"Boleh, aku tahu apa lasan kamu lebih memilih Helena? Bukankah dia hanya meminta uangmu saja untuk mentraktirnya? Kau begitu tampan dan bisa membuat Wanita manapun akan tergila-gila padamu. Kenapa tidak mencari yang seperti Sisca saja?"
"Kalian merasa apa tidak, sih kalau Helana itu kalem, lemah lembut dan juga tenang orangnya?" tanya Ronald sambil emmandangi wajah teman-temannya.
Tak ada jawaban dari mereka selain hanya sebuah anggukan saja.
"Bukankah karakter Ritika juga demikian? Tak masalah, lah. Aku ingin tahu. Bagaimana rasanya menggauli gadis lugu yang polos dan pendiam seperti mereka. Karena, untuk Ritika aku belum pernah merasakannya."
"Dasar, kau. Jadi, jika kelak kau sudah tahu bagaimana rasanya Helena, kau akan meninggalkan dia?"
"Mumpung masih muda dan menyandang status lajang, kan? Sebab, kelak jika sudah menikah… mana bisa aku seperti itu? tidak hanya berurusan dengan istri saja. tapi, mertua yang ikut campur itu yang tak enak. Soal istri mah, saat marah diberi service yang memuaskan di atas ranjang juga bakalan luluh lagi. Tapi, jika mertua sudah ikut bicara, mana bisa, kan?"
"Ah, terserah kamu saja, Ronald. Kenapa kamu tidak berprosfesi jadi pria bayaran saja? Itu sepertinya jauh lebih cocok untuk kamu. Selain kau bisa menikmati banyak Wanita, kau juga bisa mendapatkan banyak duit dari para tante kesepian."
"Bukan prawan, dong kalau sama tante girang?"
Mereka pun tertawa. Puas bagi Rendi menggoda Ronald. Walaupun dia tak dapat keuntungan apa-apa. Mengetahui aib teman, seperti sebuah kebahagiaan baginya.
***
Banyak hal yang berubah pada diri nyonya Wany seteah sarapan pagi tadi. Bahkan, sejak saat itu juga, dia jadi selalu melibatkan Ritika setiap kali ia hendak makan. Tak hanya sarapan saja. makan siang, dan juga makan malam pun sepertinya tak pernah terlebawatkan oleh dia.
"Bagaimana, Edo? Apakah ada perkembangan?" tanya Wanita dengan rambut yang telah di cat putih tersebut.
"Ada, Nyonya. Dia seperti tertarik dengan tawaran beliau. Hanya saja, butuh pertimbangan."
"Apa, itu?"
"Merubah identisanya menjadi orang lain akan sulit baginya. Karena, jika pun dia akan bertemu dengan orang di masa lalunya, ia akan berubah menjadi orang lain. itu yang membuat ia berat. Karena, dia memiliki pria yang katanya juga mencintai dirinya, dan belum tentu bisa menerima Wanita lain, sekalipun itu adalah nona Claudia yang sebenarnya di masa lalu dia adalah Ritika."
Nyonya Wany tersenyum dengan penjelasan yang Edo katakan. Ia terlihat begitu puas dan sangat senang sekali.
"Anda, kenapa tertawa, nyonya?"
"Kau tahu, apa jadinya jika dia menermia menggantikan identitas putriku Claudia?"
"Dia tak akan mampu, Nyonya?" tanya Edo, sambil menerka.
"Tidak. Dia adalah seorang yang setia. Tanpa adanya larangan dan apapun yang dia tandatangani, dia sudah berfikir, apapun konsekwensinya, sekali menjadi Claudia, ya Claudia. Tak akan bisa kembali menjadi Ritika."
Edo diam sesaat dan coba memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh nyonya Wany. "Masuk akal, Nyonya."
"Kau tahu, apa yang harus kamu lakukan agar dia bersedia menggantikan Claudia, kan? Mumpung, orang di luaran sana masih belum ad satu pun yang tahu atas kematian Claudia. Biarkan, mereka semua tetap pada perkiraannya, bahwa aku Wany Oberoi, masih memiliki calon penerus. Yaitu putriku sendiri, dan kini dia sedang berada di luar negeri untuk melakukan Pendidikan."
