Ibarat permen karet, rasa manis yang dirasakan akan segera memudar jika terus dikunyah kemudian dibuang setelah habis rasanya.
"Kamu datang?"
"Ada apa Bu? mengapa seperti melihat hantu? apa ada masalah?"
"Tidak ada tapi kamu terlihat berbeda"
"Berbeda?"
"Ya berbeda Gerold. Apakah ada berita baik untuk ibu bisa dengarkan?"
"Tidak ada"
Sosio mengerutkan keningnya, Gerold mencomot kue di atas piring bulat. Tidak ada niat mengatakan ataupun lainnya.
"Dimana?"
"Ada dikamar"
Gerold terdiam sebentar, "Aku menyukai wanita lain. Apa bisa bantu aku mendapatkan?" tanyanya pelan.
"Dua istri masih belum cukup? kamu gila"
"Ya gila, dia spesial"
"Tidak!"
Tarikan nafas mendengar penolakan membuat hati Sosio tidak nyaman, "Pilih salah satu singkirkan. Siapa wanita ini?" tanyanya.
"Dia sudah punya suami"
"Gerold!"
Teriakan Sosio merusak pagi hari, Gerold tertawa menanggapi teriakannya. Bahu terangkat tak berdaya, wajahnya sendu seperti beban berat.
"Dia sangat spesial, Bu. Melihatku saja tidak mau tapi sifatnya lembut"
"Ibu..."
Mereka berdua mengalihkan pandangannya ke arah suara, disana berjalan Hanzu dan Fezu mendekati.
"Kakak ada disini, kapan datang?"
"Baru saja"
"Kalian berdebat? ibu, jarang-jarang kakak datang jangan dimarahi, kasihan Fezu"
"Wuya dimana?"
"Ada di kamarnya, sebentar lagi juga turun"
Gerold menghembuskan nafas yang ditahannya sejak kedatangan mereka berdua, orang buta juga tahu keduanya terlihat serasi dan menawan.
Fezu diam mengoles selai di atas roti, Hanzu menuangkan kopi ke dalam cangkir Fezu. Hal kecil ini orang juga tahu, jika keduanya cocok.
"Ibu akan pertimbangkan Gerold tetapi keputusan ibu tetap sama, singkirkan salah satu. Ibu suka dengan ini"
Kalimat ambigu Sosio membuat Hanzu melihat kearah mereka berdua. Fezu meletakan roti di piring kemudian menggeser ke arah Hanzu.
"Ibu bisa lihat, ini alasan aku tidak bisa satu rumah dengan kalian" katanya malas, bergerak berdiri.
"Kak, apa maksudmu itu?" tanya Hanzu tidak mengerti karena tiba-tiba Gerold bangkit berdiri ingin tinggalkan ruangan.
Fezu memandang wajah Gerold dengan keraguan di mata, apa yang salah, mereka baru saja datang tetapi Gerold seperti tidak mau dari ruangan dengan mereka semua, "Gerold, aku-- " katanya belum selesai Gerold sudah pergi.
"Biarkan saja"
"Bu...?"
Namun, Sosio tidak menjawab malah mengikuti gerakan Gerold pergi tinggalkan ruangan. Kepalanya mau pecah.
Langkah Gerold tidak cepat, mobil menunggu dengan sabar hingga Gerold masuk dan duduk nyaman di kursinya.
"Kantor?"
"Tidak! pergi ke rumah Liliana"
"Liliana?"
"Chinla!"
Sopir mengangguk begitu tahu apa yang dimaksudkan, Gerold merasakan seperti muda lagi. Senyumnya mengembang kuat dengan debaran jantung yang tak beraturan.
-
Selbiva merapikan pakaiannya yang berantakan, Dasma memeluk dari belakang dengan jahil.
"Disini sampai sore saja"
"Tidak! aku takut suamiku datang"
"Selbiva, aku merindukanmu"
"Kita baru saja lakukan, Dasma. Kamu jangan begini"
"Baiklah, mengenai dana proyek bagaimana? uang kemarin tidak akan cukup"
"Berapa kamu membutuhkannya?"
"10juta"
"Mahal sekali. Dasma, kemarin 5juta sudah sangat besar. 10 juta darimana"
"Kamu istri keluarga Deng. Kamu nyakin tidak mau proyek ini berhasil, biaya segitu masih murah. Kamu juga bukan ingin membeli rumah"
Dasma bergerak turun dari tempatnya, menjauh meninggalkan Selbiva bengong mendengar itu. Diragukan sungguh tak nyaman apalagi dibandingkan.
