Fezu menggerjap mata melihat Selbiva berada di rumah dengan wajah buruk, Hanzu duduk menenangkan sementara Sosio acuh tak acuh.
"Ibu..."
Mereka semua melihat ke arahnya. Selbiva sontak berdiri dengan wajah marah dan mengacungkan jarinya ke arah Fezu.
"Ini pasti karena gara-gara kamu"
"Ada apa ini?"
Fezu yang baru datang, sedikit kebingungan melihatnya. Tidak ada angin dan hujan, mendadak Selbiva menuduhnya dengan arogan. Hanzu mengelengkan kepalanya, Sosio mendengus dingin.
"Gerold tidak pernah pulang ke rumah, aku-- nyakin kakak yang membuat Gerold tidur disini. Kakak harus tahu, aku juga istrinya"
Teriakan histeris dikeluarkan kata A membuat Hanzu menutup telinga erat. Sosio nyaris tersedak mendengar teriakannya.
"Selbiva!" teriak kencang Sosio membuat Selbiva terdiam menatap ibu mertua yang tak pernah dianggapnya, mulai berfikir untuk membanding-bandingkan dengan ibu Dasma yang baik padanya.
"Apa yang kamu katakan? Gerold tidak pernah pulang ke rumah ini. Tanya saja pada ibu atau Hanzu"
Sepatu hak dilepas dari kaki Fezu, berganti sandal yang diberikan pelayan kemudian Fezu duduk dekat Sosio yang sibuk mengunyah kue sejenis tart kecil di piringnya. Selbiva duduk kembali dengan kesal karena tarikan tangan dari Hanzu.
"Bicarakan dengan baik-baik. Kalian keluarga" tegur Sosio sengaja mengucapkan sembari menyesap teh panas dengan hati-hati.
Bola mata berputar seakan mengejek ucapan Sosio, tetapi orang yang diejek memilih bersikap acuh tak acuh.
"Keluarga? kalau aku keluarga, aku tidak akan tinggal diluar sana dan selalu berfikir dimana suamiku" keluh dramatis biasa diucapkan Selbiva dengan nada sedih.
"Kamu hanya istri tidak sah, mana boleh bicara sembarangan seperti ini" tegas Hanzu tidak suka.
Wajah datar Fezu berikan tanda tanya pada Hanzu terkait kepergian pagi ini yang mendadak.
"Kak, kamu tahu dimana kak Gerold? aku merindukannya. Aku-- tidak bisa tanpanya"
"Maksudnya?"
"Mengapa kakak berpura-pura bodoh padaku?"
"Kamu mau main drama jangan disini" ketus Hanzu tidak menyukai pertanyaan Selbiva yang aneh.
"Siapa yang main drama? aku benar-benar merasa kak Fezu sengaja tidak mau beritahu dimana kak Gerold kan"
"Selbiva, aku juga tidak tahu. Aku sudah lama tidak bertemu dengannya"
"Kakak bohong!"
"Tidak ada gunanya aku berbohong. Kamu lihat, aku dan kamu dari semua masalah yang ada, Gerold mana pernah lihat aku istri sah"
Kalimat istri sah membuat Selbiva merenggut kue dimeja dengan kasar, Hanzu terkejut karena kue yang diambil adalah miliknya.
"Hei..."
"Apa!"
Sosio menghela nafas, meletakan cangkir kosong di tangan kepada pelayan di dekatnya. Pelayan sigap menuangkan isi teko dalam cangkir.
"Gerold, tidak mungkin berada disini. Kamu paling tahu itu Selbiva"
"Aku-- "
"Kamu lihat dan cari dirumah ini. Kami mencarinya beberapa hari ini tetapi lihat, mana ada"
Selbiva mengunyah kasar kue dalam mulutnya, Fezu dan Hanzu serta Sosio meminum teh dengan pandangan kesal.
-
Cahaya matahari mulai tenggelam dengan warna yang cantik. Liliana mengibaskan rambutnya arah belakang, Gerold memeluk dari belakang dengan sikap menyebalkan.
"Lepas!"
"Liliana, aku ingin kita bersama dalam artian benar-benar bersama"
"Aku tidak suka orang ketiga"
"Kamu bukan orang ketiga"
"Gerold, pulanglah. Fezu datang hari ini, aku-- tidak mau mencari masalah"
"Masalah? kamu gila atau apa. Mereka semua yang cari masalah. Aku bukan barang di oper sana sini"
"Kamu-- "
"Aku akan menceraikan mereka satu persatu"
Gerold melepaskan pelukannya, berbalik masuk dalam rumah Liliana. Marie menggerjap arahnya, pelayan diam di tempatnya.