"Saya merasa, tidak akn sulit bagi dia untuk berubah menjadi orang lain selama mengingat bagaimana kehidupannya di masa lalu. Terlebih lagi, dia sudah memiliki kesamaan secara alami dengan sosok yang akan dia gantikan identitasnya," tukas Edo.
"Kau menyadari sesuatu, Edo?" tanya nyonya Wany dengan semangat serta dengan wajah yang semringah.
"Selera, dan cara dia makan, sama persis dengan Nona, Nyonya."
"Iya, itulah yang membuat aku semangat, Edo. Sejak pagi itu, aku seperti telah melihat putriku sendiri."
"Biak, Nyonya. Saya tidak berjanji, kapan tepatnya akan membawa dia ke mari untuk menyetujui tawaran anda. Tapi, saya akan berusaha secepatnya dia akan segera bersedia."
"Iya, Edo. Aku tahu, kau memang paling bisa diandalkan."
***
"Kamu diam terus di dalam rumah tidak keluar untuk melihat suasana di sana, apakah kau merasa nyaman?" tanya Edo, suatu sore saat mendapati Ritika berada di tepi kolam renang dan hanya jalan-jalan mengelilingi tepinya saja.
"Ingin, sih… tapi, jika itu aku lakukan, apakah kira-kira orang yang kebetulan kenal denganku menganggap aku telah bangkit dari kubur? Bikin gaduh dan gempar kota saja yang ada nanti," jawab gadis itu dengan entengnya.
"Iya, sih… tapi, kau kan bisa melakukan penyamaran. Pakai kacamata, dan kenakan masker. Ubah gaya rambut kamu. Jika kamu terlalu sayang untuk memotongnya, aku bisa bantu kasih wig padamu."
Ritika tersenyum. "Kau begitu baik dan sangat perhatian padaku, kenapa kita tak ditakdirkan jadi saudara saja?" tanya Ritika. Dia malah tak fokus denga napa yang Edo katakana. Melainkan, hanya pada kebaikan dan perhatian kecil yang diberikan pria itu padanya.
"Terserah kamu. Bagaimana? Masih mau keluar, atau tetap di sini?" tanya Edo lagi dengan gaya dan nada seolah-olah dia telah memberikan sebuah kesempatan dan tak akan terulang untuk kedua kalinya.
"Baik, aku akan keluar denganmu. Bantu aku merubah penampilanku, agar tak dikenali oleh siapapun jika nanti seandainya nanti aku bertemu dengan seseorang yang aku kenal, atau yang mengenalku," ucap Ritika dengan semangat.
"Ayo, ikut aku!"
Edo membawanya pada seorang yang emmang memiliki keahlian dalam merias dan juga busana. Dia bekerja untuk keluarga Oberoi sudah lama sekali. Jadi, tugasnya adalah merias Nyonya dan Nona saat hendak mengadakan acara atau sebuah perjamuan bersama rekan dan juga coleganya.
Sambil menunggu Mommy Yuli merubah penampilan Ritika, Edo menungu sambil menyulut rokok. Dia merasa bosan. Sejak tadi, menahan untuk tidak merokok karena ia berfikir kalau sebentar lagi mereka sudah selesai. Tapi, nyatanya, sudah hampir sejam mereka tak juga keluar dan masih saja anteng di ruang rias.
Edo menghisap rokok di tangan kanannya dan mulai meniupkan asap ke udara sambil mendongak ke atas menatap langit-langit ruangan, tiba-tiba saja dia dikejutkan dengan suara langkah kaki.
"Aku sudah siap. Ayo, kita jalan!"
Edo menoleh. Dia tahu, yang datang itu adalah Ritika. Tapi, melihat dia dengan gaya pakaian ala korea yang sedikit tomboy dengan riasan mekap look, sepertinya yang berdiri di hadapannya itu adalah orang lain saja. bukan gadis yang baru saja ia antarkan masuk menemui Mommy Yuli.
"Jadi ajak aku keluar jalan-jalan, tidak?" tanya Ritika lagi Ketika Edo mulai bengong dan tidak meresponnya sama sekali.