Chereads / Flower Bloom / Chapter 24 - Mengejar cinta (1)

Chapter 24 - Mengejar cinta (1)

Liliana bangkit dari tempat tidurnya, badannya remuk seperti diterjang truk sampah. Benar-benar pria tak tahu malu, diliriknya Gerold yang tengkurap di tempat tidur, tidur.

"Kamu mau kemana?"

"Aku ada pekerjaan"

"Kerja? bukankah kamu sudah menyerahkan semuanya kepada Dasma?"

"Tidak juga, ini bisnisku pribadi"

Klik...

Pintu kamar mandi tertutup kencang, Gerold berputar arah untuk duduk di tempatnya. Matanya meneliti sekeliling kamar milik Liliana ini, tampak lembut dan nyaman. Dilihatnya foto pernikahan dengan suami pertamanya, terlihat cantik. Tanpa sebab, api kecemburuan menyala kencang dalam hatinya.

Katakan pada dunia, aku cinta kamu.

Namun, sinar itu tak pernah datang ketika segalanya beralih dari kata kita menjadi kamu.

Katakan pada dunia, aku akan berusaha mengejar ke ujung dunia.

Kamu tertawa dan menarik garis batas tanpa aku sukai.

Katakan pada dunia, aku menapaki dengan kaki telanjang.

Desahan dan omelan sebagai jawabannya dari sebuah kisah masa depan tanpa kata berpisah.

Katakan pada dunia, aku ingin kamu tahu, kamu adalah segalanya dalam hidup sepi.

Sekali lagi kamu tertawa tanpa akhir yang jelas, aku muak.

Tangisan dan bahagia menjadi lapisan biasa untuk bergerak mencapai angkasa. Liliana terlalu lelah untuk bicara pada Gerold sehingga iapun pergi dari rumah tanpa disadari.

Jalanan ramai menyapanya dengan curahan hujan tanpa henti di pagi hari. Tanpa kejelasan Liliana pergi ke arah pantai. Berniat ingin melarikan diri dari semua tuntutan Gerold.

"Liliana..."

Berbalik hanya untuk menemukan orang yang tidak ingin ditemui. Gerold berjalan cepat meraihnya dengan sorot mata penuh perhitungan.

"Kamu-- "

Menutup mulutnya sebagai bentuk hukuman sederhana untuk dimengerti baik oleh Liliana.

Nafas tersendat, lupa jika ini adalah tuan Gerold Deng yang tak pernah mendapatkan penolakan.

"Liliana, mulai hari ini, aku resmi mengejar mu"

"Apa maksudmu?"

"Pengacara ku sedang membuat surat perjanjian perceraian untuk Selbiva dengan bukti-bukti"

"Aku-- "

"Aku ingin kamu tahu, hatiku seutuhnya hanya milikmu dan aku akan membuatnya nyata"

Betapa manis kata-kata yang diucapkan namun, Liliana merasa ini semua hanya fase menggelikan dari seorang bermarga Deng.

Tangan mendorong kuat, Gerold mundur arah belakang dengan wajah tak puas. Liliana tersenyum sinis.

"Aku tidak peduli"

"Tapi aku peduli"

"Masa bodoh"

Liliana pergi dari depannya, Gerold berjalan mengikuti dari arah belakangnya tanpa berbicara banyak. Gerold tahu, Liliana membutuhkan waktu tapi ada kalanya niat hanya sekedar niat.

"Liliana..."

"Diam!"

"Aku ingin kamu bercerai dari Dasma"

"Tidak!"

"Liliana..."

"Aku katakan tidak ya tidak!"

Matahari masih di atas kepala dengan sinarnya yang menyengat tapi dua manusia tidak menyadari ketika Dasma berada tidak jauh dari mereka.

"Liliana?"

Kepala berayun untuk mengetahui siapa yang memangil namanya, terkejut. Gerold menatap tak senang, benalu datang, sungguh menyusahkan.

"Dasma? kamu sedang apa disini?"

"Kamu sedang apa? eh, tuan Gerold Deng?"

Dasma merasa tak nyaman melihat Gerold dengan nyata dan sigap melingkari pinggang kecil Liliana ketat.

"Tuan Deng..."

"Aku suka panggilan itu"

Mata menggerjap dan satu mata melotot memandangi pemandangan mesra yang dibuat dan sengaja dipertontonkan Gerold.

"Tuan Gerold Deng, Liliana masih istri saya"

"Selbiva juga masih istriku"

"Hah? apa maksudnya itu? saya tidak mengerti"

"Tidak perlu kamu mengerti, kamu bisa tanyakan pada Selbiva di hotel pantai ini"

Liliana memalingkan kepalanya melihat hotel yang dimaksudkan Gerold, Dasma merasa keringat dingin secara mendadak dan menyeluruh.

