Chereads / PUTRI PENGGANTI RATU MAFIA / Chapter 10 - MENCINTAI SEPENUH LAMBUNG

Chapter 10 - MENCINTAI SEPENUH LAMBUNG

Seketika Ritika pun menoleh cepat memandang Edo dengan mata tajam. Kelihatan sekali, bahwa pria itu begitu meremehkan dirinya. "Kamu gak percaya denga napa yang aku katakan?"

"Tidak… bukan begitu. Aku tahu, kau adalah gadis baik dan jujur. Kau hanya akan mengatakan sesuatu berdasarkan fakta yang kau ketahui sendiri. Tapi, aku hanya ragu dengan keyakinanmu itu," jawab Edo sambil nyengir.

"Atas dasar apa kau berkata demikian? Aku yakin, bahwa feeling aku itu tepat."

"Ritika, pria itu bagaikan ponsel yang hanya butuh wifi. Dia hanya menyambung pada jaringan yang mudah dijangkau dan membuat lancar dalam pengoprasian bend aitu sendiri," jawab Edo.

Ritika cukup tertarik dengan kalimat ini. Tapi, sama sekali tidak membuatnya terpengaruh sama sekali. Tapi, justru kalimat dari Edo itu hanya akan ia gunakan untuk melakukan serangan balik saja. "Aku juga dengar kata pepatah, bahwa patokan seseorang dalam menilai orang lain adalah diri sendiri. Aku, bahwa juga sering membuktikannya."

"Oke. Mungkin aku hanya bicara omong kosong pagi ini. Jangan lah kau masukkan hati, aku minta maaf."

"Tidak masalah. terimakasih. Kau hanya berkata sesuai fakta dari hal yang kau sering jumpai dan mungkin yang telah kamu alamai sendiri. Tidak masalah. tapi, bagaimanapun juga, selama ini yang telah menjalain hubungan dengannya kan aku. aku yang tahu bagaimana seluk beluk dia. Jadi, keyakinan di hati ku ini atas apa yang telah kami lalui bersama."

Edo memalingkan wajah ke samping. Ia berusaha mencari obyek untuk dapat mengalihkan topik pembicaraan. Mendengar Ritika terlalu memuji pacarnya itu, dia merasa eneg.

"Sebesar apa cintamu padanya?" tanya Edo. Sebelum benar-benar mengganti topik, ia ingin katakana sesuatu pada gadis yang telah duduk di sebelahnya.

"Aku tidak tahu. Tapi, aku benar-benar mencintai dirinya sepenuh hati."

"Sebelum pernikahan itu terjadi, kenapa harus mencintai pria dengan sepenuh hati? Apakah kau tidak takut?"

"Takut, kenapa?"

"Ya, takut kalau tiba-tiba saja dia berkhianat. Apa kau pikir akan baik-baik saja, itu hati? Lebih baik, cintai pacarmu sepenuh lambung saja. setidaknya, obat lambung lebih murah, terjangkau dan mudah di dapatkan ketimbang obat sakit hati. Jika tak kuat iman, bisa gila, kau!"

"Kau sendiri yang gila! Aku tidak!" teriak Ritika kesal. Akhirnya mereka pun malah saling ejek dan olok satu sama lain. Lalu, timbul sebuah kehangatan yang tak pernah Ritika rasakan selama ini.

Nyonya Wany Oberoi tersenyum simpul melihat pemandangan di kolam ikan dari atas balkon. Ia merasa senang, melihat calon anak angkatnya dekat dengan anak yang telah dia besarkan dan dia didik itu. dengan begitu, secara perlahan, akan mampu mmebuat Ritika terpengaruh.

"Nyonya besar. Sarapan sudah siap," ucap Melani dari belakang nyonya Wany. Ia mengatakan dengan santun dan penuh dengan etika.

Walaupun sudah sangat lama sekali Wanita itu bekerja di sini dan telah menajdi kepercayaan Nyonya Wany. Tapi, tetaplah dia menggunakan Batasan-batasannya untuk tidak berbuat dan prilaku seenaknya. Karena, sebaik apapun nyonya Wany kepadanya, tetaplah dia adalah boss. Sementara dia hanyalah seorang pelayan yang kebetulan dipercaya saja. jadi, tak boleh bersikap lancang.

