bilang kalau Eli sudah dibongkar Regas. Demi Eli sang kakak, Ara rela melakukan apapun. Ketimbang Regas, Ara lebih menyayangi Eli.

"Begini saja Natalie Davidson, kalau kau tidak menolak perjodohannya, aku akan buat kak Demie jetuh ke pelukanku," ujar Ara. Nataile langsung bereaksi, ia mendorong Ara hingga Ara pasti jatuh tersingkur kalau tidak punya kekuatan baik.

Wajah Natalie memerah menahan amarah.

"Jaga sikapmu!" Natalie menunjuk Ara tepat depan wajah. Tak memperdulikan kalau Ara lebih tua darinya. Emosi Natalie menggebu-gebu.

"Bilang saja sejak awal kau menyukai Demian. Itu lebih terhormat!"

Suara menggelegar Natalie pastilah terdengar sampai ke kelas lain andai mereka di kelas. Keputusan Ara mengajak Natalie ke rooftop adalah pilihan tepat, suara Natalie tak akan terdengar ke luar. Bicara sekeras apapun, suara itu akan hilang terbawa angin.

Ara meringis. Di detik-detik terakhir ia sadar membuat kesalahan. Harusnya ia tidak membangunkan singa buas macam Natalie. Keputusan spontan Ara disesali di akhir. Kalau begitu, Ara menyulitkan posisinya.

Bagaikan Ara memancing di air keruh penuh buaya. Strike, umpan Ara dimakan buaya buas. Natalie adalah buaya tersebut. Bukan lagi lelaki yang menyandang status buaya darat. Natalie lebih berbahaya, perempuan itu adalah buaya paling ganas.

Ara meringis.

"Kak El, aku melakukan ini demi Kakak. Tolong Kakak berjuang lebih keras. Untuk kak Regas, aku tak menyukaimu, tapi bukan berarti aku benci. Aku gak rela Kakak dapat pasangan hidup macam nenek lampir begini. Yang buruk hanya bisa dijinakkan orang berkepribadian baik, bukan jahat. Gak cocok kak Regas dan Natalie menikah. Kalau masih bersikeras menikah, belum apa-apa sudah hancur tuh rumah tangga." Ara membatin. Ara kuatkan dirinya agar tidak mundur. Pertama-tama Ara harus pastikan Natalie menolak menikah dengan Regas.

Seiring pikirannya, Ara tersenyum miring. Tangan membentuk sign pistol. Sesuai sign Ara, kalimat perempuan itu menjelma jadi peluru yang menebus langsung ke ulu hati Natalie.

"Kau mempermainkan kak Demie. Siapa yang tahan dengan sikapmu? Ku pastikan kak Demie tak setuju kau mempermainkan ikatan suci pernikahan." Tatapan Ara tajam. Siap membuat luka kepada siapapun yang menghalangi jalannya.

Kepribadian keras Ara untuk mempertahankan diri dan berlindung. Ara pastikan rintangan di hadapannya hancur.

Napas Natalie memburu. Ia menatap Ara penuh kebencian. "Kita lihat. Kak Demie mencintaiku. Demi aku dia rela melakukan apapun. Kau tidak dan semua orang tidak akan pernah paham. Kalian tidak lihat perjuangan aku dan kak Demie. Kalian semua buta. Kau pikir menentang keinginan orangtua semudah membalikkan tepak tangan? Tadi aku pikir kamu baik sampai aku bilang kita teman. Aku menawarkan pertemanan dan kau menolak." Natalie tersenyum sinis. "Cih!"

Jujur Ara kaget ketika Natalie tak hanya berdecih akan tetapi meludah tepat di hadapannya. Mulut Ara kelepasan mengangga sebelum akhirnya mengatup kembali.

Di depan situ Natalie lanjut mengoceh.

"Sekarang aku tahu alasan kau tidak mau berteman denganku. Kau menjijikkan Rara Raras Sanjaya. Aku membencimu."

Natalie menginggalkan Ara. Ara sempat meraih tangan Natalie untuk mencegah kepergian orang itu, namun tak bertahan lama. Sebagai bentuk perlawan Natalie menginjak kaki Ara. Pengangan Ara terlepas.

"Sialan," ucap Ara spontan. Cepat-cepat Ara menutup mulut. Ia tak boleh mengumpat. Bukan spesialisasi Ara mengumpat ataupun bicara kotor. Tindakan terakhir Ara mengigit jari. Ara harus menghubungi seseorang. Tapi ragu.

