Selbiva membiarkan Dasma masuk lebih dulu menuju tempat pesta namun, tiba-tiba Dasma berbalik cepat berjalan mengarah padanya.
"Ada apa kembali lagi?"
"Bagaimana caraku menghubungi kamu? aku tidak ingin pertemuan kita berakhir begitu saja"
"Aku juga tidak tahu"
Dasma berjalan mondar-mandir sementara Selbiva mengurai nafasnya yang masih menggantung akibat perbuatan di dalam gudang tadi.
"Aku sering datang ke restoran Dawn. Kita bisa bertemu disana, dibelakang restoran ada hotel Earth yang bisa dipakai. Aku mengenal orang di sana"
"Restoran Dawn?"
"Ya, setiap seminggu sekali kita bertemu di tengah hari. Aku rasa tidak akan banyak orang di jam sibuk untuk memperhatikan"
"Aku-- tidak tahu, Gerold suka makan siang di rumah"
"Kamu bisa masak? betapa menyenangkan memiliki istri bisa segalanya. Liliana sibuk bekerja, sungguh tidak mudah mempunyai istri yang mementingkan karier daripada keluarga"
"Astaga, apakah dia lupa tanggung jawabnya sebagai istri? pantas kamu kelaparan tadi"
Dasma tersenyum mendengar sindiran tersebut, "Kamu juga, padahal kamu sering makan siang. Aku tidak nyakin Gerold melupakanmu" katanya.
"Tidak lupa tapi terlalu lelah sehingga tidak nyaman untuk mengingatkan terus menerus. Kamu tahu, Gerold sudah menikahi kakakku tetapi dia tetap menikahi ku, ini membuatku sulit"
"Aku mengerti"
Kedua tangan Dasma di letakan di kedua sisi lengan Selbiva, "Jangan khawatir, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan penghalang" katanya lagi.
"Dasma, kamu tidak keberatan?"
"Tidak! aku melihatmu sebagai wanita baik-baik yang terjebak keegoisan seorang kakak. Apapun itu, kamu katakan saja padaku, aku akan membantu"
"Terima kasih Dasma, kamu pria baik"
"Hahaha, kamu juga. Jangan lupa setiap akhir minggu, kamu datang ke restoran Dawn. Kita bicarakan setelahnya"
"Ya, aku pasti datang"
Dasma tersenyum lepas, terasa ringan di hatinya begitu mendapat lotre dengan hadiah utama. Iapun pergi tinggalkan Selbiva sendirian, "Dasma Chinla, aku harap kebersamaan ini bisa menghasilkan anak yang diminta ibu mertua tercinta" gumamnya mengusap perutnya yang datar.
Selbiva bergerak pergi, satu pasang mata mengamati dengan kemarahan di ujung lidah. Taman belakang kembali sunyi.
🔥
Beberapa tamu mulai berkurang, Sosio mengucapkan terima kasih depan pintu rumah didampingi Gerold berwajah masam.
Liliana dan Fezu berpandangan satu sama lain ketika Dasma berjalan mendekati, "Aku lapar sekali Liliana, apa acara sudah berakhir?" tanya Dasma tanpa tahu malu di hadapan Fezu.
"Iya sudah berakhir"
"Tuan Dasma, anda kemana saja? acara makan-makan sudah lama selesai, aku rasa tidak ada lagi makanan yang tersisa" kata Fezu penuh sesal.
Tangan menggaruk rambut, "Maaf nyonya Deng, tadi berjalan-jalan melihat taman belakang, tidak mengira sampai lama" ucap Dasma tak takut bicara.
"Makan di rumah saja" kilah Liliana pelan, raut wajah tak enak muncul pada Dasma, "Dirumah? kita besanan dengan mereka. Kamu ini bagaimana jadi istri? seharusnya kamu menyisakan makanan untuk suamimu ini" keluh Dasma tidak memberi muka pada Liliana.
Sosio menghampiri mereka bertiga, "Ada makanan tentu saja, mari tuan Dasma ikut saya" ujarnya menyela perdebatan yang memungkinkan habis waktu terbuang.
"Benarkah?"
"Gerold, kamu temani tuan Dasma di ruangan makan. Aku dan mereka semua akan menunggu di ruang teh"
"Ibu, aku tidak punya waktu. Selbiva perlu aku antar pulang. Fezu, kamu tidak keberatan?"
