Waktu terus bergulir, jam makan siang hampir habis. Hanzu gelisah menanti. Orang bermarga Chinla sudah pergi sejak tadi, bagaimana caranya mempertemukan kakak iparnya dan nyonya Liliana agar kedok busuk Dasma serta Selbiva terbongkar.
"Ada apa denganmu, Hanzu"
"Hah?"
Kepala nongol dengan rambut cantik sebahu muncul dari pintu, mata berbinar-binar penuh pesona membius sel mati Hanzu.
"Kakak ipar"
tok!
"Aduh, kakak ipar! sakit"
"Berapa kali aku katakan panggil aku Fezu saja diluar keluarga deng. Kita seumur"
"Tapi kamu bawa orang"
Tangan Hanzu mengusap kepalanya yang sakit karena di ketuk pakai koran sore, Liliana tersenyum melihatnya.
"Itu teman sendiri. Kita tidak beda jauh umurnya tetapi kamu bisa panggil kak Liliana"
"Tidak usah, panggil aku Liliana saja"
"Uh, Fezu. Tanganmu itu bisa tidak kurangi kecepatannya, kepalaku bisa bodoh"
"Kamu memang bodoh dari tadi"
Fezu duduk di sofa, Liliana berada di dekat jendela mengamati sekitaran sementara Hanzu sibuk mengusap dan cemberut.
"Aku dengar tadi ada tamu spesial disini dari kepala restoran"
"Ah, kalian terlambat datang"
Liliana berbalik menghadap Hanzu, "Terlambat? kami rasa ini menjelang sore belum sampai tengah malam, apa yang terlambat?" tanyanya penasaran.
"Maksudnya, mereka berdua sudah pergi sejak tadi menuju lokasi kedua"
"Oh"
"Kak Liliana, sebenarnya kalian ada rencana apa? aku ingin ikut di dalamnya"
"Tanya ibumu"
"Hah! mengapa tanya ibuku? aku sudah cukup besar untuk menentukan apapun itu"
Fezu menarik kue dari bungkusnya, "Kalau besar, bagaimana bisa istrimu menghilang begitu saja tapi tidak dicari?" tanyanya penuh selidik.
"Yah, itu karena sebab dan akibat"
"Rumit ya kehidupan Hanzu"
Terkejut mendengar komentar dari Liliana, Hanzu tersenyum tipis arahnya. Kue kesukaan masuk dan lumer dalam mulut Fezu, sungguh nikmat.
"Tidak rumit tetapi hanya tidak berjodoh saja. Kami bercerai baik-baik tanpa diketahui ibu"
Informasi tersebut nyaris membuat Fezu tersedak, Hanzu panik menepuk punggungnya lalu memerintahkan meminum air putih.
"Fezu, kamu bukan anak kecil lagi, bisakah makan dengan benar"
"Eh, aku sudah benar kok makannya"
"Mana ada orang dewasa makan berantakan ditambah tersedak begitu"
"Itu informasi akurat tidak. Gara-gara itu aku tersedak, kamu menutupinya dengan baik Hanzu"
Liliana tersenyum melihat keakraban keduanya, seandainya mereka berdua sejak awal bertemu maka dipastikan akan serasi dan indah dilihat mata.
"Kalian akrab"
Mereka berdua menoleh ke arah Liliana yang bersandar di jendela, Fezu bangkit berdiri menghampiri.
"Kami teman sepermainan tepatnya kakak kelas dan adik kelas"
"Betul itu"
"Satu organisasi juga jadi sudah tahu sejak awal baik buruknya. Aku dijodohkan oleh ibu mertua kepada Gerold, mungkin karena tepat untuknya"
"Kamu cinta dengannya?"
"Aku tidak tahu tapi kamu tahu keluargaku, tidak ada kata perceraian ataupun itu. Kamu beruntung bisa menjadi janda mati tapi sayangnya suamimu bajingan"
"Beruntung dan tidak beruntung. Aku tidak tahu bagaimana caranya menyikapi"
Hanzu menarik lepas dasi yang mengikatnya, "Beruntung, mantan istriku ternyata sudah hamil pas menikah. Aku tanya baik-baik siapa ayah bayinya, beruntung pria itu mau menikahi. Belum lama aku tahu ternyata suaminya adalah Dasma" katanya kesal.
Liliana terkejut mendengarnya, Fezu melihat arah lain dari pandangan Hanzu. Walau tak mengerti situasi keluarga Deng, Liliana bersimpati ternyata banyak perasaan yang dikorbankan disini.
"Fezu, jangan katakan kamu tahu dimana mantanku sebenarnya"
"Aku pernah ditolongnya saat di rumah tua keluarga Deng dari amukan Gerold. Tak sengaja bertemu lagi dengannya di desa saat mengasingkan diri"
Hanzu terkejut, buru-buru mendekati lalu memutarkan badan Fezu sampai pening, "Kamu-- baik-baik saja bukan" katanya panik.
tok!
