"Ya, Edo. Kamu benar. Di usianya yang seharunya masih labil itu, dia akan senang dengan tawaran ini. Menggantikan putriku dengan merubah identitasnya juga baik, bukan? Tapi, tak disangka. Kedewasaaannya dalam berfikir benar-benar melebihi usianya. Dalam hal ini, kurasa aku butuh bantuan kamu, Edo," ucap Wanita dengan rambut yang telah di cat putih seluruhnya itu.
"Nyonya benar-benar menginginkan dia?" tanya Edo.
"Jika tidak dia, siapa lagi? Aku tak akan memiliki ambisi setinggi ini jika saja dulu kau menerima tawaranku untuk menjadi putraku!" jawab nyonya Wani dengan ketus.
"Baik, Nyonya, saya tahu apa yang harus saya lakukan, mohon kesediaannya dalam memberi waktu untuk saya," jawab Edo dengan santun kemudian ia pergi meninggalkan tepat tersenut. Sebab, dia tak ingin terlibat lebih dalam dalam lagi akan hal ini dengan nyonya Wany.
***
Sisca membawa Ronald menuju rumahnya di mana rumah itu telah ramai oleh para pelayat yang terdiri dari keluarga dan juga para tetangganya. Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya bungkam dan tak saling bicara. Isebab pria itu merasa bahwa saudari tiri pacarnya itu hanyalah berbohong dan mungkin akan merencanakan sesuatu saja. akhirnya… semua telah terjawab sudah. Bahkan, nenek dan juga paman serta bibi Ritika yang begitu baik hati juga hadir di sana dan nempak menangis sedih benar-benar merasa kehilangan.
Bukti kuatnya, banyak sekali rangkaian bunga duka cita dari berbagai perusahaan yang menjalin kerja sama dengan keluarga Ritika sebelum kematian mendiang ayahnya serta golega ayahnya telah mengirimkan dan menananmkannya di sepanjang pagar rumah Ritika dan bertuliskan Namanya.
"Ritika benar-benar telah mati? Tidak… ini tidak mungkin. Ritika ku tak akan pernah mati. Dia akan selamanya hidup dan terus bersamaku untuk mendukungku," lirih Ronald. Seketika tubuhnya pun menjadi lemah dan terduduk bersimpun di atas tanah.
Usai pemakan saudari tirinya, kembali Sisca menemui Ronald untuk membuat sebuah penawaran yang diyakini oleh gadis itu bahwa Ronald pasti tak akan bisa menolaknya. Karena, dia sudah tak lagi memiliki kekuatan apapun setelah Ritika mati.
"Kau sudah percaya dan melihatnya sendiri, bukan? Ritika benar-benar telah mati. Lalu, apa lagi alasan kamu menolakku?" tanya Sisca, seraya menyeringai.
"Apakah kau yang membuat settingan ini agar tak diketahui oleh keluarga besar Ritika bahwa kamu lah yang telah merencanakan kematian Ritika?" tanya Ronald dengan emosi.
"Ck ck ck… kamu ini sudahlah lemah, tak punya apa-apa… masih sok keras. Lagipula, untuk apa sih kau berusah sok mau usut kematian Ritika? Toh keluarga besar kami saja taka da yang curgia dan meyakini bahwa kematiannya adalah murni karena kecelakaan. Sekalipun aku yang benar-benar membunuh dan mengakuinya padamu, apakah kau punya bukti kuat?" tanya Sisca dengan penuh kemenangan.
Ronald hanya diam. Apa yang dikatakan oleh Sisca nyatanya juga benar. Ia tak memiliki bukti kuat sama sekali. Ia tak mungkin bisa melakukan apa-apa tanpa seseorang dari pihak keluarga Ritika sendiri yang mendukung dirinya untuk menguak kejahatan yang telah Sisca dan ibunya lakukan. Lagipula… kelihatannya juga benar, bahwa taka da yang curiga dan merasa ganjal sedikitpun dengan kematian Ritika. Terlebih di depan keluarga besar, mereka berdua selalu tampil baik dan sempurna pada Ritika.