"Kakak, aku lihat Selbiva pulang bersama sopir tadi" celetuk Hanzu tiba-tiba dari arah belakang mereka semuanya yang berdiri dekat pintu rumah.
"Kamu dengar? Gerold, jangan buat malu keluarga Deng kepada keluarga besan. Kita harus tahu penempatan"
"Benar itu kak, ayo tuan Dasma"
Hanzu mengajak Dasma ke arah ruang makan diikuti Gerold dibelakang dengan wajah sangat masam.
"Bagaimana bisa tahan dengan pria macam itu? kalian sungguh hebat" sindir Sosio dengan mengedipkan mata sebelah kiri, disambut tawa hambar dari Fezu maupun Liliana. Mereka bertiga segera pergi ke ruang teh yang dimaksud dengan diiringi dua pelayan yang mengendong Wuya dan Marie.
Ruang makan,
Pelayan menata rapi beberapa makanan ringan dan minuman panas. Dasma cepat duduk dan mulai makan dengan lahap, perutnya lapar setelah bertanding dengan Selbiva.
"Bagaimana?"
"Enak tuan Hanzu"
"Hahaha makan-makan , masih banyak disini"
"Anda tidak ikut makan?"
"Tentu saja makan, kak Gerold ayo"
"Hanzu, kakak harus mencari Selbiva"
"Selbiva sudah pulang kak. Bagaimana tidak percaya padaku? kamu bisa minta salah satu pelayan untuk mengecek"
Dasma diam-diam terkejut, tadi tidak terlalu memikirkan perkataan Hanzu karena lapar tetapi sekarang, iapun sedikit khawatir.
"Tuan Dasma, bagaimana kalau kita sering adakan kumpul-kumpul setiap akhir minggu? ayolah, kita keluarga sekarang"
"Kumpul-kumpul?"
"Di restoran Dawn biasa mengadakan pesta disana. Bagaimana kakak, ide dariku bagus kan?"
Gerold menuangkan wine ke dalam gelas, "Tidak ikut!" tolaknya secepat wine berpindah ke dalam perutnya karena frustasi.
Dasma keringat dingin mendengar itu, apakah Hanzu mengetahui sesuatu pikirnya tidak tenang, haruskah dimusnahkan pikir lagi.
"Diam!"
Bentakan dari Gerold memupus kalimat lain yang mungkin timbul dari mulut Hanzu, Dasma tetap tenang memakan makanan di meja. Hanzu mengejek dalam hatinya melihat rasa takut terlihat dari badan Dasma sementara Gerold sibuk minum.
Ruang teh,
Liliana, Sosio dan Fezu duduk dengan tenang sambil memegang cangkir teh di tangan masing-masing.
"Kondisi sudah sejauh ini, bagaimana penyelesaiannya? apakah ada saksi yang berpotensi mengacau?"
"Ibu mertua tidak perlu cemas"
"Benar nyonya besar, semua sudah berada di tempatnya. Aku rasa kita hanya bisa menunggu saja"
"Bagaimana kalau terjadi kehamilan?"
"Tidak mungkin terjadi, Dasma tipe orang yang berhati-hati dalam hal ini"
"Ibu mertua, maaf sudah menyusahkan. Adikku membuat ibu mertua menjadi memiliki kesulitan banyak"
"Fezu, ibu yang memintamu masuk dalam keluarga Deng maka ibu rasa wajar jika sedikit membantu"
Liliana diam mendengarkan, meminum sesekali dari gelas sambil berfikir apa langkah selanjutnya. Fezu menarik matanya untuk melihat jelas mantan ibu kandungnya di masa lalu, Liliana. Betapa menyenangkannya dulu saat semua terlihat indah dan mudah hingga Marie membuat ulah.
"Kita tidak akan berdiam menunggu? aku-- tidak akan pernah tenang" kata Liliana meletakan gelas kosong di atas meja.
"Benar kata nyonya Liliana, ibu mertua. Gerold tidak akan mudah menerima jika dibiarkan, aku rasa Hanzu mulai mencurigai banyak hal pada kita"
"Lihat minggu ini dan depan. Jangan gegabah"
Mereka berdua sontak terdiam, kalimat peringatan dari Sosio bukan perkara mudah diabaikan.
"Gerold putraku juga Hanzu, sedikit banyak ibu tahu celah apa yang dimainkan"
Fezu mengangguk pelan, untuk menyingkirkan Selbiva dari kehidupan keduanya ini, ia harus bertindak ekstra hati-hati lagi.
