Chereads / PUTRI PENGGANTI RATU MAFIA / Chapter 6 - KABAR UNTUK RONALD

Chapter 6 - KABAR UNTUK RONALD

Seorang Wanita cantik berkulit putih dengan balutan mini dress warna merah menyala berjalan sambil meliuk-liukkan tubuhnya seolah memarkan kemolekan tubuh dan juga kulit putihnya pada siapapun yang ada di sana dan yang memandangnya.

"Hentikan. Memang, ada berapa, sih utang dia?" tanya Wanita itu dengan sombongnya. Sambil mengibaskan rambut panjanganya yang bergelombang dan yang telah ia warnai berwarna marun biru juga hijau dan kuning.

"Waaaah… apakah ini yang dinamakan keberuntungan pria ganteng seperti kamu, Ronald? Padahal kau kere dan banyak hutang gini. Malah datang Wanita cantik dan berinisiatif bertanya berapa jumblah utang yang kau miliki?" sindir Juragan Suto itu sambil memicingkan mata dan tersenyum miring.

Ronald yang terkejut dengan kedatangan Wanita yang ta kia harapkan itu seketika langsung diam tertunduk. Tapi, untuk mengusir dan bersikap angkuh juga tak bisa. Karena, suasanya juga sangat tidak tepat dan tak mendukung sama sekali.

Juragan Suto berjalan mendekati Wanita itu dengan tatapan yang penuh nafsu. Lalau dia bekata dengan suara sensual pada gadis itu. "Neng… kau itu begitu cantik, seksi dan mendekati sempuna… abagaimana bisa kau jatuh cinta pada pria kere seperti ini? Kau akan sengsara bersamanya. Jadi, kenapa tidak hidup denganku saja? aku bisa memberikan apapun yang kau inginkan," ucapnya lagi sambil tertawa jahil yang membuat sang Wanita semakin muak dan emosi.

"Jangan menyentuh! Singkirkan tangan kotormu itu. aku tak butuh uang haram dari hasil jadi rentenir darimu. Karena, kekayaan yang dimiliki orangtuaku… jika dibandingkan denganmu… kau taka da seujung kukunya saja," ucap sang gadis sambil menepiskan tangan pria tua itu yang hendak memegang dagunya.

"Kau jangan besar omonganmu, Wanita! Melihat penampilanmu yang jalang begini, sepertinya, kau hanya dapatkan uang dari menjual diri saja!" jawab pria itu dengan marah dan tak terima.

Gadis itu menjetikkan tangan dan muncul beberapa orang berseragam jas dan kacamata hitam membereskan pria tua itu dan juga pengikutnya.

"Urus mereka. Tunggu aku melakukan negoisasi. Jangan apa-apakan dulu, cukup janga biarkan mereka kabur dan melakukan tindakan yang merugikan saja," ucap wamita itu dengan gayanya yang boisy. Lalu melangkah mendekati Ronald.

"Kau, kenapa datang ke sini?" tanya pria itu sambil mengelap sedikit darah yang mengalir di ujung bibirnya.

"Aku tahu segala permasalahanmu. Aku juga tahu, apa sebenarnya tujuan kamu mendekati sauadari tiriku, kau hanya butuh uang dia saja, kan untuk bisa hidup enak? Kau bohongi ibu dan juga keluarga kamu di kampung kan, bahwa kau di kota hidup enak kuliah sambil kerja?"

"Kau… bagaimana bisa kamu tahu akan semua itu?" tanya Ronald seraya membulatkan kedua matanya.

"Dari sini," jawa wanita itu. Sambil menunjukkan ponsel berlogo apel tak utuh berwarna merah maroon dengan casing diamon dengan bangga dan penuh dengan tawa kemenangan.

"Itu… itu ponsel milik Ritika, kan? Kenapa bisa ada di dirimu? Sisca! Apa sebenarnya yang terjadi pada Ritika?" tanya Ronald dengan nada sedikit meninggi.

Wanita bergaun mini merah menyala itu menyunggingkan bibirnya membentuk seringaian. Dan kembali menarik ponsel dalam genggamanannya saat pria di hadapannya itu berusaha merebutnya. "Kau benar. Rupanya kau cukup teliti dan tahu betul mana barang-barang yang jadi milik Almarhum."

"Apa maksut kamu, Sisca?"