Mengejar Natalie hanya akan membuat keributan. Ara yakin dengan emosi tak stabil perempuan itu, mau depan banyak orang pun tak segan-segan mengamuk.

"Masa sih aku menghubungi Max?"

Ara menggelengkan kepala kuat-kuat, pikiran dan akal sehat sibuk berperang satu sama lain. Akan tetapi Ara tak punya pilihan. Ia sudah memutuskan. Finally, Ara menghubungi Max. "Buang jauh-juah dulu rasa tak nyaman, Ra. Gak ada pilihan lain. Talie pasti benci banget sama kamu," monolog Ara dalam hati. Sebagai bentuk pelampiasan kemarahan Ara memukul kepala saat berpikir ia bodoh.

"Bodohnya aku gak ketulungan," ucap Ara. Ia putuskan akan menghubungi Max. Keputusan terakhir dan final.

***

Max menatap Ara aneh, bukan bingung. Tiba-tiba perempuan itu menarik tangannya. Max merinding saat sadar Ara menariknya ke sebuah celah kecil di bawah tangga. Tepat di bawah tangga tersebut ada ruangan. Ruangan mengerikan kalau bagi Max. Pintunya dikunci, berdebu, sempit dan gelap. Silahkan sebut ruangan tersebut gudang.

"Kenapa?"

Max bertanya. Hampir seperti berbisik. Kalau Ara tidak menajamkan pendengaran, ia pasti tak mendengar ucapan Max.

Ara mengigit jari. Kebiasaan random saat ia bingung. Banyak hal yang Ara pikirkan saat itu. Sikap Ara membuat Max khawatir. Dalam benak sibuk mempertanyakan, sebenarnya ada apa dengan orang itu?

"Aku membuat kesalahan Max."

"Kesalahan apa sih?"

Max gusar. Ia hampir akan menjambak rambut saking frustasinya.

"Kak Regas dan Natalie dijodohkan Daddy, aku tidak setuju. Aku menyuruh Natalie menolak perjodohannya. Kalau dia gak mau, aku bilang akan merebut kak Demian darinya."

Detik itu juga Max mengangga lebar. Ia tak habis pikir dengan tindakan tak terduga Ara. Dua kali Max dibuat tak percaya kalau orang pintar bisa berbuat bodoh. Yang pertama Eli dan kedua Ara.

***

Grep.

Ara membeku di tempat. Max memeluknya erat hingga tak ada lagi jarak antara mereka. Napas hangat Max terasa di ceruk leher Ara. Rasanya geli. Tubuh Ara merinding.

"Kau bodoh. Terpelajar akan tetapi mengambil tindakan spontan."

Wajah Ara langsung datar. Gagal terharu. Ara mendorong Max. Keinginan Ara dan Max bertolak belakang sampai mereka bertahan pada keadaan tak jelas. Setelah berpikir, Ara putuskan ia mengalah. Ara mengadu ke Max, jadi ia harus tahu diri.

Bibir Ara menggerutuk. "Bantu aku kasih saran Maxie. Keputusan langsung ini aku ambil..."

"I know. Pasti lebih kuat sebab Eli."

"Eh?"

Max lepas pelukan. Matanya menatap intens ke milik Ara.

"Aku yang mengantar Eli ke rumahmu. Aku tahu semuanya."

Ara tak mampu berkata-kata. Ara tak tahu kalau Eli cukup berani.

"Tolong jangan sampai orang lain tahu."

"Oke."

Ara menghela napas.

Tidak terlalu menikmati saat-saat itu, Ara mengangguk paham. Ia sudah diberi kode awal Max. Chatting Ara dan Max membahas perasaan dan beberapa hal yang masih abu-abu. Ternyata yang dimaksud Max adalah soal Eli terlalu jujur.

"Aku..."

"Kenapa?"

Ara ingat pembicaraannya dengan Eli. Soal jujur terhadap perasaan. Otak Ara berproses, apakah saat itu waktu tepat mengatakannya?

Ara ngebug sebab pikirannya sendiri.

"Bisa kamu memberiku saran? Kau kan orang terdekat kak Demian dan Talie."

Terlihat wajah kecewa, baik-baik Max menyamarkan itu agar ia bisa membantu meringankan masalah Ara, bukan menambah deretan beban sang gadis pujaan. Max tahu keadaaan tepat, lalu saat itu bukan waktu tepat memikir soal perasaan.

Max mengangguk. Ia terlihat berpikir mencari kalimat pas mendeskripsikan pola tingkah laku Demian dan Talie. Max mengela napas berulang kali sampai Ara menatap aneh. Alis Ara terangkat perasaan dengar ucapan Max.

*****