Setelah diajak jalan-jalan oleh Edo dan menemui banyak hal-hal yang tidak terduga, Ritika hanya diam saja. bahkan, dia juga menolak untuk makan malam. Padahal, Ketika di luar tadi, Ritika masih belum sempat diajak makan oleh Edo.
"Bad mood boleh. Tapi, ingat. Wajah adalah aset. Cuci wajah dulu, baru diam dan merenung sejenak. Siapa tahu saja nanti ketiduran, kan?" gumam Ritika menyemangati diri. lalu menuju kamar mandi.
"Mbak Ritika! Nyonya mengajak anda untuk makan malam bersama!"
Ritika hanya menghela napas. Ini sudah anggilan Ketika setelah dia pulang jalan-jalan dari embak yang berbeda juga. dia kesal. Tapi, harus bagaimana lagi? Marah? Dia cukup tahu diri, bahwa dirinya di sini hanya numpang. Dia hanya beruntung saja telah memiliki rupa seperti anak pemilik rumah ini. Jika saja tidak… mungkin ia hanya akan menjadi babu tanpa digaji saja, dan cukup diberi makan alakadarnya.
Sementara di meja makan, Edo dimarahi habis-habisan oleh nyonya Wany. "Kamu sih… menjalankan tugas itu jangan asal! Sebelum memperlihatkan kenyataan yang sekiranya akan mengenai mental dan perasaannya, harunya kamu harus pastikan dulu perutnya kenyang. Jangan biarkan dia lapar saat menghadapi masalah!"
"Maaf, Nyonya. Saya pikir dia akan sama seperti Nona muda yang semakin doyan makan Ketika dalam masalah. tapi, saya sala…. "
"Selamat malam, Nyonya! Selamat malam kak Edo!" seru Ritika tiba-tiba saja dia menyapa, dan memotong kalimat Edo yang belum selesai.
Dua orang di meja itu seketika menolah. Wajah muram nyonya Wany yang marah pada Edo pun seketika juga telah berubah menjadi sangat semringah.
"Ritika! Kamu datang untuk makan bersama, kami, kan? Katakana saja iya, dan itu telah menyelamatkan nyawaku!" seru Edo dengan sangat semangat. Sampai dia bangkit dari tempat duduknya dan menraik salah satu kursi di dekat nyonya Wany kemudian meminta agar Ritika duduk di sebelah Wanita ketua gangster tersebut.
"Terimakasih, kak Edo," ucap Ritika dengan senyuman menawan. Seolah, dia tidak sedang dalam masalah.
Sementara nyonya Wany, terus meperhatikan tingkah laku gadis itu dari semenjak ia kembali. 'Memang, ada beberapa kemiripan antara dia dan Claudia. Hanya beda, gadis ini lebih sehat dan bermental baja. Dulu, saat putriku masih hidup, aku sangat ragu dan was-was mewariskan semua ini padanya. Tapi, jika saja anak ini setuju menggantikan identitas putriku… maka, mati pun sekarang aku juga akan tenang. Edo bisa dipercaya, dia yang sementara memimpin dan memberikan pelatihan untuk Ritika di dunia bawah tanah. Dua tahun saja cukup. Apalagi sampai lima tahun, maka dia akan jadi hebat dan tak tertandingi.
"Aku datang tidak terlambat, kan? Ku rasa, makanan juga masih belum dingin," ucap Ritika kembali. Dia bersikap benar-benar tenang seolah-olah tidak memiliki masalah apapun.
"Tidak Ritika. Kamu mau datang untuk makan kami sangat senang sekali. Sebab, kami mengira, kau tidak akan mood untuk makan lagi," ucap nyonya Wany langsung menimpali ucapan Ritika dengan sangat cepat.
"Tidak akan. Kenapa saya harus mook makan? Saya manusia biasa yang punya rasa lapar dan mendapatkan tenanga dari makanan. Tidak mau makan hanya untuk pria sampah seperti Ronald?" Ritika tersenyum sinis. Mengambil sendok dan garpu, lalu menyambung kembali kalimatnya, 'Tidak mungkin!"
"Baguslah… kau ini sangat cantik, cerdas dan berpotensi, Ritika. Tak pantas bagi kamu jika berpikiran sempit," ucap Edo.