"Kamu bersama siapa?"

Dasma tersenyum kaku, "Tidak bersama siapapun, ada proyek disini. Jadi, aku harus pergi" katanya tak mau berlama-lama.

Liliana beralih menatapnya dengan kecewa, "Kamu-- " namun, kata-katanya ditutup cepat oleh Gerold, "Pergilah, aku akan perhitungan denganmu nanti" katanya.

Hati hanyalah seorang pengecut, Dasma secepat kilat berjalan arah hotel pantai. Liliana nyaris tidak bisa berkedip hingga tarikan pelan pada wajah dilakukan oleh Gerold.

"Tidak boleh melihatnya"

"Apa maksudmu perhitungan nanti?"

"Aku tidak tahu, otak pintar mu berada di mana Liliana. Kamu jelas istrinya tetapi dia melihat juga tidak"

"Kamu punya kesepakatan dan akhiran, kamu siapanya aku?"

Gerold sulit bicara. Sebenarnya siapa dirinya dalam hati Liliana, ia juga tidak tahu.

"Aku adalah suamimu"

"Kapan aku menikah denganmu?"

Angin panas pantai berhembus, pasir menyelimuti setiap lekuk dengan kasar. Liliana melepaskan tangan dari pinggang dengan tak senang, Gerold terpaku menatap kepergiannya.

Tidak ada yang mau menerima untuk menjadi kedua atau ketiga tapi hidup terlalu melankolis.

Liliana mengutuk Langit dengan air mata darah dalam hatinya. Gerold setia mengikuti dari belakang.

Sungguh sulit mengejar cinta.

Dunia tak lagi ramah pada pecinta ulung yang terjebak dalamnya labirin bernama kesetiaan. Selbiva berdiri dengan tangan terlipat depan dada ketika dilihatnya wajah panik Dasma.

"Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa, ayo masuk"

"Aku ingin jalan-jalan"

"Nanti malam, kita akan mengecek perutmu di klinik kandungan. Kamu perlu istirahat cukup"

Tarikan cepat tanpa mempedulikan keberatan Selbiva arah masuk dalam hotel pantai. Dasma hanya tak mau, Selbiva bertemu Liliana dan Gerold. Terlalu takut.

Bohong kalau tidak ada cinta ketika mulai di arahkan kata nyaman. Berdasarkan survei yang pernah dibacanya, wanita akan sulit ditaklukkan jika ada mantan maka Dasma akan berbuat sejauh-jauhnya untuk menjauhkan Selbiva dari Gerold. Tidak masalah apabila Liliana dikorbankan.

"Liliana..."

Liliana terus menyusuri pantai dengan perasaan gelisah, dirinya pernah berjanji untuk selalu mencintai mantan suaminya yang meninggal tapi pria dibelakang, sangatlah menyusahkan.

Satu tangkapan meraih Liliana hingga masuk dalam pelukannya, "Mengapa kamu mengacuhkan aku? Liliana, kita pergi berlibur bagaimana?" tanyanya pelan.

"Tidak!"

"Mengapa tidak?"

"Marie dan Fezu"

"Ada apa dengan mereka?"

"Mereka akan datang jam sore. Bisakah kamu pergi dari sini? Dasma seorang saja sudah sulit untuk aku selesaikan, tolong"

"Tidak mau"

"Tuan Deng, jika kamu kabulkan permintaan aku hari ini, aku akan berikan satu jam bersamamu bagaimana?"

"Satu jam?"

"Ya"

"Satu hari"

"Tidak mau"

"Harus mau"

"Kamu egois"

"Tidak masalah karena itu hanya untuk kamu"

"Kamu-- "

"Aku takut, kamu lari dariku Liliana. Aku akan pergi sekarang tapi aku akan ada disekitar kamu"

"Aku-- "

"Tidak ada negosiasi. Aku harus mengerjakan pekerjaan dulu baru melihat kamu"

Berusaha tampil tenang walau tidak terima, Gerold mengecup rambut bagian atas Liliana. Harum dan lembut dirasakan.

Tercengang tanpa tahu berbuat apa, Liliana menatap kepergian Gerold yang cepat. Orang buta juga tahu tekad Gerold tetapi Liliana tidak mau terjerumus walau harus membunuh dirinya.

"Nyonya..."

"Aku tahu, kita pergi dulu dari sini. Aku tidak mau ada orang yang tahu"

Orang kepercayaan Liliana berpisah dari Liliana dengan jalan cepat. Liliana menghembuskan nafasnya perlahan agar emosi stabil jika berhadapan orang. Tunggu lima tahun pikirnya muram untuk pergi arah mobilnya.