Gerold melepaskan kancing jas dari lubangnya, ia baru saja sampai restoran setelah bekerja di kantor. Kepala restoran mendekati untuk mengambil alih jas yang baru saja dilepaskan untuk diletakan dalam lemari khusus tamu.
"Selamat malam tuan, selamat datang di restoran Dawn"
"Apakah ramai? siapkan ruang khusus, makanan dan minuman seperti biasa"
Kepala restoran mengerutkan dahinya, "Tuan Gerold, apakah anda tertarik untuk bergabung disini dengan istri dan adik serta teman nyonya Deng" tanyanya.
"Huh?"
Gerold terheran mendengar ada Fezu di sini, bukankah sibuk bersama Liliana pikirnya kacau. Betapa menyebalkan jika harus bertemu dan basa basi lagi padahal tidak ingin.
"Sejak sore, mereka semua ada di ruang khusus sini lantai dua"
Kepala Gerold menoleh arah lantai dua yang terlihat sepi, kedatangannya untuk beristirahat dari kegiatan Fezu yang penuh tipu daya seorang istri tapi malah bertemu, sungguh sempit dunianya.
"Tidak, berikan ruang khusus milikku saja"
"Baik tuan Gerold"
Kepala restoran segera memberikan perintah pada kepala pelayan untuk menyiapkan semua permintaan Gerold.
Kaki Gerold melakukan gerakan tanpa disadari menuju lantai dua dengan pelan, tujuan ada pada ruang khusus yang ditempati istrinya.
Tawa dan celotehan berbalas membahana dari dalam kamar. Gerold merasa bingung, selama mengenal Fezu, tak pernah ada tawa di dalamnya.
"Fezu, jangan begini. Eh, itu dimakan bukan buat mainan"
Teriakan akrab Hanzu memotong gerakan kaki Gerold depan pintu kemudian terdengar tawa penuh ejekan dari Fezu.
srek...
Pintu di geser arah kiri, Gerold bertemu mata dengan Liliana yang tepat mengarah padanya sementara Hanzu dan Fezu masih asyik saling mengejek dan mengolok satu sama lainnya.
Hantaman badai menusuk dari depan, Gerold kaku seketika. Wajah polos tanpa banyak riasan, dibibir hanya sebaris lipstik warna peach dan rambutnya terurai berwarna madu, sangat cantik.
Teringat di pesta, Gerold tidak tahu jika Liliana nyatanya sangat cantik. Cara penampilan dan keanggunan sangat berbeda dengan pesta. Tidak ada aura keibuan yang terpancar.
bruk!
Fezu jatuh, Gerold otomatis mencegahnya sampai lantai. Namun, tatapannya tak pernah lepas dari Liliana.
"Gerold?"
Gerold melihat Fezu dalam pelukannya, "Kakak? kamu disini, bersama siapa?" celetuk Hanzu berusaha menguasai keadaan.
"Aku-- ada makan disini. Kalian, mengapa disini? Hanzu, bukankah seharusnya kamu bekerja?"
"Ya, bekerja... ini jam istirahat"
"Pergilah! kamu tak mau ibu tahu tentang kelakuanmu dibelakangnya atau sengaja?"
"Tidak... tidak, aku bekerja sekarang"
Hanzu cepat melarikan diri dari ruang khusus tersebut, Fezu berusaha keluar dari pelukan Gerold, "Aku akan mencuci muka sebentar di kamar mandi" katanya pelan meninggalkan ruang khusus.
Liliana diam di tempatnya, "Nyonya Chinla, anda disini sangat berbeda dari rumah keluarga Deng. Apakah ini semacam perbedaan atau memang disengaja?" tanya Gerold mengawasi raut wajahnya.
Rambut madu bergerak bebas ketika Liliana duduk di sofa sebelumnya. Gerold terpana sesaat kemudian ikut duduk depannya.
"Aku adalah aku. Tuan Deng terlalu banyak bertanya, tidak baik untuk kesehatan"
"Ha ha ha nyonya Chinla, anda terlalu keras bicara juga tidak baik untuk tenggorokan"
"Uh?"
Gerakan samar dari Liliana sontak membuat Gerold panas dalam, ini jelas memprovokasi dirinya.
"Anda berteman dengan Fezu, mengapa aku tidak tahu apa-apa tentang ini?"
"Haruskah? bukankah anda sibuk dengan orang baru diluar keluarga Deng? ah, saya mengerti"
Gerold menyipitkan matanya dengan tajam, kalimat ah saya mengerti terkesan mengejek dan arogan. Liliana tetap menjaga tampilan wajahnya dengan tidak peduli padahal dalam hati ingin melemparkan barang ke wajah Gerold.
"Anda mengejek pilihan saya?"
"Tidak, saya hanya berusaha untuk lebih pengertian terhadap hal-hal diluar keluarga saya terutama"
Mata Gerold mendelik, wanita di depannya ini sangat berbeda dari lainnya, bisa-bisanya menyebabkan konfrontasi segala pihak kalau tidak berhati-hati.
