Jika aku mencari dunia, apakah itu harus sebuah kata adalah kamu? keengganan tercetak hingga bernanah dalam hatinya.
Liliana terpaku menatap taman belakang rumahnya. Peristiwa kebersamaan dengan Gerold membuatnya berfikir berulangkali, dimana letak baiknya hubungan semacam ini.
"Nyonya, ada tamu"
"Siapa?"
"Nyonya muda Deng"
Liliana berpaling untuk melihat siapa yang datang, kerutan muncul dengan keheranan dalam hatinya. Langkah Fezu seperti berat menghampiri, Liliana memperbaiki caranya duduk.
"Liliana, aku tidak mendengar kabar darimu beberapa hari ini. Apa kamu sakit?"
"Tidak. Aku hanya ingin sendiri saja"
"Oh, kamu nyakin tidak ada masalah?"
"Tidak ada Fezu. Aku hanya lelah saja"
Fezu menduduki kursi dekatnya, wajahnya sedikit buruk. Gerakan samar dibawah bibirnya membuat sulit untuk percaya, "Ada apa Fezu? kamu terlihat buruk" kata Liliana seakan tak peduli namun, hatinya terasa takut. Apakah Gerold sudah membuat langkah besar? ini tidak boleh dibiarkan pikirnya kalut.
"Gerold ingin bercerai"
Satu kalimat telah diucapkan mampu mengubah wajah keduanya secara periodik.
"Apa!"
"Ini bukan karena Selbiva. Aku tidak mengerti, jelas-jelas Gerold sudah menikahi wanita itu tapi mengapa ingin bercerai dariku dan Selbiva"
"Aku tidak mengerti"
"Ada wanita lain"
Liliana tersentak mendengarnya, "Siapa?" tanyanya lambat. Wajah berusaha tampak tenang tapi hatinya bergetar dengan gejolak nyata tanpa bisa dicegah, kecemburuan.
"Aku-- tidak tahu"
Fezu beranjak dari duduknya, berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Liliana mengira-ngira siapakah orang yang dimaksud.
"Tidak mungkin tuan Deng ingin bercerai. Apakah ini hanya perkiraan kamu saja? apa dia sudah bicara denganmu? bagaimana nyonya besar Sosio Deng menanggapi?"
"Itu...."
"Jangan gegabah mengambil kesimpulan, Fezu. Kita bergabung untuk menyingkirkan suamiku dan Selbiva, kamu sebaiknya tidak membuat masalah dalam hal ini"
"Kamu-- "
"Aku sebelumnya tidak banyak bicara tentang rencanamu tapi aku lihat, fokus darimu berubah"
Uap dari cangkir teh yang diambil Liliana terlihat jelas ketika mendekati bibirnya, Fezu melihat Liliana seperti orang lain.
"Bagaimana bisa kamu berkata begitu?"
"Katakan, apakah tuan Deng sudah mengatakan akan bercerai dengan Selbiva?"
"Tidak. Aku hanya merasa saja"
"Mengapa?"
"Dia tidak pulang ke rumah, Selbiva juga. Menurutmu, apakah aku boleh curiga? Gerold tidak pernah seperti ini sebelumnya"
Fezu bangkit berdiri dari duduknya, berjalan mondar-mandir berkali depan Liliana hingga duduk kembali, kegelisahan sulit di tepis dari wajahnya.
"Jangan curiga dulu. Kamu-- cari tahu lebih dulu, tuan Deng sulit di lawan. Bagaimana dengan nyonya besar Sosio Deng?"
"Dia menghindari aku beberapa hari ini"
Liliana terdiam sejenak, air teh yang mengalir pada tenggorokannya membuat tenang di kepalanya. Fezu meraih cangkirnya, melihat isinya hanya untuk termenung kesulitan.
"Aku-- mencintai Gerold, Liliana. Teramat sangat, sampai mati rasanya tetapi dia tidak pernah melihatku"
"Fezu, aku bukan wanita yang tepat untuk mendengarkan keluh kesah tentang suamimu"
"Kamu-- temanku satu-satunya, Hanzu juga temanku tetapi dia laki-laki dan adik ipar ku, rasanya tidak tepat jika bicara"
Cangkir di tangan diletakan atas meja, Liliana mengutuk kencang Gerold dalam hatinya. Wanita sebaik Fezu di tangan, mengapa masih mencari wanita lainnya? tidak habis berfikir.
"Dalam kehidupan masa lalu, aku berusaha keras menjadikan Gerold suamiku tetapi tidak berhasil dan sekarang, aku sudah menjadi miliknya tetapi tetap dianggap orang luar"
"Fezu..."
