Takdir berbicara, nasib merantai kenyataan.
Deretan toko dan restoran di pinggir kota Y berikan semacam pemandangan nyaman dan mempesona mata.
Selbiva berjalan pelan menuju restoran Dawn di sisi jalan yang mengarah pantai. Dalam hati mengakui keindahan yang di tawarkan.
"Nona berapa orang?"
"Dua orang"
"Apakah sudah pesan sebelumnya? hari ini, restoran hanya menerima pemesanan lebih dulu"
Selbiva terkejut mendengarnya, tidak menduga ada peraturan semacam ini di restoran Dawn.
"Coba atas nama Dasma Chinla"
Kepala restoran membaca daftar nama di buku pemesanan, "Ada untuk dua orang, atas nama tuan Dasma Chinla dan Selbiva Chinla dengan tanda bintang" katanya pelan.
"Ya, itu namaku"
"Nyonya Chinla, anda bisa masuk. Saya antar ke ruang khusus di lantai tiga"
Kepala restoran mendahului Selbiva, langkahnya tidak cepat sehingga bisa diikuti. Kesibukan restoran Dawn akhir-akhir ini meningkat sejak adanya acara tambahan sebagai hiburan di lantai dua.
Ruang khusus,
Selbiva masuk ke dalam, terkejut melihatnya. Ruangan khusus ini lebih mirip ruang keluarga pengaturannya, pelayan segera membawakan makanan dan minuman yang dipesan sebelumnya untuk diletakan di atas meja.
"Apakah cukup nyonya Chinla?"
"Cukup"
"Silahkan menikmati. Kalau ada tambahan, nyonya bisa membunyikan bel di dekat pintu"
Kepala mengangguk, kepala restoran segera keluar dari ruang khusus tersebut. Hanzu bersandar di dinding lantai dua, kepala restoran menemuinya.
"Semua sudah disiapkan, tuan Hanzu. Tepat dugaan tuan Hanzu, mereka mengunakan nama di belakang"
"Apakah kakak ipar ku akan datang hari ini seperti biasa?"
"Berdasarkan jadwal, nyonya Deng akan datang sepuluh menit lagi bersama nyonya Liliana Cyena"
"Beri kamar di sampingnya. Aku ingin mereka bisa menjebak keduanya, beraninya bermain dibelakang keluarga Deng!"
"Baik, akan kami atur"
Hanzu bernafas lega mendengarnya, kepala restoran bergegas melaksanakan permintaan Hanzu. Tidak seorangpun tahu apabila kepemilikan restoran Dawn adalah Hanzu Deng.
Tak mau menunggu orang, Hanzu masuk ke dalam dapur. Pekerjaan sampingan yaitu kepala koki di restoran Dawn. Senyumnya terbit setiap kali memasak dengan menu spesial. Hanzu hanya memasak menu tambahan spesial bagi pelanggan yang setia datang termasuk Fezu, kakak iparnya.
Restoran Dawn selalu sibuk menjelang siang. Berbagai tamu berdatangan untuk mencicipi tetapi dua bulan terakhir, banyak tamu memesan tempat dikarenakan penuh. Akibatnya, restoran Dawn menjadi buah bibir satu kota Y.
"Makanan disini enak sekali"
"Tempatnya juga bagus bisa buat santai"
"Harganya lumayan tinggi untuk semangkuk sup asparagus tapi tidak masalah"
Dasma mendengar suara-suara pujian pada Restoran Dawn dengan wajah datar. Langkahnya cepat-cepat arah lantai tiga, ia tak sabar.
srek....
Selbiva mengangkat kepalanya arah pintu, Dasma berdiri dengan senyumnya. Terlihat ada sebagian makanan sudah dimakan oleh Selbiva.
"Maaf terlambat"
"Tidak masalah, kamu datang saja, aku senang. Mengapa kamu terlambat?"
"Tiga hari ini aku terjebak di rumah keluarga Deng. Apakah kamu menyadari keberadaan tuan Deng di rumahmu?"
"Hahaha tidak. Aku tahu setelah pertunangan itu, pasti ada banyak hal yang perlu dibicarakan"
"Benar, gadis baik"
Dasma mengusap atas kepala Selbiva dengan lembut. Tatapan memuja diberikan, hati terombang-ambing dalamnya pusaran.
"Apa rencanamu Selbiva? apa kamu masih mau hidup seperti ini, dibawah bayang-bayang kakakmu?"
"Aku tidak ingin tapi keluarga Deng memiliki banyak harta. Kamu tahu, aku sebelumnya hanya anak angkat. Aku tidak ingin hidup miskin"
"Ya, aku juga. Liliana yang menghidupi keluarga Chinla sementara ini. Sikapnya membuatku mual"
"Dasma, bagaimana kalau kamu membuatku hamil, kita tetap berada di pernikahan masing-masing? pertemuan bisa diatur seperti sekarang"
Buah anggur dimasukan ke dalam mulutnya, sinar harapan terang berharap. Dasma mengunyah dengan pelan, Selbiva menunggu sabar.
"Anak? tuan Deng tidak bisa berikan?"