"Aduh!"
Kepala Hanzu dipukul mengunakan jari Fezu, tertawa melihat Hanzu kesakitan dengan ekspresi cemberut, "Bodoh!"
"Fezu...."
"Dia wanita baik. Dasma menganiaya dirinya sampai parah, bayinya dilahirkan belum waktunya jadi aku menolongnya"
"Jadi Wuya...."
"Ya, anak Dasma"
Informasi yang dibagi sangat mengejutkan, Hanzu berjalan linglung arah sofa sementara Liliana menutup mulutnya karena terlalu terkejut.
"Aku tidak menduga kamu benar-benar menceraikan, saat itu aku tidak percaya tetapi setelah kamu katakan, aku merasa bertanggung jawab pada hidup Wuya tidak ada salahnya"
Hanzu menutup wajahnya dengan dua telapak tangannya yang lebar, ia sama sekali tidak menduga sama sekali dibalik perceraian yang dipaksakan ternyata ada banyak masalah.
"Aku tidak tahu, Fezu"
"Liliana, apa kamu keberatan dengan latar belakang Wuya yang ternyata anak Dasma?"
Liliana mengelengkan kepalanya, "Anak-anak tidak bersalah. Aku hanya melindungi Marie di masa depan dari jeratan tangan Dasma. Harta warisan ayah Marie sangatlah banyak" katanya resah.
"Ternyata kita semua mempunyai motif. Selama kita bersatu, aku rasa situasi bisa dikendalikan"
Fezu melangkah menuju sofa, mengambil minumannya dengan tenang. Hanzu membuka tangan yang menutupi, "Bagaimana keadaannya? apakah dia mati kesakitan?" tanyanya merasa bersalah.
"Tidak! dia melahirkan Wuya langsung meninggal. Niatku hanya membantu, dia tahu sepertinya jadi meninggal dalam keadaan tenang"
"Aku harap"
Liliana beranjak dari sandaran ke arah sofa dan duduk di hadapan keduanya yang rapat, "Bagaimana juga kita sudah membantu masa depan kedua anak itu. Sekarang, kita harus pikirkan bagaimana caranya menjaga jangan sampai tangan kotor mereka semua menyentuhnya" ujarnya kuat.
Hanzu dan Fezu berpandangan lalu mengembalikan arah pandangan pada Liliana.
"Ibu mertuaku akan ikut bergabung secara kasat mata. Masalah Dasma aku serahkan padamu Liliana sementara Gerold aku yang urus tapi bagaimana dengan Selbiva? aku tidak bisa menebaknya"
Hanzu mengerti kecemasan keduanya, "Aku rasa kita harus mundur ke arah belakang" ucapnya sembari mencomot kue bening di atas piring.
"Apa maksudmu, Hanzu?" , secara bersamaan dikatakan lalu mereka berdua tertawa kencang mengingat kekonyolan tersebut.
"Mereka berdua ada di hotel Earth"
Lagi-lagi sebuah informasi yang menyebabkan arah dan tujuan pasti dari Selbiva. Liliana mengangkat gelas berisi wine yang baru saja dituang olehnya, "Gerakan yang sangat cepat" sindirnya.
"Ibuku mulai mendesak. Selbiva tidak punya cara lain selain minta bantuan Dasma"
"Benar juga, pria kotor didampingi wanita jalang. Cocok!"
"Hasil akhirnya pasti anak. Apa kalian merasa aneh dengan pesta ulang tahun kemarin?"
"Ah, ternyata benaran sudah dimulai. Apakah kamu melihatnya Hanzu?"
"Uh, itu..."
Wajah malu Hanzu membuat tawa Fezu berderai tanpa terkontrol, ini menambah malu Hanzu.
"Diam Fezu!"
"Kamu-- ternyata pengintip"
"Ehz, bukan begitu"
"Apa sebutan lainnya kalau bukan pengintip?"
"Pengintai aku rasa"
"Eh, kakak Liliana jangan ikutan Fezu"
Suara protes kencang menguraikan ketegangan bahkan secara jahil, Fezu berikan wajah yang mengejek. Hanzu gemas dibuatnya lalu menutup mulut Fezu dengan kue tetapi dasar Fezu, cepat bergaya dengan olokan vulgar pada Hanzu.
Tawa lepas dari Liliana. Fezu berlari ke arah luas dari ruangan ini, sengaja menggoda Hanzu.
"Awas ya...."
Hanzu berlarian kesana kemari menangkap Fezu, ejekan dan olokan terus menerus memuat tawa Liliana di dalamnya.