"Apa lagi, memangnya? Bukankah itu sebutan buat orang yang telah mati? Ya sudah, aku katakana padamu. Sekarang begitu harunsya kau juga paham, kan? Karena aku yakin, kamu bukanlah orang yang bodoh."

"Apa, Ritika mati? Tidak, ini tidak mungkin. Kau pasti bohong padaku, kan? Kamu bohong, Sisca. Di mana dia sekarang?" tanya Ronald berteriak seperti orang hilang kewarasan dengan kedua mata yang merah dan mulai basah.

"Berisik sekali. Diam kamu. Ayo, ikutkah denganku jika kau ingin tahu kebenarannya!" ucap Sisca tanpa basa-basi langsung putar balik dan melangkah meninggalkan halaman kos-kosan yang sebagian digunakan untuk tempat parkir motor.

***

Nyonya Wani berdiri tegap di depan balkon rumahnya. Dia memandang lurus ke depan langit putih yang cukup menyilaukan itu tanpa berkedip.

"Nyonya, minumlah teh jahe ini. Jangan terlalu sering menatap awan putih yang menyilaukan. Itu tidak baik untuk Kesehatan mata," ujar Edo. Entah, di aitu sebnarnya pa status dan tugasnya di rumah itu. Di rumah sudah mirip pelayan pribadi Wanita itu. sementara di luarm dia bisa menjadi supir, maupun bodyguard. Jika sudah memasukki tempat perusahaan. Dia adalah tangan kanan Wanita paruh baya itu.

"Ya, taruhlah di situ dulu. Nanti aku akan meminumnya," jawab Wanita itu. Masih tidak bergerak dan merubah sedikitpun posisinya.

"Nyonya sudah banyak ngobrol dengan gadis itu?" tanya Edo. Dia tahu, harusnya tak usah bertanya. Sebab, dia adalah orang kepercayaan nyonyanya. Kelak suatu saat jika ia telah siap untuk bercerita… pasti juga akan mengatakannya tapa diminta.

"Maafkan say ajika lancang, Nyonya," ucap Edo, dan bersiap untuk bergegas.

"Ya. aku tahu jlaan hidupnya. Dia sangat malang. Empat orang yang kau bereskan malam itu adalah suruhan ibu dan saudari tirinya. Aku juga menawarinya bantuan untuk balas dendam dengan syarat yang mungkin kau juga bisa menebaknya," jawab nyonya Wani. Seketika, dia langsung berbalik badan. Raut wajah yang sebelumnya begitu kaku, kini telah berubah menjadi lebih santai.

"Anda… apakah menawari dia mengubah identitas menjadi nona besar, Nyonya?" tanya Edo. Dia hanya mengeluarkan tebakannya saja. tapi, sebagai orang yang pernah ditolong dan mengabdikan diri atas apa yang diberikan Wanita itu padanya. Berkata seperti itu vaginya sungguh lancang, tak pantas dan juga tak beradab.

"Ya. kau tahu apa jawaban dia?" tanya Nyonya Wani. Bahkan dia bertanya smabil tersenyum.

"Dia langsung setuju, karena bagaimana pun dia harus balas dendam dan merebut kembali apa yang akan menjadi haknya?"

"Kau telah salah, Edo. Awalnya aku juga percaya akan seperti itu. dia malah menolak dan gak peduli. Yang dia inginkan sekarang adalah hanya hidup bebas tanpa beban dan beban derita disiksa oleh mereka. Ia tak peduli dengan harta benda peninggalan kedua orangtuanya yang akan dirampas seluruhnya oleh mereka. Ia juga mengatakan dengan dendam tidak akan menyelesaikan masalah. akan timbul sakit baru di hatinya Ketika kelak melihat mereka berhasil bangkit lagi.

Ya… dia cukup ulet. Sudah banyak hal dan cara aku gunakan untuk membujuknya supaya ia setuju, tapi nyatanya juga tidak berhasil sama sekali. Dia tetap akan memilih ikhas. Sungguh langka," gumam Wany.

"Dia adalah gadis berhati malaikat, Nyonya. Gadis di usianya… harunya sangat berambisi dan menggebu-gebu, apalagi dalam hal balas dendam atas apa yang telah menimpanya. Tapi, dia tidak sama sekali," jawab Edo. Ia juga tak menyangka akan begini, walaupun dari awal melihat pada kedua bola mata Ritika juga sudah dapat merasakan bahwa dia adlaah gadis baik dan polos. Tapi, itu tak akan sebaik ini juga.