Chereads / Flower Bloom / Chapter 9 - Pesta -2 : Daya Tarik

Chapter 9 - Pesta -2 : Daya Tarik

Liliana duduk di kursi kehormatan, satu meja dengan Fezu. Piring berisi makanan sudah diletakan oleh pelayan, Wuya dan Marie bermain bersama dalam boks khusus di dampingi dua pelayan.

"Umpan sudah mengigit"

"Terlalu cepat"

"Cepat atau lambat, ibu mertuaku turut andil di dalamnya. Kita hanya bisa mengikuti arah permainan"

"Dimana tuan Gerold Deng?"

"Bersama ibu mertuaku. Dia tidak akan bisa mendekati Selbiva dalam waktu lama, mungkin sampai akhir acara. Dimana tuan Dasma Chinla?"

"Tidak tahu mungkin merokok"

"Merokok? apakah benar-benar merokok?"

"Tidak!"

Fezu dan Liliana berpandangan lalu pecah tawa serempak. Anak-anak menarik perhatian, mereka terpaksa memanjakan daripada membahas lainnya. Sosio melirik puas ke arah mereka berdua, hatinya bergejolak tenang.

🔥

Taman belakang,

Dasma merasa gerah karena dipermalukan sikap Liliana. Ini membuat kesal, berniat menepi sejenak untuk menarik nafas tetapi matanya melihat Selbiva duduk seorang diri di bangku taman.

"Nyonya?"

Selbiva menolehkan kepalanya, "Tuan Dasma? mengapa disini? apa acara sudah selesai?" tanyanya bingung melihat Dasma ada disini.

"Belum selesai acaranya, aku merasa sesak jadi mencari angin. Bolehkah duduk disini bersama anda nyonya?"

"Boleh"

Dasma cepat duduk dekat Selbiva, dalam hitungan detik ia bisa mencium parfum yang digunakan. Selbiva merasa jantung berdebar kencang, seperti ada yang berjalan di dalamnya.

"Bolehkah saya panggil nama saja biar akrab"

"Boleh"

"Selbiva, anda cantik. Mengapa memilih menikahi tuan Gerold?"

"Sama seperti anda, Dasma. Aku hanya mengikuti keinginan orang tua"

"Begitu ya"

Mereka berpandangan satu sama lain, tidak terlintas topik pembicaraan yang pantas diucapkan karena daya tarik menarik kuat di antaranya menyebabkan hubungan arus pendek cepat terjadi.

Suasana taman yang sepi menyebabkan keberanian keduanya meluap tanpa batasan, pertukaran terjadi dengan cepat dan intensitas tinggi.

"Wow..."

Dasma hanya bisa mengucap kata wow di sela nafasnya yang terengah-engah, Selbiva memerah menangapi ucapannya.

"Selbiva, aku tidak menduga. Maaf"

"Tidak apa-apa. Ini hanya percikan"

"Benar hanya percikan"

Kata pepatah, sesuatu yang dilarang dan di langgar menyebabkan kecanduan yang konstan.

"Bagaimana kalau sekali lagi? kalau Selbiva tidak keberatan"

"Aku-- "

"Apakah ada tempat disini yang kosong bisa aku pakai?"

"Ada tapi..."

"Apakah Selbiva aman jika melanjutkan? saat ini, aku tidak ingin ada tambahan anak. Kamu tahu pertunangan mendadak...."

"Aman, aku mengerti Dasma. Aku juga tidak mau tapi ruangan kosong, aku tidak nyakin ada"

Dasma memainkan rambut Selbiva dengan tatapan sarat keinginan, Selbiva menelan air ludahnya dengan susah payah karena dirinya juga menginginkan.

"Ada di belakang, dulu gudang"

"Ayo kita lihat!"

Mereka berdua beranjak dari bangku taman menuju gudang yang dimaksudkan. Taman belakang ditanami berbagai jenis tanaman yang rapat sehingga tidak seorangpun menyadari keberadaan keduanya kecuali tukang kebun dan pelayan yang bertugas namun, adanya pesta. Semua orang diminta membantu agar berjalan lancar.

"Selbiva, kamu sangat berbeda dari Liliana istriku"

"Apa maksudmu Dasma?"

"Kamu sangat terawat dan cantik. Coba kamu lihat istriku, tidak ada yang menarik sama sekali darinya"

"Benarkah? padahal aku hanya merawat seadanya, kamu tahu Gerold lebih banyak dengan Fezu"

"Betapa malang nasibmu"

"Ibu mertuaku sangat pilih kasih"

"Aku mengerti itu"

Selbiva menghentikan langkahnya depan pintu gudang, Dasma memperhatikan wajahnya yang polos seperti terjebak dalam situasi buruk.

"Aku akan membantumu jika kamu tidak keberatan, Selbiva"

"Aku-- "

"Apapun itu untuk kamu. Pernikahan dan kedekatan kita sebagai teman jangan dicampur aduk, bagaimana menurutmu?"

"Dasma, kamu sangat pengertian"

"Aku tidak seperti itu"

"Jangan merendah. Istrimu tidak tahu betapa beruntungnya dia mendapatkan suami seperti kamu, Dasma"

Pujian dari Selbiva memberi kobaran semangat yang semakin kuat, Dasma merupakan orang yang senang dipuji maka pujian ini otomatis berikan kepercayaan diri yang kuat.

"Kamu-- wanita baik, Selbiva"

Dasma masuk lebih dulu, Selbiva termangu depan pintu. Ia tidak menduga dikatakan baik oleh Dasma, selama ini pria hanya mencari keuntungan darinya.