Sisca menaikkan sebelah kakinya di lutuk Ronald yang telah duduk di kursi memamerkan pahanya yang putih dan mulus seraya berkata smabil memegang dagu pria itu dan mengarahkan wajahnya pada dirinya sehingga keduanya bertatapan dalam jarak yang begitu dekat. "Lagipula, kalaupun kamu berhasl mengungkap kebenaranyannya, aku paling hanya diusir dari rumah besar itu, dan juga masih mendapatkan beberapa bagian warisan yang masih bisa kami berdua gunakan untuk hidup cukup layak. Sedangkan kamu? Kau dapat apa? Kamu tak dapat apa-apa.
Jadi, aku minta sama kamu untuk patuh dan tak banyak tingkah. Sekarang ini, aku adalah ahli i waris keluarga ini. Semua harta benda adalah milikku. Jadi pacarku, dan menikahlah denganku, aku akan berikan apapun yang kau butuhkan. Jika tikdak… kau tahu, kan betapa menderitanya berurusan dengan juragan Suto, kan?"
Ronald hanya diam, dan memasang wajah sebal. Tapi, jauh dalam hatinya, sebenarnya dia telah bersorak penuh dengan kemenangan. Karena, apa yang telah dia harapkan dari Sisca setelah kematian Ritika juga terjadi. Ia tak menyangka sama sekali, bahwa mereka berdua, walaupun hanya saudara tiri dan tak memiliki hubungan darah memiliki kesamaan. Ya, sama-sama terlalu bodoh dan tergila-gila padanya.
'Hahahaha. Kau pikir, kau telah membuntu jalanku untuk tak bisa menolakmu lagi, Sisca? Kamu salah. Justru kau lah yang sebenarnya telah masuk ke dalam perangkapku. Begini, kan sama saja, aku bersamamu karena lau menekan dan memaksaku?' batin Ronald yang telah tertawa dan bersorak penuh kemenangan.
Karena mereka kini berada di sebuah tepat dan tak seorang pun mengetahinya, Sisca pun akhirnya berbuat dengan berani, melakukan sesuatu di luar batas. Bahkan, Ritika yang telah berpacaran selama satu tahun saja tak pernah seperti itu. tapi, rupanya benar. Sisca itu terlalu tergila-gila pada Ronald dan mengakibatan kineja otaknya menjadi lemot.
"Sisca… kau mau apa?" tanya Ronald. Kali ini, dia benar-benar deg-degan karena selama ini, dia termasuk setia pada Ritika. Bukan karena cinta. Tapi, hanya takut ketahuan saja. mengingat bahwa Ritika memiliki banyak mata-mata di sekitarnya. Jadi, yang dia lakukan selama ini dengannya tak lebih hanya berpegangan tangan. Mencium pun paling hanya diizinkan mencium hanya pipi saja. jadi, dia masih perjaka sepenuhnya.
"Aku akan memberikan sesuatu yang tak pernah kau dapatkan pada Ritika. Aku takt ahu, kalian pernah melakukannya tau tidak. Jika pernah, kau tinggal nilai saja. mana yang pelayannya lebih baik dan memuaskan?" ucap Sisca sambil tersenyum buas.
"Ah!" Ronald terlentang di atas kursi panjang ya ia duduki saat dengan sedikit kasar Sisca mendorongnya ke samping. Tak mau memeberi celak, seketka Wanita itu pun langsung naik dan duduk ngangkan di atas tubuh pria tegap nan jangkung tersebut.
"Aku bisa membuatmu terus terjerat denganku dengan caraku sendiri. Jadi, mulai sekarang lebih baik kau lakukan saja apa yang jadi mauku. Atau, setelah ini aku akan berteriak dan mengatakan bahwa kau pria bajingan yang akan memperkosaku?"
"Terserah kamu saja. Aku bersedia denganmu jika memang kau bisa melunasi hutangku pada juragan Suto."
"Hahahaha! Bagus. Bagus sekali. Begitu baru benar. Lagipula, aku bisa langsung melunasinya. Tidak harus menunggu tiap minggu seperti yang Ritika lakukan saat bersamamu. Kau juga tahu, kan bahwa mendiang ayah kami adalah orang yang teratur dan tidak membiarkan anak-anaknya berlebihan dalam menggunakan uang? Sekarang, dia sudah tidak ada lagi. Sedangkan Ritika putri semata wayangnya juga telah menyusulnya di neraka. Hanya ada aku saja. lalu, siapa yang dapat membatasiku?"