"Nyonya tidak setuju? di jaman ini, anda paham bahwa wanita harus tunduk pada keputusan pria"
Liliana memamerkan senyum terbaik yang dipunyai, "Mana berani saya tidak menyetujui", Gerold meneliti perubahan raut wajahnya tapi tidak menemukan.
"Saya rasa, anda cukup berani berekspresi nyonya Liliana Chinla"
"Oh"
Kalimat yang canggung telah dikeluarkan dengan sengaja membuat Gerold tidak tahu harus berkata apa. Liliana tetap pada keputusannya untuk tersenyum datar dan tanpa beban.
tok... tok... tok...
srek...
Pintu digeser, kepala restoran muncul dan beri hormat pada keduanya, "Maaf menggangu tuan Gerold Deng, ruang khusus sudah siap" ujarnya memberitahu.
"Baik aku kesana. Nyonya Liliana Chinla senang berkenalan anda disini. Saya harap, di masa depan anda harus berjaga sikap dan kata-kata agar tidak menyulitkan diri sendiri"
Liliana bangkit berdiri ketika dilihatnya Gerold berdiri, "Menyulitkan atau tidak, itu tidak ada hubungannya dengan anda, tuan Gerold. Silahkan menikmati malam anda" balasnya.
Gerold menggulung kemejanya hingga siku, dasi ditarik lepas dari leher, menghampiri Liliana yang waspada dengan sikap tegak menunggu.
"Jika ada kesempatan, aku ingin sekali mengenal anda secara pribadi"
"Kalaupun ada, saya tidak terlalu tertarik untuk tahu atau mengenal suami orang. Saya hanya istri orang kampung tuan Deng"
Kata-kata merendah sebagai balasan dari kata-kata Gerold, sungguh membuat kepala restoran cukup terkejut mendengarnya. Sungguh berani.
"Hirarki masih ada, nyonya Liliana Chinla"
"Tidak ada yang berkata tidak ada disini. Saya hanya menjaga apa dan siapa sesungguhnya disini"
"Apakah anda nyakin tidak ingin mencobanya, Nyonya Liliana Chinla"
"Tidak!"
Gerold mengamati paras cantik Liliana, ada semacam godaan yang kuat untuk menaklukkan, kemungkinan insting seorang laki-laki yang ditantang.
Berbalik melangkah ke arah pintu, "Kamu pergi dulu ke ruang khusus milikku, pastikan nyonya Deng ada disana, jangan sampai kabur" perintahnya dengan keras.
"Baik tuan"
Kepala restoran Dawn bergerak menuju ruang khusus yang bersebelahan dengan kamar mandi, berharap Fezu ada di sana.
Liliana mengumpat dalam hatinya ketika ditinggalkan oleh orang ketiga, Gerold menyeringai dengan berbalik menghadapnya.
"Aku tertarik"
"Tapi, aku tidak"
"Apa aku sebaiknya disini saja?"
"Itu terserah anda tetapi saya akan pulang, hari sudah malam dan saya masih ditunggu orang dirumah"
"Ah, rumah"
"Ya, rumah. Apakah anda kehilangan rumah yang sebenarnya tuan Deng?"
"Bisa jadi. Aku lupa jalan pulang menuju rumah atau aku hanya ingin mengobrol denganmu seorang"
"Jangan berbelit, saya sudah menolak anda sejauh yang saya bisa"
"Ha ha ha , anda sangat gigih nyonya Deng"
Liliana menyambar tas tangan di dekatnya, berjalan menuju pintu keluar ruang khusus yang dihalangi oleh Gerold.
"Permisi, saya mau pulang"
Sejenak, Gerold mengamati jelas bentuk mata dan bibir Liliana. Terlihat cantik dengan binar pada kedua matanya dan mungil bibirnya.
"Aku akan memastikan kita bertemu secara pribadi nyonya Liliana Chinla"
"Silahkan tuan Deng tetapi saya memiliki hak untuk menolak apapun itu"
Tatapan mengancam yang diberikan Gerold tidak membuat Liliana mundur. Ini membuat frustasi Gerold yang terbiasa mendapatkan apa yang diinginkannya. Iapun terpaksa bergeser arah samping, Liliana bisa keluar dengan santai.
Bau harum parfum Liliana menebar di sekeliling Gerold ketika Liliana melewati, Gerold menahan keinginannya untuk menyeret dan menyandera Liliana di dalam ruang khusus ini.
Setiap langkahnya teratur hingga di lantai dasar, Liliana mencoba tidak memperlihatkan bagaimana rasa takut terjebak mata macan yang mengancam jiwanya.
Perdebatan tersebut tidak dilihat oleh orang sehingga aman untuk Gerold pergi ke ruangan khusus yang dipesannya.