Chereads / Flower Bloom / Chapter 20 - Badai Penentu

Chapter 20 - Badai Penentu

Sosio menatap lembaran di tangan, angka-angka yang menyakiti mata serta membuat emosinya naik turun.

"Apa maksudmu Selbiva mengunakan uang secara berlebihan?"

Baru saja datang, bagian keuangan memberikan laporan terperinci terkait masalah uang. Sosio ingin mengutuk benalu dalam keluarganya tersebut.

"Bulan lalu 5juta dan bulan ini 10juta. Pemakaian tidak diketahui secara pasti karena tuan Gerold Deng tidak mempermasalahkan pengeluaran tersebut"

"Dimana Gerold?"

"Belum datang"

Sosio nyaris berteriak keras tapi teringat perkataan Gerold terkait wanita spesial yang dimaksudkan, ini menambah sakit kepalanya.

"Ini sudah jam berapa? cepat hubungi Gerold"

"Baik"

Langkah tergesa sekretaris membuat Sosio tersenyum dingin. Ini bukan kali pertama Gerold menghilang jika mendapat kilasan asmara tetapi perasaan cemas mulai dirasakan. Tak mau terlalu banyak berpikir, ia mencoba melanjutkan pekerjaannya.

Sementara itu,

Liliana berkacak pinggang melihat Gerold asyik bermain bersama Marie. Tawa kecil Marie sangat renyah di dengar.

"Kamu-- mau apa lagi kesini tiap hari, tuan Deng? Anda sangat bisa membuat orang sulit"

Gerold melihat arahnya, "Aku ingin bersamamu dan Marie tentu saja. Bagaimana? apakah aku sudah cocok jadi ayahnya?"

"Tuan Deng, Wuya dan Marie sudah terikat pertunangan sejak dini. Jelas kamu sudah menjadi mertuanya, untuk apa pantas atau tidak?"

Wajah Gerold seketika buruk, meletakan Marie dalam boks kemudian menghampiri Liliana yang berdiri dekat pintu kamar Marie.

"Ikatan pertunangan sejak dini bisa diputuskan kapan saja tetapi aku menyukaimu jadi ingin kamu ada untukku, itu harus kamu pikirkan"

"Tuan Deng bergurau?"

"Aku tidak pernah bergurau untuk sesuatu macam ini. Kamu harus tahu itu"

"Aku--"

Gerold menghapus jarak diantara mereka berdua, nafas hangat dan bau parfum melingkupi keduanya, sangat tinggi untuk salah paham.

"Liliana, aku sungguh-sungguh ingin menjadikan kamu istriku"

"Aku tidak tertarik"

"Aku tertarik"

Gesekan tanpa sadar menciptakan atmosfer yang sarat dengan kilatan tegangan tinggi. Mereka berdua berusaha menguasai diri masing-masing.

"Bisakah kita miliki kesadaran ini bersama pasangan masing-masing, Liliana"

Suaranya terdengar serak di telinga Liliana, wajahnya perlahan-lahan memerah dengan kuat.

"Aku teman Fezu. Jangan buat alasan pembenaran Gerold, kamu milik Fezu dan Selbiva"

Gerold menatap tajam mata Liliana, perasaan marah dan ingin mengatakan banyak hal tentang pernikahan buruknya lenyap ketika mata Liliana seperti air laut yang mampu menenggelamkan semua pemikiran marahnya.

"Aku tahu"

Basah, lembut dan ringan itulah yang dirasakan keduanya saat dua benda bertemu. Tidak ada perkataan bisa dirangkaikan ketika berpisah menarik nafas yang tersendat.

"Liliana..."

Wajah merah dengan bibir bengkak menjadi pemandangan menarik Gerold untuk mendesak Liliana.

"Aku butuh dan kamu butuh. Kita sama-sama diuntungkan, tidak ada kerugian disini. Apa kamu pikir Dasma tidak berbuat curang di belakang punggungmu?"

"Tidak tertarik bukan berarti tidak tau apa yang terjadi diluar tuan Deng. Hari ini kesalahan, besok jangan dilakukan"

Mata berkilat marah muncul pada Gerold. Usaha sudah sangat keras tetapi terus ditolak oleh Liliana, apakah pesonanya sudah hancur di depan matanya? ataukah tarik ulur demi mendapatkan semuanya?

"Ini bukan kesalahan"

Jari Gerold mengelus lembut bibir bengkak Liliana, "Apa yang aku putuskan maka aku buat" bisiknya penuh nada ancaman.

"Singkirkan mereka semua, aku pertimbangkan untung dan ruginya"

"Bagaimana dengan Dasma?"

"Sudah keluar dari rumah ini, menendang keluar dari lingkaran, mudah dilakukan melalui tangan tuan Deng"

"Hahaha, kamu mengujiku"

"Aku hanya bicara fakta. Duniaku sederhana jika bertarung dengan buaya dan ular juga sulit aku menangkan"

Gerold menjauh lima langkah ke belakang untuk melihat tampilan memikat Liliana. Walau sudah melahirkan, tidak ada perubahan berarti pada lekuk tubuhnya.

"Aku suka yang aku lihat tetapi tetap butuh bantuan untuk menghalau ular dan kecoa"

"Uh?"

Liliana bergerak ke arah samping, ia tak mau berdekatan lagi apabila diteruskan, tidak nyakin terjebak lebih jauh atau pendek akhirnya. Gerold mengawasi.