"Bawa ke kamar, aku dan nyonya ada yang perlu dibicarakan"
Tanpa menjawab, pelayan mengendong Marie lalu berjalan arah lantai dua. Gerold mengamati gerakan pelayan sampai lenyap dari pandangan matanya.
"Gerold, pulang sana"
"Tidak mau"
Gerold berjalan menuju dapur, mengambil bahan-bahan makanan dari dalam kulkas dan mulai memasak. Liliana diam melihatnya, bersandar di pilar pintu dapur.
"Kamu suka makanan ikan atau daging"
"Tidak keduanya"
"Liliana, aku lapar. Kamu tidak ingin aku makan kamu disini atau kamu memang menginginkan?"
Liliana melemparkan kain di dekatnya dengan cepat ditangkap baik oleh Gerold. Wajahnya terlihat mengejek dan penuh senyuman tipis.
Pisau di gerakan pada atas talenan, Liliana tidak tertarik dengan gaya Gerold, iapun pergi dari sana. Gerold tidak puas melihat itu.
"Liliana..."
Gerold mencuci tangan lalu mengejar Liliana yang duduk di sofa. Matanya sibuk melihat acara televisi, "Liliana, bantu aku masak" pintanya memelas dengan duduk di sampingnya.
"Tidak mau. Ada makanan di atas meja makan, untuk apa capek-capek melakukan lagi"
"Liliana..."
"Gerold, sebenarnya kamu ingin apa dariku?"
"Aku ingin bercinta denganmu, hidup sampai tua denganmu dan punya anak darimu"
"Tidak tertarik"
"Liliana, mengapa kamu keras kepala begini?"
"Aku tidak keras kepala tuan Deng"
"Liliana, aku suka jika kamu panggil aku tuan Deng"
Wajah Liliana berubah jelek, sungguh kepercayaan diri darimana Gerold dapatkan pikirnya muram.
"Gerold, aku sungguh-sungguh tidak mau menjadi orang ketiga atau keempat di pernikahan orang"
"Karena itu aku akan menceraikan mereka"
"Tuan Deng..."
"Ya, sayang. Panggil aku lagi nama itu, aku akan mencium kamu"
"Hah?"
"Liliana, panggilan darimu terdengar seksi dan menawan di telinga"
"Kamu aneh"
"Aneh atau tidak, aku pastikan dalam waktu dua bulan, aku akan menikahi kamu"
"Kamu gila"
"Gila karena kamu yang menggoda"
"Tuan Deng, tolong diperhatikan kata-kata dariku"
Gerold mengubah cara duduknya lebih dekat dan menghadap Liliana, sontak terasa tidak nyaman dan ingin bergeser tetapi tidak ada tempat.
"Menikahlah denganku setelah semuanya aku bereskan"
Tangan Gerold meraih tangan Liliana dengan kuat sehingga badan jatuh dalam pelukannya, dua mata bertemu mengibaskan sebuah permintaan dan permainan rumit.
"Kamu-- "
"Apa?"
"Lepas!"
"Tidak sampai kapanpun. Aku akan membeli cincin untukmu agar orang-orang tahu kamu adalah milik Gerold Deng"
"Kamu gila! aku masih menikah dengan Dasma, kamu juga"
"Tapi kita sudah jauh melangkah. Apa kamu tidak berfikir kemungkinan anakku ada di dalam perut?"
"Tidak!"
"Bagaimana bisa tidak?"
"Nyonya besar dan Fezu sudah katakan tentang penyakitmu. Aku rasa Selbiva juga merasakan hal yang sama"
Diremehkan dan direndahkan oleh wanita yang diinginkan membuat Gerold tak berdaya. Hatinya marah sekaligus mentertawakan kebodohan orang-orang yang murah hati untuk percaya.
"Aku akan buktikan padamu, jika aku bisa menghamili kamu bagaimana?"
"Aku buang"
"Kamu berani!"
"Tentu saja"
Gemas dan kesal, Gerold mengendong dengan cepat untuk membawanya masuk dalam kamar Liliana di lantai dua disertai teriakan tak terima.
Hidup satu kali, mendapatkan cinta tak terduga mana mungkin dilepas dengan mudah.
Selimut menutupi badan Liliana, Gerold bergerak pergi dari tempat tidurnya dengan wajah puas.
"Aku bukan sakit tapi aku tidak nyakin pada mereka jikalau anak ku bisa hidup dengan bahagia melihat tingkah laku mereka, Liliana" bisik Gerold pelan kemudian pergi tinggalkan Liliana yang perlahan membuka matanya.
Tangan meraih laci, menarik keluar sebuah obat dari dalam. Obat larut cepat dalam mulutnya, "Aku tidak mau menyakiti hati sendiri. Kamu siapa bisa memaksa, aku tidak bisa" ucap Liliana kembali tidur.