"Baik. Undang mereka berdua untuk ikut sarapan denganku," ucap nyonya Wany dengan tegas dan berjalan emnuju ke meja makan.

Wanita itu hanya diam sejenak. Di hadapannya telah banyak terhidang menu sarapan yang dapat terbilang mewah. Walaupun tidak terlalu beraneka ragam. Ya, hanya ada sup bubur jagung, roti bakar dan beberapa selai saja untuk mengoles. Memang itu terlihat biasa dan mudah di dapat oleh kalangan bawah sekalipun. Yang membuat mewah itu, adalah butiran kecil berwarna hitam yang terletak di sebuah wadah kecil.

Memang bend aitu sangat kecil dan terlihat biasa saja. tapi, memiliki nilai harga yang sangat mahal dan fantastis. Itu adalah telur ikan Caviar. Atau, yang biasa disebut oleh masyarakat Indonesia dengan makanan Sultan karena harganya yang terlalu wow untuk ebnda sekecil itu.

Namun, jika tahu akan manfaat dan sebara sulit untuk mendapatkannya, maka, harga itu sangatlah sepadan. Sebab, tak mungkin bagi mereka untuk pergi kelautan untuk menangkap sendiri ikan Caviar yang telah bertelur. Itu sangat sulit dan terlalu berbahaya.

"Selamat pagi, Nyonya. Apakah anda memanggil kami?" sapa Ritika dengan sangat manis. Namun, tak meninggalkan sopan santun dan etikanya yang cukup berkelas.

"Selamat pagi. Ya, duduklah di sini. Aku mengundang kalian berdua untuk sarapan bersama," jawab Wanita itu dengan lembut nambun tegas. Bahkan, senyuman di bibirnya juga begitu tipis dan nyaris tak terlihat.

"Terimakasih, Nyonya," jawab Ritika masih kaku. Dia merasa ini hanyalah sebuah tawaran basa-basi saja. jadi, untuk sarapan dia bisa pergi ke dapur dan meminta pada pelayan saja. tapi, jika dia pergi begitu saja…kira-kira nyonya Wany akan tersinggung dan merasa tak dihargai, atau tidak?

Ritika melirik ke samping memandang Edo yang jelas jauh lebih lama ikut bersama dengan Wanita ini. Dengan hanya sebuah isyarat mata saja, Ritika sudah dapat mengerti. Jadi, ia pun menarik kursi dan duduk.

"Mau roti?" tanya Ed seraya mengambil selembar roti bakar dan mengolesnya dengan selai kacang.

"Terimakasih, aku akan makan bubur jagung saja," jawab Ritika. Dia mengambil satu mangkuk sup jagung dengan gaya cantik nan elegant. Tak lupa, dia juga menawari nyonya Wany yang sedari tadi hanya diam memperhatikan dua insan yang di matanya sudah seperti putra dan putrinya sendiri.

Wanita itu dibuat tercengang dengan selera dan cara makan Ritika. Begitu juga dengan Edo.

'Nona Claudia,' batin Edo. Bahkan, ia pun sampai bengong. Entah, terlalu syock. Atau telah mendatkan obat penawar rindu dari sosok yang dulu juga cukup dekat dan telah ia perlakukan seperti adiknya sendiri, Edo juga tak tahu.

***

Dengan tubuh sempoyongan karena mabuk dan terlalu banyak minum, minuman keras, Sisca langsung terlentang di atas sofa kamar yang ia masuki bersama dengan Ronald. Ia mulai meracau tak karuan. Mengatakan apa saja yang ada di benarknya.

Memang, orang yang mabuk itu berbeda-beda. Ada yang hanya diam, menikmati sensasi mabuk yang hikin pusing, berat dan tak nyaman, bahkan sampai dengan mual hingga muntah. Ada pula, yang meracau tak keruan seperti Sisca.

"Sayang, sudah, diam ya? kau jangan berisik. Itu hanya akan membuat tetangga kosku akan kepo dan mengintip ke sini, oke?" ujar Ronald.

"Mengintip? APakah tetannga kosmu sekampungan itu? Kalau dia mengintip, ayo kita buat dia untuk tak berani mengulang tindakan tercel aitu lagi saja," jawab Sisca sambil tersenyum penuh arti.

"Ap… apa maksut kamu? Apa yang ingin kau lakukan pada mereka?"

"Tidak pada mereka. Tapi, kamu."