"Aku-- tidak tertarik untuk membantu"

"Liliana, ular di rumahku sangat sulit ditaklukkan tanpa bantuan tapi kecoa bisa disingkirkan dengan mudah"

"Buaya bagaimana?"

Gerold terdiam, ular disini mengacu pada Fezu sedangkan kecoa adalah Selbiva sementara buaya adalah Dasma. Tokoh-tokoh ini menghalangi jalannya bersama Liliana, obsesi dan ambisi memiliki sudah menutup jalan pemikiran pribadinya.

"Kamu yang atur"

"Tuan Deng, aku bisa menikah tanpa cinta maka aku bisa mendepak orang tersebut, apakah tuan Deng bisa terima seandainya terjadi masalah?"

Liliana melangkah ke arah sofa kamar Marie disudut, begini lebih baik daripada dekat pikirnya tetapi Gerold bergerak ke arah yang sama. Iapun gugup, Gerold senang.

"Aku bukan tipe yang bisa di depak"

Ucapan pelan bernada tegas membuat Liliana tidak nyaman terlebih Gerold tepat berada di depannya sedikit menunduk.

"Aku tidak ingin berurusan dengan ular"

"Baik, aku yang urus tetapi kecoa, aku perlu bantuan, bagaimana?"

"Apa sulit membunuh kecoa?"

"Aku tidak tahu tetapi aku dapat kabar simpang siur jika kecoa dekat buaya beberapa waktu lalu"

"Ah, ternyata tuan Deng tahu juga tentang masalah ini"

"Uang berpindah jelas membuat kejutan orang keuangan, bisa menjadi seperti ini, jelas tahu resiko"

"Apa yang kamu inginkan sekarang?"

Tatapan mata Liliana yang teduh menyebabkan Gerold tersesat di dalamnya. Tidak mudah melakukan perjalanan kompromi bersama Liliana, mana mau dibuang kesempatan.

"Makan siang"

Satu kata cukup menutup semua perdebatan panjang terkait ular, kecoa dan buaya. Mereka berdua terlibat dan terlilit satu sama lain dengan harapan yang sama yaitu sebuah kesempatan.

Petir menyambar di luaran. Marie tertidur nyenyak dalam boks bayi sementara pertarungan seru berlangsung di dekatnya dan diluar rumah Liliana.

"Apa kamu tahu, aku tidak bisa mempunyai anak? tapi itu tidak benar"

"Hah? apa yang kamu katakan?"

"Siang ini, aku akan buktikan, kamu hanya wanita satu-satunya yang aku inginkan memiliki anak denganku"

"Sial! Gerold, kamu---!!"

Ada banyak rahasia di tutup oleh Gerold. Kali ini meyerahkan diri pada keinginan untuk memiliki dan dimiliki seutuhnya hanya satu orang.

"Kamu menjebak ku!"

Kemarahan berkobar dalam diri Liliana tetapi Gerold menghapus dan menghantam dengan satu gerakan, "Kita sama-sama dewasa. Siang ini hanya permulaan Liliana" katanya pelan dengan senyum diwajahnya.

"Kamu--!"

Liliana bahkan tak bisa membalas perkataan Gerold. Selama hidupnya, ia selalu membodohi orang tetapi kini, terjebak dalam lingkaran Gerold Deng.

"Tidak ada jalan keluar Liliana kecuali kamu mati ditangan ku"

Sorot mata tajam memberikan nuansa dejavu di masa lalu. Gerold tertawa senang dengan menutup semua jarak melarikan diri dari Liliana yang panik.

"Milikku"

Satu kata mengakhiri pembicaraan panjang dan melelahkan. Langit di luar kembali cerah, Sosio terdiam memandangi. "Hujan" gumamnya tanpa sadar mencemaskan sesuatu yang tidak jelas.

"Bu..."

Berbalik hanya menemukan Fezu dalam kondisi pucat, "Dimana Gerold? semua tempat aku cari tidak menemukan. Apakah terjadi sesuatu dengannya?" tanyanya masuk dengan pakaian basah kuyup.

"Ibu tidak tahu, kami sedang mencari. Kamu-- mengapa datang dalam hujan begini, cepatlah berganti pakaian di ruang istirahat milik ibu"

"Bu, aku merasa terjadi sesuatu dengannya"

"Tidak mungkin, pergilah ganti baju, aku tidak mau melihatmu dalam sakit nantinya"

Tanpa daya Sosio mengarahkan Fezu masuk dalam ruang istirahat ruangannya. Seorang ibu mempunyai insting tetapi istri lebih dari itu.

Motel disewa Dasma terlihat lusuh tetapi hangat. Ini membuat Selbiva selalu senang bersamanya tetapi hujan di siang hari dengan langit terang membuat cemas orang.

"Hujan sudah berhenti", Dasma tidak senang memperhatikan Selbiva cepat merapikan pakaiannya untuk kedua kalinya.

"Selbiva, kamu akan pulang?" tanyanya berusaha datar tetapi nada kecemburuan tidak bisa disembunyikan disana.

"Ya, aku takut suamiku datang" jawabnya memberi senyuman terbaik tapi gagal ketika Dasma mendengus.

"Tapi..."

"Maaf Dasma, aku tetap istri Gerold" kata Selbiva memberikan batasan yang jelas hubungan mereka berdua.

Dasma menghela nafas pahit, "Ayo, aku antar" katanya berikan senyum tawar. Selbiva menarik tas di atas meja, perasaan gelisah mendadak terhadap Gerold menyusup kuat.