"Kamu jangan salah sangka. Dasma, beri aku waktu untuk berikan uangnya"
"Tidak bisa lama-lama. Kamu tahu aku harus memindahkan orang tuaku dari sana kemarin jadi aku sewa tempat"
"Aku-- "
"Orang tuaku ingin bertemu denganmu. Mereka menyetujui permintaan kamu tanpa banyak bertanya jadi wajar jika berikan mereka sedikit uang"
"Kamu cerita? mengapa?"
"Kamu akan mengandung anakku, otomatis cucu mereka. Jikalau ada masalah mereka juga mau bantu"
"Benarkah? aku-- merasa bahagia jika begitu"
Dasma tersenyum lalu menghampiri Selbiva, "Tentu saja. Demi aku, mereka selalu setuju. Kamu jangan khawatir jika keluarga Deng tidak suka, kamu punya kami" katanya.
Selbiva merasa terharu mendengar itu, walau sesaat ada perasaan nyaman tetapi ia juga tahu, biayanya lumayan besar. Dasma memeluk erat-erat sebagai perwujudan rasa sayangnya walau di hati ingin muntah.
"Kapan aku dapatkan uangnya?"
"Besok pagi, aku kemari lagi"
"Bagus, kamu menginap disini saja. Kurir kemarin bisa aku minta untuk berjaga-jaga dekat rumahmu, kalau tuan Deng datang bisa beri kabar"
"Tapi Dasma..."
"Selbiva, proyek ini butuh bantuan dan kerjasama darimu. Tidak akan terwujud jika kamu terlalu capek dan banyak pikiran"
"Aku-- "
Tidak memiliki kemampuan bukanlah Dasma namanya jika tidak bisa membujuk Selbiva kembali masuk dalam keinginan tersembunyi di pikiran Dasma. Selbiva merasa manis dengan sikap Dasma, iapun larut dalam perlakuannya.
-
Hanzu mengengam tangan Wuya, bola matanya hitam gelap seperti tahu ada yang salah.
"Fezu, kamu seharusnya mencegah kakak untuk pergi lagi. Perkataannya tadi tidak enak didengar"
"Dia hanya salah paham"
"Apa rencanamu selanjutnya? adikmu seperti ini juga tidak baik untuk kalian berdua"
"Adikku belum hamil, Hanzu. Aku masih punya waktu sementara ini untuk tenang"
"Entahlah Fezu, aku merasa kakakku ada yang salah, ibu juga. Aku rasa, ada rahasia yang tidak ingin aku tahu atau kamu"
"Rahasia atau tidak. Cepat atau lambat, aku juga tahu. Pergerakan Dasma membuat aku cemas, bagaimana dengan Liliana?"
"Aku dengar Dasma sudah keluar rumah"
"Liliana bergerak cepat"
"Tidak ada istri yang mau menampung orang tidak berguna. Mereka hanya suami istri di atas kertas"
Fezu terdiam, kalimat Hanzu menohok sampai ulu hatinya terasa sakit. Hanzu melepaskan pegangannya pada tangan mungil Wuya.
Pelan menghampiri Fezu, memijat bahunya yang tegang, "Jika terlalu berat, kamu bisa melepas. Aku akan disini menjagamu" katanya.
"Hanzu..."
"Aku sungguh-sungguh Fezu"
"..."
"Kamu baik mengadopsi Wuya. Kakakku tidak pantas bersamamu"
"Hanzu, aku lelah"
"Aku tahu"
Tekanan pada bahu Fezu seperti berikan kekuatan tak terlihat, Hanzu risau dibuatnya. Bagaimana juga , laki-laki normal. Tidaklah mudah menepis apa yang ada dalam dirinya.
"Ijinkan aku membantumu"
"Hanzu, kakakmu akan marah jika tahu"
"Menyingkirkan Selbiva mudah tetapi Dasma mata duitan. Kita harus cari cara kalau tak mau uang keluarga Deng habis digerogoti"
"Apa rencanamu?"
Gerakan memijat di bahu berhenti, Hanzu berputar ke depannya lalu berjongkok, "Begini ..."
Fezu diam mendengarkan detil rencana Hanzu demikian juga Sosio dibalik pintu kamar tidur Wuya.
Mulut terasa asam setiap kali Fezu bertanya tapi Hanzu memastikan kali ini, Fezu akan jatuh jadi miliknya.
Sosio tidak tahan lagi, ia ingin masuk ke dalam untuk menegurnya tetapi terpaku melihat Hanzu yang sangat dekat dengan Fezu. Pancaran cinta di mata Hanzu membuat Sosio mengurungkan niatnya untuk menegur, ia malah berjalan pergi menuju mobil depan rumah.
"Nyonya besar?"
"Kantor!"
Sopir buru-buru membuka pintu mobil, Sosio masuk dengan wajah tegang. Niat Gerold akan diselidiki demi anak-anak tidak saling mengambil kedudukan.