"Ibu sudah lelah, kalian bisa menunggu. Ibu pergi ke kamar duluan. Selamat malam semuanya"
"Selamat malam ibu mertua"
"Selamat malam nyonya besar"
Kepergian Sosio mengarah kamar bertepatan kedatangan Dasma dan Gerold. Hanzu berusaha memapah Dasma dengan dongkol.
"Nyonya Liliana, bagaimana kalau menginap disini saja malam ini? tuan Dasma mabuk berat"
Fezu cepat-cepat mendekati Gerold untuk membantu tetapi ditampik tangannya, "Aku tidak mabuk. Ibu sudah tidur? aku akan melihat Selbiva sekarang" ujarnya seraya berjalan menuju arah pintu keluar rumah.
"Gerold..."
Langkah Gerold terhenti, "Kamu sudah pernah bilang jika aku adalah perioritas pertama, apakah bisa kamu tidur disini malam ini? aku membutuhkan kamu" kata Fezu lantang.
Semua mata melihat arah keduanya, konflik keduanya diketahui orang, Fezu hanya tak ingin Gerold pergi ke rumah itu.
"Aku rasa aku akan menginap disini tuan Hanzu. Bisakah tunjukan kamarnya?" tanya Liliana mengalihkan pandangan Hanzu terhadap Fezu.
"Ada, ayo. Kamar tamu selalu dibersihkan, kalian semua bisa menginap disana"
Hanzu memapah Dasma yang mabuk dibantu Liliana, pelayan mengendong Marie mengikuti dari belakang meninggalkan ruang teh.
Fezu menghampiri Gerold, melingkari pinggangnya dan meletakan kepalanya di punggung.
"Hari ini aku sangat lelah, Gerold. Aku butuh suamiku"
"Fezu...."
"Kamu berjanji padaku sebelum menikahi Selbiva. Apakah kamu akan mengingkari janjimu?"
Tangan besar Gerold berada di atas tangan Fezu, terasa hangat dan nyaman. Fezu diam menunggu keputusan Gerold.
"Tidak aku tidak lupa. Malam ini aku menemani sampai tamu pulang besok pagi"
"Terima kasih Gerold"
Fezu menahan kuat air matanya yang sewaktu bisa jatuh, cintanya terlalu besar pada Gerold tetapi sayangnya, Gerold hanya cinta pada satu wanita yaitu Selbiva.
Gerold berbalik merangkulnya kemudian mengajaknya masuk ke dalam kamarnya, "Dimana Wuya?" tanyanya melepaskan dasi di lehernya dibantu Fezu.
"Ada dilamarnya. Pelayan membawanya kesana, kamu ingin bertemu dengannya?"
"Tidak sekarang, besok saja. Fezu, siapa yang mengusulkan pertunangan Wuya?"
"Ibumu"
Fezu pergi menyiapkan air hangat dalam bathtub, Gerold terdiam mematung mendengar kata ibumu.
"Mandilah, airnya cukup hangat untuk berendam"
"Fezu, apakah kamu pernah menyesali keputusan aku tentang Selbiva?"
Handuk ditarik dari dalam lemari, "Aku-- hanya mengikuti saja, kalian sering memutuskan semuanya walau aku tidak setuju. Apakah ada gunanya jika aku protes?" tanya balik Fezu.
"Tidak ada"
Gerold masuk dalam kamar mandi setelah menerima handuk yang diberikan. Fezu merosot terduduk di karpet dengan air mata yang turun deras tanpa suara.
Cinta? bagaimana bisa berbagi cinta dengan adik sendiri? penyesalan terbesarnya adalah mengangkat Selbiva sebagai adik ketika itu. Benar perkataan orang, jangan sembarang mengambil keputusan atas hidup orang walau niatnya menolong.
Atas dasar kasihan Selbiva ditinggalkan kedua orang tuanya dalam kecelakaan, Fezu mendesak orang tuanya untuk mengangkat anak. Tidak menyangka, Selbiva akan membalas kebaikan hatinya dengan merebut suaminya.
Penyesalan sudah terjadi maka Fezu bertekad untuk memberikan pelajaran berharga untuk adik tercintanya itu. Iapun bangkit dari karpet, melepaskan semua yang melekat dan bergabung dengan Gerold di kamar mandi. Berkorban dalam mempertahankan rumah tangga bukan hal memalukan demi Wuya.