Selbiva baru saja selesai mandi ketika Gerold datang, tatapan bersalah diberikan dari Gerold dari depan pintu kamar. Rambutnya masih terbalut handuk, pakaian yang dipakainya hanya jubah mandi.
"Mengapa kamu pulang lebih dulu, Selbiva?"
"Aku tidak ingin menjadi bahan gosip lebih banyak. Gerold, kamu meninggalkan aku sendirian disana"
"Selbiva..."
"Kamu bahkan baru pulang sekarang, selama ini kemana, Gerold. Apakah kamu tidak bisa mengirimkan orang untuk mengantarkan pesan?"
"Selbiva, kamu tahu ibu, bagaimana"
"Ini bukan masalah ibu tetapi kamu! aku ingin suamiku ada bersamaku saat semua orang bergosip dibelakang punggung"
"Selbiva, mengertilah"
"Aku? aku kurang mengerti apa, Gerold. Aku sudah mengikuti semua keinginan anehnya bahkan merelakan kamu menikahi kakak angkat ku, kurang apalagi!"
Nada tinggi Selbiva membuat Gerold diam. Bukan tak mau bicara, ia hanya takut Selbiva akan semakin marah padanya.
"Gerold, apa sulit kamu membela aku? hah?"
"Selbiva, situasi disana kamu juga mengerti. Aku sering membelamu depan ibu tetapi semuanya itu tidak ada artinya jika kamu tidak bisa mengambil hatinya. Ibuku orang baik dan lemah"
"Lemah? ibumu? aku tidak diperbolehkan datang ke rumah besar dan... akh!!"
brak!
Semua barang di atas meja rias disingkirkan dalam satu hempasan tangan. Gerold menarik nafas panjang, selalu seperti ini apabila Selbiva marah.
"Selbiva, maafkan aku ya. Lain kali, aku akan membawamu ke rumah besar jadi kamu bisa lebih mengerti dan mengenal ibuku"
Selbiva menolehkan kepalanya, tatapan matanya berair bikin tidak tega orang untuk bicara lagi. Gerold menghampiri kemudian menariknya masuk dalam pelukannya.
"Jangan marah lagi, kesehatanmu bisa terganggu karenanya. Malam ini aku tinggal disini"
"Untuk berapa lama?"
"Satu minggu?"
"Aku mau kamu tinggal satu bulan dan kita selalu bersama kemanapun kamu pergi"
"Selbiva, kamu tahu pekerjaanku menuntut banyak hal, bagaimana bisa membawamu?"
"Gerold...."
"Begini saja, aku akan pulang setiap hari selama satu bulan. Kita jalan-jalan setelahnya kemanapun kamu mau, bagaimana?"
Gerold berusaha membujuk Selbiva, pelan menenangkan dengan mengelus penuh perhatian punggungnya. Selbiva bersandar depan dadanya dengan otak yang mulai tenang. Namun, hatinya gelisah teringat Dasma.
"Gerold, aku berubah pikiran. Aku rasa, aku hanya cemburu saja dengan kakak"
"Aku tahu..."
"Ibu menekankan aku untuk segera mempunyai keturunan jika tidak, ibu memaksa kita berpisah. Aku tidak mau itu terjadi Gerold"
"Tidak akan terjadi"
"Tapi batas waktunya tersisa 11 bulan lagi. Aku tidak tahu apakah bisa tepat waktu"
"Jangan khawatirkan itu, kita akan melakukan hal itu setiap malam. Aku nyakin, bulan depan kita mendapatkan kabar baik dari usaha"
"Gerold, aku takut"
"Ada aku, Selbiva. Semua akan baik-baik saja"
"Maafkan aku. Ini semua tidak akan terjadi jika aku bisa mengambil hati ibu saat bersama kakak di rumah besar waktu lalu"
"Selbiva, Fezu kakakmu wanita kuat sedangkan kamu lemah tapi nyakin pada dirimu, aku hanya mencintaimu seorang"
"Gerold, aku cinta kamu. Aku-- tidak mau kehilanganmu. Hari ini, kamu dirumah. Aku cukup senang"
Gerold mengeluarkan nafasnya dengan pelan, banyak kata bujukan diberikan jika tak tenang, kemungkinan ia akan pergi mencari Liliana.
"Apakah rumah besar kedatangan tamu? mengapa kamu sangat lama disana?"
"Ibu mengundang keluarga Chinla seusai pesta ulang tahun. Mereka menginap cukup lama demi mempererat hubungan Wuya dan Marie. Jadwal pertemuan sudah ada"
"Aku merasa kakak gegabah melakukan hal ini, apakah ibu tidak merasa hal ganjil?"
"Hubungan semacam ini sudah terjadi turun menurun jadi kami tidak bisa mengubah sejarah yang ada"
Gerold melepaskan Selbiva, ia berjalan arah jendela untuk membukanya. Bungkus rokok dikeluarkan, satu batang untuk menyelesaikan rasa penat di kepalanya.
"Apa kamu lapar? aku akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan"
"Ya, sangat lapar. Aku buru-buru kemari tadi pagi sebelum ibu dan lainnya bangun"
Selbiva senang mendengarnya, "Aku siapkan dulu" ucapnya bergegas keluar kamarnya untuk mencari pelayan segera menyiapkan makanan.
wus... wus...
