Ara takut ia buat kesalahan ketika berhadapan langsung dengan Demian. Well, kenyataannya mereka tak pernah mengenal baik. Hanya formalitas, Rara Raras Sanjaya adalah putri Redis Sanjaya dan Rein Sanjaya.
Max menatap Ara sekilas, diam-diam tangan mengepal kuat. Max tak akan membiarkan Ara habis di tangan Demian. Demian baik, akan tetapi tak menutup kemungkinan lelaki itu bertindak di luar nalar.
Sesuatu yang tak pernah Max duga.
***
Tangan Ara bergetar, harus menarik napas terlebih dahulu sebelum menguatkan tekad mengetuk pintu kerja Demian.
Sekitar lima ketukan terjadi. Ara kesal, sudah beberapa kali ia mencoba, jangankan batang hidung Demian, tanda-tanda kehidupan di ruang itu pun tak ada.
"Kurang ajar, ingin ku robohkan rumah ini," ucap Ara gamblang. Menggerutu pada diri sendiri.
Fokus dongkol, Ara tak sempat menarik tangan. Teiat saat pintu dibuka, Ara masih menggetuk pintu. Begitulah, bukan pintu lagi yang Ara ketuk, melainkan wajah.
Ara mundur.
Mata Ara meneliti penampilan seseorang tersebut. Oke, dua kata, tampan dan elegen.
"Hehehe, sorry. Bisa aku bertemu dengan kak Demian?"
"Mencariku?"
Ara siap mengumpat. Tak peduli ia jarang melakukan itu. Merupakan salah satu kalimat legend yang tidak ia suka.
"Iya," ucap Ara jelas.
Ara risih seseorang di hadapannya meneliti dari Arsy sampai basah seperti menguliti Ara hidup-hidup.
"Masuk. Sebelum itu." Si lelaki menjega kalimat. Ara menunggu dengan hati-hati.
"Minta maaf dulu. Kau mengetuk wajah bukan benda yang harus kau ketuk."
Ditelan Ara ludah yang terasa menyangkut di tenggorokan, sulit sekali mengatasi hal tersebut. Pada akhirnya Ara tersenyum tipis lalu meminta maaf. Tak masalah, Ara salah, ia harus minta maaf.
Demian mengangguk, sedetik kemudian Demian memberi celah untuk Ara masuk.
Dekorasi gelap namun nyaman. Oke, Ara suka. Mata Ara tak sakit lihat dekorasi rumah di hadapannya.
"Apa keperluanmu?"
Demian bertanya. Posisi lelaki tersebut berada tepat di kursi kebesaran.
"Aku tidak disuruh duduk?"
"Oh ya, kau cukup peka. Silahkan duduk."
"Kalau begini, aku serasa mati rasa," gerutu Ara dalam hati.
Tiba-tiba Demian bangkit. Kejadian itu tepat ketika Ara baru saja duduk. Jantung Ara berdetak cepat, dalam pikirannya Demian om-om genit cap bastard luar negeri. Pergaulan bebas. Satu-satunya yang ingin didapat dari anak imut seperti Ara adalah menjadi sugar baby!
***
"Begitulah," pungkas Ara. Belum lama tadi Demian harus meringis sakit little angry birdnya ditendang Ara. Kejadian berikutnya Ara memberi penjelasan tujuan ia menemui Demian.
Ara senyum ramah. Senyum lebar yang memperlihatkan deretan gigi. Demian turut senyum lihat wajah sumringah putri Sanjaya tersebut.
Jujur Demian tak tahu sebab pasti Ara senyum. Demian hanya mengikuti alur yang dibuat perempuan tersebut.
Demian mengangguk.
"Aku sepemikiran denganmu Raras. Andai aku bisa melakukan itu. Andai melakukannya semudah membalikkan telapak tangan. Perjuangan aku mendapatkan Natalie sudah banyak. Dia dan aku bertahan sampai sejauh ini sampai kabar Mom and Dad ingin menjodohkan Natalie dengan Regas. Kau tahu pepatah mengatakan yang baik menurut kita belum tentu terbaik. Aku tidak setuju praktik perjodohan, sebab walau cinta tak memandang waktu, tempat, dan kedaaan untuk tumbuh berkembang, tetap saja jalan yang paling baik itu berada di tangan Tuhan. Aku bukan menyerah, tapi setelah aku pikir-pikir, Natalie berhak mendapat yang lebih baik."
Ara datar. Wajah penuh aura mendominasi Demian langsung berganti menekuk. Terlihat gurat-gurat lelah tak terbendung. Sulit meyakinkan orang lelah hayati begitu dan Ara sudah kehabisan ide.