"Masuklah, disini ada tempat tidur dan kursi. Aku rasa tempat ini sering digunakan untuk beristirahat"

Selbiva masuk dengan rasa ingin tahu, wajahnya memerah melihat gaya Dasma yang angkuh dan kuat menariknya untuk mengikuti.

"Tempat ini lumayan bersih"

"Kamu benar, disana ada kamar mandi. Kondisinya tidak buruk"

Dasma beranjak mendekati, tatapannya menilai dan mengevaluasi namun berikan semacam isyarat bagi Selbiva untuk menyetujui secara sukarela.

"Kamu benar tidak buruk"

Mereka berdekatan, memupus jarak demi sebuah kata yang dipahami masing-masing dengan pembenaran.

Kesunyian berubah ramai, angin berhembus secara periodik membawa ketenangan batin untuk menilai dari pihak semesta.

🔥

Mata Gerold terus mencari-cari di sela pembicaraan dengan para tamu, namun yang dicari seperti menghilang di telan lautan tamu.

"Selbiva, dimana kamu?" tanya Gerold pada diri sendiri, Sosio mendengus dingin mendengar pertanyaan itu.

"Kita makan dulu, Wuya dan Fezu sudah menunggu kita mulai"

"Tapi Bu, Selbiva..."

"Dia bukan anak kecil lagi Gerold. Mejanya ada di belakang tamu, tidak pantas di depan. Apa kamu mengerti ini!"

"Tapi aku harus memberitahu dulu padanya. Aku tidak mau ada salah paham"

"Bagaimana dengan Fezu, Gerold? apa kamu pikir kedatangannya tidak membuat salah paham? kamu mengenalkan kepada orang-orang sebagai istri kedua depan matanya padahal status adalah adik Fezu"

"Bu!"

"Ibu tidak paham dengan pola pikir yang kamu buat itu. Istri dan anak yang baik sudah kamu dapatkan tapi lihat! kamu malah bertindak bodoh"

Gerold terdiam, ingin berkata jika Wuya bukan putranya. Namun, ia takut ibunya akan terkejut dan penyakit lama kambuh.

"Bu, ibu tahu sejak lama aku mencintai Selbiva tetapi ibu memilih Fezu yang tidak aku cintai"

"Apapun itu, seharusnya kamu tahu mana baik dan salah dalam hal ini. Fezu sudah bersusah payah menjaga nama keluarga Deng sementara dia? hanya bisa minta ini itu"

"Bu..."

"Mana anak yang dijanjikan? ini sudah berapa lama? kamu pikir dia bisa memberikan anak padamu"

Perkataan sinis diucapkan dengan mudah oleh Sosio menyebabkan kemarahan berkobar dalam hati Gerold, sungguh tidak adil ibunya menyikapi pikirnya.

"Cepat temani ibu makan. Ibu sudah kelaparan, kamu lihat mereka memerhatikan kita"

Tangan Sosio Deng cepat masuk dalam lengan Gerold dan menarik ke arah meja kehormatan. Liliana mengakui dalam hatinya jika Gerold mempunyai daya tarik yang besar, tidak kalah dari Dasma. Namun, hatinya masih tertuju pada orang lain, mana bisa digantikan walau dikubur dalam tanah.

"Nyonya...." , sapaan basa basi yang bisa membuat muntah orang tetapi Fezu maupun Liliana tetap sopan memamerkan senyumnya.

"Tuan Gerold, nyonya besar"

"Maaf kami terlambat, ada banyak tamu yang harus menghadang. Apa kami sudah menganggu kalian?" tanya Sosio menempatkan dirinya di samping Liliana yang sedang menyuapkan makanan ke dalam mulut kecil Marie.

"Tentu tidak nyonya besar"

Mau tak mau Gerold duduk di dekat Fezu, "Makanlah, ini makanan kesukaanmu" ucap Fezu lembut mengambilkan beberapa lauk ke dalam piringnya. Gerold berwajah masam memakannya, sesekali mata mencari-cari Selbiva. Hatinya gelisah tak berujung.

Wuya memandang lekat pada Marie yang acuh tak acuh, seakan makanan lebih penting daripada dirinya.

Sosio bertukar pikiran dengan Liliana. Gerold memandangi keakraban keduanya dengan kerutan di dahi, "Sejak kapan kalian mengenal satu sama lain?" tanyanya berisik pada Fezu.

"Kami satu lingkaran pertemanan, nyonya Liliana masih berada dalam lingkup keluarga Cyena"

"Cyena?"

"Ya, dulu nama keluarganya Cyena sebelum menikahi Chinla"

"Chinla?"

"Belum lama menikah, satu bulan setelah melahirkan, bukankah kamu tahu berita ini? mengapa bertanya?"

"Tidak ada maksud, hanya memastikan saja"

"Marie masuk keluarga Cyena sebenarnya lalu diangkat anak secara hukum oleh keluarga Chinla"

"Baguslah kalau keturunannya jelas. Aku tidak mau anakku berurusan dengan orang berandalan"

Fezu diam membisu, menjawab apapun tidak bisa, orang keluarga Deng menyelidiki kasus kelahiran Wuya dengan arogan tetapi tidak diketahui siapa ayah anaknya ataupun silsilah keluarga secara jelas.

Wuya anak Dasma dan Marie anak keluarga Cyena, bagaimana akhirnya? ini menarik minat keinginan tahu Fezu ketika di masa lalu, berakhir tragis.

Masa depan dan masa lalu dibatasi gerakan samar atas ijin langit untuk merubah nasib ataupun takdir.