Asap rokok bertebaran di kamar dan luar jendela, Gerold memikirkan ulang semua wanita di sisinya. Fezu wanita baik, tidak ada keluhan tapi kaku dalam segala hal, bermain dengannya seperti bermain dengan patung yang diam menunggu sementara Selbiva, mengenalnya dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Selbiva wanita yang mudah marah dan tidak tenang, segala sesuatu harus berpusat padanya termasuk bermain hubungan, menyenangkan di awal tapi berakhir membosankan.
Satu batang dilempar keluar jendela, Gerold memandang langit. Teringat bibir beraroma peach dan lembut bagai keju mozzarella leleh. Sangat menarik.
Apa yang dilakukan wanita itu sekarang pikir Gerold masih sibuk mencari tahu artinya dari keputusan aneh menjelang pagi.
"Gerold, makanan sudah siap"
Teriakan Selbiva dari ruang makan mengusik lamunan Gerold, "Aku datang" teriaknya balik sembari menutup jendela kamar.
Tidak ada yang tahu nasib apa sesungguhnya manusia tetapi takdir mempunyai jalan dan rencananya.
Langkah tergesa kurir menyelinap di balik tembok. Matanya menelusuri setiap jalan sempit mengarah rumah keluarga Deng. Menurut informasi, rumah tersebut dihuni istri kedua keluarga Deng.
Kurir menunggu waktu, ada mobil dengan lambang GD pada atas kap mobil. Itu berarti ada tuan besar disana. Teringat pesan Dasma, berhati-hati jangan sampai ketahuan tuan Gerold Deng kalau tidak ingin nyawa melayang ke neraka, berikan surat ini, tunggu balasan dari nyonya kedua Deng.
Haus dan lapar menunggu seharian, menyurutkan niatnya untuk bertahan ketika matanya tak sengaja melihat pergerakan mobil pergi dari rumah keluarga Deng dan para pelayan keluar satu persatu dari rumah itu.
Buru-buru berlari menuju gerbang sebelum ditutup, menyelinap masuk dan mencari nyonya kedua Deng tetapi rumah ini cukup besar.
prang...
"Siapa disitu?"
Gugup, kurir termangu di tempatnya melihat Selbiva datang dengan wajah galak membawa sapu.
"Saya... kurir"
Takut disalah pahami, cepat disebutkan. Selbiva menurunkan sapunya, ia baru saja merasa kesal ketika Gerold tiba-tiba memutuskan pergi, entah apa yang terjadi.
"Kurir?"
"Saya diminta kirimkan pesan dari tuan Dasma untuk nyonya kedua Deng"
Surat diberikan, Selbiva cepat membacanya lalu wajahnya merah padam. Ini sangat... otak Selbiva mencerna setiap katanya tapi ia merasa enggan.
"Tunggu sebentar, aku akan kirim balasan. Apa kamu lapar? disini tidak ada pelayan jika dimalam hari, kamu bisa ambil sendiri di dapur"
"Bolehkah? terima kasih nyonya"
"Arah dapur lurus saja, selesai makan dibereskan jangan lupa"
Selbiva meletakan sapu kemudian menuju ruang kerja Gerold, mencari kertas dan menuliskan sesuatu disana lalu memasukan dalam amplop coklat. Surat yang berasal dari Dasma, dibakarnya sampai habis.
Sementara itu, kurir tersenyum puas usai makan kenyang. Betapa mudahnya mendapatkan uang jika seperti ini setiap hari pikirnya.
"Apa kamu sudah selesai? berikan surat ini padanya"
Surat balasan di terima kurir, "Baik Nyonya, makanannya enak sekali. Oya Nyonya, jika anda tidak keberatan, apakah saya bisa bekerja disini setiap malam? Anda hanya beri makan saja, itu cukup. Tidak baik anda sendiri dirumah" katanya menawarkan penuh harap.
"Aku-- tidak tahu tentang itu, tuan Deng.... tapi, aku akan bicarakan dulu pada tuan Deng"
"Benarkah? baik, saya akan lakukan"
"Ayo aku antar ke pintu gerbang. Aku harus menutup rapat-rapat pintunya"
Kurir mengikuti langkah Selbiva lebih dulu. Tidak ada hal aneh kecuali Selbiva mendadak berhenti di tengah-tengah.
"Ini kunci cadangan pintu gerbang. Kamu bisa masuk jika diminta tuan Dasma tetapi kamu harus perhatikan apakah tuan Deng ada dirumah atau tidak sebelum kamu resmi kerja disini"
Kunci diberikan, wajah berbinar-binar bak anak kecil menerima permen lollipop. Selbiva tersenyum lepas ketika ucapan terima kasih diberikan dengan penuh hormat oleh kurir sebelum pergi.
"Dasma, kamu sangat berani" gumam Selbiva kembali ke kamarnya, badannya letih dan mengantuk. Teringat Gerold tidak menyentuhnya hari ini membuat kesal hati Selbiva. Bagaimana mau mempunyai anak kalau begini caranya? karena itulah proyek ini harus berhasil pikirnya masuk dalam area mimpi.