Alasan utama sudah Ara pakai, masa iya Ara menjelekkan kakak sendiri depan orang lain?
Ara membatin sembari memikirkan tindakan apa selanjutnya yang harus ia ambil.
Kalau depan Talie beda ceritanya. Perempuan itu yang akan dijodohkan dengan Regas. Orang itu terlibat langsung. Lah, Demian hanya perantara, tidak bersentuhan langsung pada masalah itu.
Ara memejamkan mata sebelum akhirnya berucap. Akhir-akhir itu Ara sering dihadapkan Dek hal sulit terus.
"Kau yakin? Kakakku bukan orang baik, lho." Ara menaikkan sebelah alis.
"Bukan?"
Ara meringis. Ia tak punya pilihan lain. Memang itu yang harus ia katakan.
Demian meringis ketika ia bangkit. Ara mengambil ancang-ancang ingin menendang little angry bird milik lelaki itu lagi kalau Demian melakukan hal aneh.
"Tenanglah, kau kuat. Aku tak akan main-main denganmu. Ini saja sakit." Demian mengangkat tangan pertanda menyerah. Ia tak ingin cari gara-gara dengan Ara.
Ara terkekeh terpaksa, ia tak nyaman. Misi Ara belum menemukan titik temu, Ara harus menyelesaikannya secepat mungkin.
Ara memposisikan tangan di dada.
"Kakakku jahat. Dia tidak baik padaku apalagi dengan perempuan yang tidak dia cintai. Dulu dia hanya menyebalkan, dan aku bisa memakluminya. Semakin ke sini, pribadinya berubah. Dia tidak lagi hangat. Otaknya stuck hanya ingin melebarkan kiprah perusahaan. Kak Regas tidak mencintai Natalie, dia bilang mau menerima perjodohan karena Natalie berasal dari keluarga besar. Dengan kata lain kak Regas mementingkan aspek benefit. Kau mau hidup Natalie tidak nyaman selama pernikahannya. Kalaupun kau tidak mau berjuang lebih keras lagi, dengan kata lain kau terima kenyataan, setidaknya tinggalkan Natalie pada lelaki baik."
Ara melihat ke sembarang arah. Mata tajam Demian menusuk tepat di hati Ara. Nerveos bukan lagi kalimat tepat untuk mendeskripsikan yang Ara alami saat itu. Ara bahkan sibuk mengumpati dirinya dalam hati.
"Kau punya rekomendasi orang baik untuk Natalie?"
"Lah?"
Ara menatap aneh, bukan itu yang ia pikirkan. Ada ide lain. Otak Demian pasti sangat frustasi sampai berpikir begitu. Ara berasumsi tingkat kegalauan Demian sudah diambang batas. Pusing tersebut Ara hilangkan dengan memijat kepala. "Bukankah lebih mudah menggagalkan perjodohan?"
"Tidak." Demian berucap tagas. Kepala menggeleng. Lelah berdiri, Demian duduk depan Ara. Di tempat dan kursi jarak aman. Demian serius ia tak mau main-main dengan Ara.
"Keputusan Mom and Dad bulat."
Ara mengigit jari. "Masa sih mutlak? Ya sudah, kalau begitu Kakak bilang ke pihak keluarga kalau ingin Natalie bahagia jangan lanjutkan perjodohan. Bilang kak Regas jahat."
"Kau pikir Mom and Dad setuju?"
Ara tiba-tiba bangkit. Percuma, emosi Ara memuncak. "Ya kamu usaha dong." Sesaat Ara menunjuk Demian, tangan itu cepat-cepat Ara turunkan kembali saat ingat ia tak boleh berbuat tidak sopan. Ara menarik napas gusar. "Aku datang ke sini aja usaha. Masa sih kamu gak? Gak ada sesuatu yang tak mungkin di dunia ini."
"Oke, calm down." Demian membuat sign clam down seperti yang ia katakan. Ara mengatur napas. Berusaha mengatur diri agar tidak kelepasan mengamuk.
"Aku berusaha."
Ara kembali duduk. Emosi mengumpul di kepala, untuk itu Ara mengipaskan tangan mengenai wajah. Ara yakin wajahnya memerah.
"Cara terakhir. Natalie anak manja, aku yakin kalau dia berontak, sebuah boom letup. Boom itu menjadi pukulan telak tersendiri untuk Mr dan Mrs Davidson. Kita pura-pura Kak."
"Maksudmu?"
Demian menaikkan sebelah alis. Ara mengacak-acak rambut. Ia gusar. Di matanya Ara si cantik yang licik namun pintar.
Ara hot.
*****