"Bisa tetapi ibu mertuaku sudah mendesak. Jika tak segera dilakukan maka aku di depak keluar dari rumah yang aku tempati. Dasma, aku tidak mau hidup miskin seperti dulu"
Lingkaran diberikan dengan lembut, "Dasma, berikan ya. Bantu aku agar posisiku kokoh di keluarga Deng" , bersandar dalam pelukannya.
"Aku berikan tetapi kita butuh usaha banyak. Tidak bisa akhir minggu saja proyek ini dilakukan"
"Kamu mau melakukan? tapi..."
"Masyarakat sekitar sangat kritis menyoroti perselingkuhan. Kita harus berhati-hati dalam bertindak, ada banyak telinga bermain"
"Kamu benar, Dasma. Apa kamu punya ide?"
"Kita bisa pakai rumahku di desa untuk memulai proyek ini sebagai permulaan. Orang-orang desa tidak akan bicara selama ada uang tapi aku tidak bisa mengunakan uang dari Liliana. Kamu tahu, bagaimana cermat dia menghitung? sangat membuatku marah dan tidak berharga"
"Kasihan kamu Dasma padahal kamu sudah naik menikahi, istri macam apa itu! bagaimana kalau pakai uangku saja, perlu berapa?"
"Tidak banyak untuk permulaan sekitar 5juta"
"Banyak sekali"
"Rumah di desa tidak begitu baik kondisinya. Aku takut kamu tidak menyukai. Rumah perlu perbaikan cukup banyak"
Dasma menunggu dengan sabar tambang emas di depan matanya, jika Selbiva menyetujui maka masa depannya akan sempurna dan tidak perlu lagi bergantung dari Liliana.
Walau ada keraguan tetapi Selbiva tidak mau memperlihatkan karena takut diketahui jika tak punya uang. Nama baiknya sebagai istri Gerold Deng akan tercemar. Ini sedikit menyulitkan.
"Baiklah" ujar Selbiva sedikit menganguk, Dasma menghembuskan ketegangan dengan cepat. Tangan Dasma menepuk halus sisi gemuk lengan Selbiva, "Kapan aku terima uangnya?" tanyanya sembari mengecup atas rambutnya.
"Aku berikan cek. Besok Senin kamu bisa pergi ke bank, bagaimana? aku tidak mungkin terlihat bersamamu depan publik, itu tidak sopan"
"Tidak masalah, semakin cepat aku terima, proyek yang kamu inginkan ini bisa terwujud segera"
Dasma melepaskan pelukannya, Selbiva menarik keluar buku cek dari dalam tasnya. Tangan cantik dengan kuku tajam tersebut menggores kuat lembarannya.
"Ini disimpan"
"Terima kasih. Aku akan segera lakukan"
Lembaran cek berisi angka 5 juta berpindah cepat masuk dalam dompet Dasma. Selbiva meminum air buah lemon untuk mengurangi tenggorokannya yang kering karena cemas.
"Sekarang, kita bisa lanjutkan proses utama lebih dulu untuk proyek"
"Proses utama?"
"Ayo pergi keluar arah belakang restoran Dawn, disana aku sudah menyiapkan sesuatu yang spesial untuk kita"
Dasma bangkit berdiri, mata kirinya berkedip berikan warna merah pada wajah Selbiva. Tas tangan dibawa oleh Dasma, "Apakah ini semua sudah dibayar?" tanya Selbiva mengikuti gerakan tak sabar Dasma untuk keluar.
"Belum"
"Bayar dulu atau kita makan dulu disini"
"Jangan makan disini, aku takut nanti ada orang keluarga Deng kemari, kita cepat pergi saja"
"Tapi bayar dulu"
"Kamu dulu saja, tadi aku tidak sempat makan apapun di dalam. Masalah hotel Earth sudah aku bayar sebelum kemari tadi, barang-barang milikku, tinggal disana"
Kepala restoran menunggu depan pintu, Selbiva merasa malu dan canggung jika tidak membayarnya maka terpaksa membayarkan semua tagihannya kemudian mereka pergi dari tempat itu.
Kepergian tergesa-gesa dari mereka berdua membuat aneh kepala restoran, "Apakah putraku sudah bayar makanan di restoran ini?" tanya ibu Dasma dengan hati-hati.
"Sudah nyonya tua Chinla tapi putra anda baru saja pergi bersama nyonya"
"Tidak apa, apakah makanannya masih tersisa banyak?"
"Ya, masih sangat banyak"
"Bungkus makanannya, biar aku bawa pulang"
"Tapi kebijakan...." , kepala restoran kebingungan ingin mengatakan jika kebijakan restoran apabila tidak dihabiskan maka tidak boleh di bungkus demi menjaga citra tema restoran Dawn.
"Cepatlah! aku sudah ditunggu"
Ibu Dasma tak sabar, iapun masuk ke dalam ruang khusus dan mulai mencari-cari tempat untuk membungkus.
"Mana!"
"Baik, tunggu nyonya"
Kepala restoran bergerak mengambil kotak yang biasa untuk membungkus makanan. Hanzu mengumpat dalam hatinya, tidak menduga ada orang pelit semacam itu.