Chereads / PUTRI PENGGANTI RATU MAFIA / Chapter 3 - TAKDIR DAN KEBERUNTUNGAN

Chapter 3 - TAKDIR DAN KEBERUNTUNGAN

Pria dengan masker scuba itu menyeringai. Tak terlihat memang, selain hanya kedua matanya saja yang nampak menyipit. Karena terget telah terkena dan tepat sasaran.

Seolah memiliki kekuatan baru dari harapan yang ia lihat. Ritika berdiri, berlari namun teat di hadapan Edo gadis kecil itu langsung roboh. Sayang sekali, jaraknya terlalu jauh. Jadi, Edo tidak dapat menangkapnya. Sehingga tubuh Ritika jatuh di atas tanah.

Tidak mau kalah cepat dengan lawan, seger Edo meraih gadis kecil itu, dan mengangkat, meletakkan tubuh lemasnya di Pundak kiri, sementara tangan kanannya memegang pistol, diarahkan pada dua lelaki yang masih belum dia tumbangkan.

"Jangan mendekat! Atau, akan kubunuh kalian!" serunya.

Seketika, dua lelaki itu pun diam di tempat sambil angkat tangan.

"Apa yang mau kau lakukan pada gadis ini? Apakah kalian yang menyiksanya sampai seperti ini?"

"Tidak, tidak. Saya hanya disuruh untuk membunuhnya. Dia sudah dalam keadaan lemas dan banyak luka, Ketika kami menjemput tadi."

"Baiklah! Anggap saja tugasmu selesai. Kau boleh katakana bahwa dia mati pada tuanmu. Lalu, mayatnya kalian buang ke dasar jurang!" ucap Edo dan masih mengarahkan pistolnya pada kedua pria itu.

"Ba… baik, Tuan. Saya akan katakana itu pada atasan kami," ucap mereka berempat secara bersamaan.

"Bagus!" Edo pun langsung melangkah dengan membawa tubuh lemah gadis belia di tangannya itu. tak tahu mau diapakan nanti gadis itu. Tapi, yang jelas pasti akan di serahkan kepada nyonya nya. Jika gadis itu kuat melakukan tahap ujian yang akan diberikan oleh bosnya itu, maka beruntunglah gadis itu karena bisa masuk ke dalam organisasi Naga Imperal. Selebihnya, apa tugasnya, itu akan menyusul. Harus melalui berbagai seleksi kecerdasan, ketangkasan, terutama kekuatan fisik.

Namun, jika fisiknya lemah… paling ya menjadi pembantu baru yang diharuskan beres-beres dan tukang cuci saja. tidak akan dia di suruh masak. Nyonya Wani seleranya tinggi dan tak mau ambil resiko menikmati hidangan yang tak cocok di lidahnya jika menyuruh orang biasa, bukan seorang koki ahli untuk memasak di rumahnya. Lagi pula, jika tidak demikian, mau di buat apa uang yang dia miliki? Untuk tujuh generasi saja, sepertinya juga tidak habis.

Edo meletakkan gadis itu di samping kemudi. Nyonya wani tidak berkomentar apa-apa. Dan juga tak dapat melihat dengan jelas karena lampu di dalam mobil tidak dinyalakan. Hanya melihat samar-sama gadis itu penuh luka dan lemas dari sorotan cahaya lampu jalanan saja.

"Apakah dia disiksa oleh beberapa pria?"

"Tidak, Nyonya. Pria-pria itu ingin mencabulinya. Dia seperti ini, karena ibu dan kakak tirinya," jawab Edo.

"Ya sudah, cepat kita kembali. Agar, gadis malang ini segera mendapatkan penanganan."

Begitu tiba di rumah, semua telah siap. Sebab, saat perjalanan tadi, Nyonya Wani Oberoi menelfon kepala pelayan untuk menghadirkan dokter keluarga, serta meminta agar koki menyiapkan bubur sarang burung wallet dan air hangat dalam jumblah banyak. Semuanya siap. Jadi, Ritika dapat ditangani dengan cepat.

"Nyonya. Sudah selesai. Gadis itu juga telah menghabiskan buburnya," ujar salah satu pelayan yang juga ikut menangani Ritika.

"Baik. Dia tidak tidurk, kan?"

"Tidak, Nyonya!"