Ritika tertawa. Mungkin ini kali pertama dia bisa tertawa lepas penuh bahagia setelah ibunya mulai sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal. Benar apa yang telah Edo dan Nyonya Wany katakan, Membuat orang yang telah berbuat dzolim pada kita tahu bagaimana rasanya ada diposisi kita, ditindas di titik terbawah dan tak memiliki apapun juga perlu.
Kalaupun itu tak membantu papa dan mama di alam sana, setidaknya mereka akan tenang dan damai di alam sana melihat putri semata wayangnya baik-baik saja.
Ereka bertiga makan bersama menikmati hidangan yang ada dengan penuh suka cita. Bercanda sudah mirip sekali seorang ibu dengan dua anaknya.
Usai makan malam, Ritika secara pribadi menemui nyonya Wany di tempat beliau beristirahat. Mengetuk pintu dengan santun dan datang sendirian tanpa didampingi pelayan pribadinya yang telah nyonya minta secara khusus melayani segala keperluan Ritika seperti layaknya seorang nyonya. Sebab, tamu diperlalukan demikian juga tidak layak.
"Siapa?" jawab seorang wania dari balik pintu itu.
"Ritika, Nyonya. Ini saya!" seru Ritika dengan tegas. Dia sengaja, memasuki kamar tuan rumah di malam hari. Menunggu para pelayan untuk tidur. Sebab, hal yang akan dia bicarakan ini bersikap sangat rahasia dan tidak boleh sampai bocor. Sebab, dari banyaknya para pelayan di sini, dia juga tak tauhu jika ada salah satu mata-mata yang dirusuh lawan, maupun kelak dia akan berubah menjadi seorang penghianat.
Selang beberapa detik, pintu kamar terbuka. Walau sudah lama tinggal menumpang di rumah ini menjadi beban. Tapi, ini adalah kali pertama Ritika melihat isi kamar nyonya Wany. Dia dibikin kagum oleh pemandangan yang tersuguh di depanya. Kamar yang super megah dengan interior khas Eropa dan sangat luas.
Dengan kamarnya saja dia sudah sangat kagum, ternyata… kamarnya saja taka da setengahnya, mungkin hanya sepertiga dari kamar nyonya Wany.
"Oh, kamu Ritika? Masuklahm Nak! Pasti ada hal yang ingin kamu utarakan," ucap Wanita itu, kemudian kembali menutup pintu dan menguncinya.
Tidak mau berbelit-belit, Ritika langsung to the point mengutarakan apa yang ingin ia katakan.
"Nyonya, saya takt ahu, ini terlambat atau tidak. Tapi, sekarang saya telah memutuskan untuk bersedia menggantikan identitas putri anda sepernuhnya. Saya mau jadi Claudia Ochoa Oberoi," jawab Ritika dnegan tegas tanpa rasa takut, gentar apalagi ragu. Sediktipun taka da keraugan di wajahnya. Dia benar-benar sudah mantap dengan keputusannya dan siap menanggung resiko apapun yang buruk kemungkinan akan terjadi di masa depan.
Nyonya Wany diam terpaku dan ternganga denga napa yang baru saja dia dengar dari bibir Ritika. Ia menganggap ini adalah mipi. Ternyata, Gadis muda di hadapannya ini jauh lebih tegas dan lugas dalam mengambil keputusan jika dibandingkan dengan putrinya.
"Nyonya?" ucap Ritika kembali. Sebab, sudah hampir lima menit Wanita itu diam dan memandangi dirinya saja tanpa sepatah pun jawaban.
"Iya, Ritika. Iya… kau bisa menjadi putriku. Keputusan kamu ini snagat tepat dan tidak lah terlambat. Mulai sekarang, kau bukan lagi Ritika. Tapi Claudia," ucap Wanita paruh baya itu sambil menghampiri Wanita itu dan memeluknya erat.
Wany merasa sangat senang sekali, akhirya ia bisa tenang setelah tahu siapa yang akan menggantikan dirinya kelak memimping geng Naga Imperal. Terlebih lagi, terkait kematian Claudia hanya Edo dan beberapa orang saja yang tahu. Tapi, mereka telah berhasil dibereskan. Sebab, dalam dunia mafia, tidak aka nada kepercayaan pada siapapun kecuali pada mereka yang telah mati.