"Dona! Apa yang kamu lihat?" tanya salah satu pelan yang nampak tak suka dengan sikap Dona yang selalu terkesan kepo denga napa yang telah dibicarakan oleh majikan mereka. Dari awal dia datang, memang selalu begitu.
"Oh, tidak. Aku hanya mengelap lemari ini saja," jawab wanita itu sambil tertawa konyol. Sementara Lily, yang mendapati dirinya tengah memperhatikan dan menguping hanya diam dengan muka datar. Tak mau membalas senyuman palsu dari Dona.
Meresa tidak nyaman dengan ekpresi Lily, Dona pun akhirnya pergi membawa lap dan cairan pembersih kayu tersebut menuju ke tempat lain.
"Kenapa, Lily?" tanya seorang Wanita berusia empat puluh tahunan itu dengan tegas.
"Kepala pelayan, Wida. Saya mersa aneh saja dengan Dona. Kenapa. Setiap kali nyonya bicara, dia seperi orang yang selalu saja mau tahu dan mencuri dengar pembicaraan mereka. Tak hanya dengan Edo, dan orang lain. bahkan dengan Nona Claudia saja dia berani," lapor Lily jujur.
"Sejak awal dia datang masih saja begitu. Tapi, selama nyonya diam dan tak ambil tindakan, kita bisa apa? Biarkan saja, jangan jengkel. Asal, kamu tak ikut-ikutan membangkang dan tak patuh aturan seperti dia, sudah cukup!" ucap Wilda dengan tegas.
"Baik, Kepala pelayan," jawab gadis itu kemudian beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut.
Ritika masuk ke dalam kamarnya. Dia membuka lembaran kertas di dalam map coklat yang telah diberikan oleh Edo. Itu bukan soal pekerjaan. Tapi, laporan dan perkembangan tentang Ronald dan juga dua orang jahat yang telah merampas kebahagiaannya selama ima tahun ini.
Ritika membuka satu demi satu. Kemudian, dalam sekejab saja juga sudah tahu apa yang harus dia lakukan. Menunggu untuk tiga hari, rasanya sangat lama. Akhirnya, ia meletakkan map tersebut ke dalam laci dan bergegas keluar.
Lagi-lagi, dia mendapati Dona berada tidak jauh dari nya. Memang, dia tidak terlihat bodoh dan seperti orang panik karena ketangkap basah akan hal yang tak seharusnya dilakukan. Tapi, emamng benar. Dari cctv pengawas rumah yang sering diperlihatkan oleh Jordan di bawah tanah saat ia melakukan Pendidikan juga, Wanita itu terlihat begitu mencurigakan.
"Selamat siang, Nona," sapa Dona. Seketika, Wanita itu menghentikan aktifitasnya dan memberi salam pada Claudia.
Claudia palsu hanya diam dan memandang curiga ke arah Dona. Kemudian pergi tanpa mengatakan apapun.
"Mommy. Aku mau besok saja sudah kembali bekerja di perusahaan. Aku tidak masalah walau tidak menjadi CEO perusahaan. Jadi karyawan biasa atau staf juga bersedia," ucap Ritika sangat to the point. Karena dia berperan sebagai Claudia, dalam keadaan seperti ini pun dia juga harus totalitas. Membuang gerbang pembatas dengan mengucapkan salam terlebih dahulu sebelum menyapa dan memulai pembicaraan. Gaya Claudia seperti apa, dia akan meniru segalanya.
Nyonya Wany yang sedang asik membaca buku seketika menutunkan kacamatanya dan memandang ke depan gadis yang telah menjekma jadi putrinya. Lalu tertawa dan berkata dengan lemah lembut selayaknya seorang ibu pada sang anak, "Hey, kau ini. Kenapa begitu buru-buru? Tidakkah kau merasa lelah?"
Claudia duduk di sebelah Wanita itu, kemudian menjelaskan dengan Bahasa yang bisa dipahami oleh Wanita yang kini telah menjadi ibunya itu.
"Oh, jadi begitu? Oke, aku akan minta Edo mengatur segalanya untuk kamu. Lagipula, selama ini yang menjadi COE adalah Mommy, maka tidak repot melakukan Sesutu walau terkesan dadakan. Terimaksih, sayang telah membuat Mommy pensiun dini, dan menikmati hidup dengan mudah," ucap Wanita itu sambil tersenyum.