Bersama dengan Edo, nyonya Wani melangkah menuju kamar tempat di mana Ritika di rawat. Sementara, dua pelayan itu nampak berbisik sambil memandang punggung nyonya Wani yang masih terlihat tegap dan kuat walau seluruh rambut telah memutih seperti Inuyasa.

"Aku tidak tahu, dari mana Nyonya menemukan gadis itu."

"Sudah, jangan menggosip. Lebih baik, kita langsung kerjakan saja apa yang jadi tugas kita," tegur gadis satunya yang juga mengenakan seragam pelayan yang sama. Berwarna hitam dan putih. Benar-benar menjadi ciri khas seorang Mafia.

"Claudia Ocha! Putriku… " seketika tubuh nyonya Wani terasa sangat lemas. Bibirnya bergetar. Dengan sigap, Edo yang selalu berdiri di belakangnya menangkan nyonyanya agar tak sampai jatuh ke atas lantai.

Sementara Ritika yang kondisinya sudah lebih baik, bertenaga karena telah trisi makanan dan diberi minum susu murni, menatap heran pada wajah yang tak begitu tua, namun seluruh rambutnya sudah memutih itu.

'Ibu itu kenapa menatapku begitu? Apakah ada yang salah dengan wajahku?' batin Ritka sambil mengankat tangan kanannya menyentuh pada pipinya.

Dia memang masih lemah. Tapi, kondisinya sudah sangat jauh lebih baik. Tadi, sebelum di bawa ke tempat yang super mewah dengan interior yang mahal, dia merasa detak jantung juga sangat lemah.

"Tidak, Nyonya. Dia bukanlah nona besar. Dia orang lain! lihat, dia masih sangat anak-anak," ucap Edo berusaha menenangkan nyonya besar Oberoi.

"Tapi, Edo… "

"Ya, Nyonya. Saya tahu, saya pun juga terkejut saat pertama kali melihatnya."

Hanya dengan sebuah isyarat mata pada pelayan yang sejak tadi menemani Ritika, dia seolah tahu apa yang harus dia lakukan. Segera dia keluar. Tak lama kemudian telah kembali dengan segelas air putih di tangan, lalu memberikannya pada Edo.

Setelah meminum beberapa teguk air, dan mengatur napas, Wanita berambut putih itu pun berjalan perlahan mendekat Ritika.

"Nak, siapa namamu?"

"Saya Ritika, Nyonya. Terimakasih Nyonya. Terimakasih banyak anda telah menyelamatkan nyawa saya," ucap gadis itu. Sejak tadi dia mendengar semua orang memanggil Wanita tersebut demikian. jadi, dia menirunya.

Dengan segera Ritika lompat dari tempat tidurnya dan bersujud pada nyonya Wani. Tapi, Wanita itu melarang.

"Sudah, jangan begitu. Kau percaya ap aitu takdir dan keberuntungan pada seseorang, kan?"

Ritika mengangguk cepat, dan entah sampai berapa kali.

Sementara nyonya Wani tersenyum dan mengajak duduk Ritika di tepi ranjang. Mulai mengintrogasi gadis itu terkait apa yang dilakukan oleh empat pria yang berhasil dipatahkan oleh Edo tadi.

"Mereka semua itu, adalah orang suruhan ibu dan kakak tiri saya yang diperintahkan untuk membunuh saya."

"Apa? Biadab sekali. Lalu, bagaimana dengan ayahmu?" tanya Wanita itu dengan nada tinggi dan kedua mata melotot kaget. Dunia mafia pun dia anggap memang kejam. Tapi, hanya pada mereka yang bersalah. Hukuman yang diberikan juga sesuai dengan kesalahan yang diperbuat. Tidak akan mereka menindas yang lemah.

"Ayah saya, sudah setahun meninggal. Kini, ibu dan anak sama-sama ingin menguasai semua harta ayah saya, makanya, saya diusir keluar dan dibunuh agar kelak tidak datang menuntut. Bahkan, untuk mengantisipasi agar saya tak melawan dan kabur, saya sebelumnya telah dikurung di Gudang selama empat hari tampa diberi makan dan minum," jawab Ritika, menceritakan kisahnya dengan kedua air mata yang beruraian.

"Nak… malang sekali nasibmu. Aku yakin, jika pun seseorang yang telah mati dapat bangkit dari kubur, ayahmu akan bangkit untuk membebaskanmu dari belenggu ini.