"Liliana, kamu tidak akan mengerti. Aku tidak pernah disentuh olehnya kalau aku tidak lebih dulu memprovokasi. Aku terpaksa mengundang tamu agar dia mau tinggal di rumah dan menyentuhku"
"Aku-- tidak tahu harus bicara apa"
"Gerold seperti memiliki dinding yang sulit aku tembus sementara Selbiva? aku berfikir, mungkin bersamanya, Gerold akan lebih mengerti aku"
"Tapi?"
"Tapi, Gerold hanya bermain-main dengan Selbiva. Perjanjian di bawah tangan dibuat, Selbiva berusaha keras untuk mendapatkan Gerold secara sah"
"Tapi?"
"Selbiva tidak berhasil, iapun mulai mengusik aku. Katakan Liliana, berapa lama aku harus bersabar menghadapi dua orang ini?"
"Aku tidak tahu, tingkat kesabaran orang berbeda pada tiap-tiap orang"
Fezu meminum isi cangkirnya, hatinya sangat sedih. Liliana menghembuskan nafasnya seketika berat dan tidak nyaman.
"Fezu, aku sarankan. Kamu pulang dan berfikir berhati-hati. Tuan Deng belum bicara apa-apa tentang hubungan kalian, sebaiknya jangan membuat gerakan apapun yang bisa kamu sesali"
"Liliana, aku-- "
"Dengarkan aku, singkirkan kecurigaan kamu yang tidak ada arahnya itu. Kamu harus lebih pikirkan Wuya calon menantuku"
"Liliana tapi aku-- "
"Lupakan, Selbiva mulai bergerak dan aku rasa, aku sudah saatnya bergerak untuk melihat suamiku yang tercinta. Ini mulai bulan kedua, hasil pasti hamil atau tidak, aku ingin tahu"
Liliana berdiri, menghampiri pot bunga mawar merah. Bunganya mulai mengeluarkan kecantikan alaminya membuat tenang sekaligus resah.
"Aku-- "
"Kamu yang seperti ini akan sulit mendapatkan tuan Deng, Fezu. Aku tidak mengenal tuan Deng secara spesifik tetapi aku sudah dua kali menikah, aku sedikit mengerti tentang pria"
Berbalik menghadap Fezu yang menatapnya dengan rumit, di masa lalu adalah ibunya dan di masa ini adalah temannya, benarkah bisa selamanya seperti ini pikirnya tidak tenang.
"Pulanglah"
"Aku-- "
"Selbiva dalam perjalanan ke rumah keluarga Deng, aku rasa sekarang ini"
"Bagaimana, kamu--- "
"Kalau kamu saja gelisah seperti ini, bagaimana Selbiva tidak? tuan Deng sedang membuat ulah, kamu jaga pintu sebagai istri sah"
"Kamu benar, aku akan pulang"
Fezu benahi pakaiannya yang tidak kusut tersebut lalu bangkit berdiri setelah meletakan cangkirnya ke atas meja. Liliana diam memperhatikan, tangan terlipat depan dada.
"Aku pulang dulu, terima kasih sudah mendengar keluh kesah ku, aku lega sekarang"
"Tidak masalah"
"Liliana, kamu teman terbaikku"
"Sampaikan salam dariku untuk Hanzu"
"Baik"
Fezu bergegas pergi dari taman belakang rumah Liliana diikuti pelayan yang mengarahkan jalan pintu keluar rumah. Pandangan Liliana suram. Otaknya mulai berjalan untuk melarikan diri dari jeratan Gerold, tetapi caranya? kepalanya pusing seketika.
cup...
Badan Liliana tersentak kaget, pinggang sudah dipeluk dari belakang oleh Gerold dengan kepala di lehernya.
"Kamu-- !
"Kenapa? kaget? aku sudah dari tadi disini. Kamu bicara sangat menyenangkan dengannya. Liliana, wanita lain siapa, kamu juga tahu itu"
Nada tidak puas dan sikapnya membuat Gerold marah dalam hatinya, diam lama di balik tembok taman belakang. Niatnya ingin berikan kejutan tetapi dirinya malah mendapatkan kejutan tak terduga, Selbiva istrinya berselingkuh.
"Aku tidak tahu"
"Benarkah tidak tahu? aku rasa, aku harus memberitahu secara jelas padamu"
Bibir Gerold menginterogasi leher Liliana yang terbuka, harumnya membuat semua sel saraf dalam tubuh meronta-ronta ingin dilonggarkan secara cepat.
"Lepas!"
"Tidak mau"
"Tuan Deng, anda jangan membuat... uh?"
Gerold terlalu kesal dengan sikap dingin Liliana, belum lama ditinggalkan tetapi sudah ingin membuangnya? tidak pernah ada wanita yang menolaknya. Tidak juga Liliana.