Claudia hanya diam tidak menimpali ucapan Wanita yangtelah berjasa besar pada dirinya itu. ia tak hanya menyelamatkan hidupnya, tapi, juga akan memberikan segalanya hanya dengan mau menggantikan identitas putrinya yang telah lama mati.
'Papa, Mama. kalian tenang dan berdamailah di sana. tinggal satu langkah lagi, aku akan habiskan mereka yang telah merampas sesuatu yang seharusnya menjadi milikku.'
****
"Sayang, aku ikut kamu, oke?" ucap Sisca sambil berbegas berlari. Tergopoh takut ditinggal oleh Ronald yang sudah mengenakan pakaian rapi.
"Haduh, Sayang… aku kan sudah bilang sama kamu, aku akan berangkat pagi-pagi sekali. Kamu bagaimana sih? Tinggal tigapuluh menit lagi ini. Tapi, kamu masih begini-begini saja?" tanya Ronald yang melihat Sisca bahkan masih belum mengenakan mekap sama sekali.
"Aku akan menggerai rambut lurusku saja. soal mekap, aku bisa melakukannya di mobil. Tidak apa-aoa, kan?" tanya Sisca penuh harap. Berharap diizinkan untuk ikut undangan peresmian CEO baru perusahaan raksasa yang juga menaungi perusahaan warisan ayah tirinya. Dorman Suhendra.
"Kamu ini… ya sudah, ayo! Kita sudah tidak punya banyak waktu lagi," ucap Ronald. Bagaimana pun, dia juga tak bisa menolak permintaan tunangannya itu. jadi, mau tak mau terpaksa mengizinkan begitu saja. walau nanti, resikonya dia tak bisa tebar-tebar pesona pada Wanita cantik yang ada di sana.
Sementara, di aula perusahaan yang muat untuk ratusan orang, Claudia, bersama dengan Wany dan Edo, serta dibelakangnya dikawal oleh beberapa bpdyguard pilihan melangkah dengan anggun nan elegant menuju ke tempat utama.
Di balik balutan setelah jas hitam dan span seatas lutut dipadu dengan sepatu pantofel hak tinggi, membuat Ritika semakin terlihat cantik, auro bosnya begitu terpancar kuat penih wibawa dan kharismatik.
"Selamat datang Nyonya Wani, Nona besar Oberoi, dan pak Edo," sambut para staf penting perusahaan Oberoi dengan sangat santun.
"Tidak di sangka, Nona Claudia akhirnya kembali juga dan telah mengambil alih perusahaan ini," ucap mereka dengan takjub dan kagum.
"Ya, cepat atau kambat, perusahaan yang telah Nyonya Wani dirikan ini, juga akan diwariskan pada putrinya. Sekarang, yang bisa kita lakukan hanyalah berharap dan berdoa semoga, nonya Claudia dalam memimpin perusahaan bisa sebaik Mommynya."
"Iya, benar. Tapi, dilihat dari cara bersikap, dia sepertinya telah mewarisi sifat dan karakter Mommynya. Dia kuat, santun dan juga ulet. Dihat saja, di usia muda dia sudah beprestasi dan berhasil membuat usaha sendiri yang tak juga popular."
Sisca berjalan, menerobos barisan orang-orang yang berdiri di koridor kantr menuju aula sambil menggenggam erat terus tangan Ronald. Solah ia menunjukkan pada semua mata yang memandang bahwa mereka adalah pasangan.
Tapi, Ketika mendengar para staf dan tamu besar yang datang hanya membicarakan calon CEO baru, yang katanya putri dari nyonya Wany Oberoi itu sendiri, tiba-tiba ia merasa iri. Kenapa, dia yang anak dari pemilik perusahaan tak pernah mendapatkan pujian seperti itu dari bawahan mendiang papa tirinya? Dari dulu sampai sekarang.
"Kenapa kamu kelihatan kesal dan bete banget, sih Sayang?" tanya Ronald yang melihat perubahan ekpresi tunangannya itu.
"Orang-orang sini begitu memuji anak pemilik perusahaan. Kenapa di kantorku tidak? Apa, karena aku hanya anak tiri dari papaku saja?" tanya Sisca dengan kesal.