Chereads / Flower Bloom / Chapter 6 - Pernikahan

Chapter 6 - Pernikahan

Dua bulan kemudian,

Dasma memandangi jas yang dipakainya, senyum dan tawa bersinar di mata. Tangan menepuk habis debu di celananya.

"Aiyo anakku sangatlah tampan"

Berbalik menemukan ayah dan ibunya berjalan masuk dengan senang dan bersemangat.

"Ayah... ibu"

"Ini kedua kalinya kamu menikah. Jangan sampai ada kematian lagi, beruntung istri pertamamu meninggal jadi berkat buatmu menuju jalan kesuksesan"

"Benar kata ibumu, kalau wanita itu masih hidup mana bisa kamu menjadi tuan besar di keluarga Cyena"

"Hahaha , berikan berkatmu ibu ayah padaku supaya aku bisa mendapatkan keturunan lagi"

"Tentu... tentu... harus!"

Ayah memeluk hangat putra kebanggaan dengan tepukan di punggung, terbayang hidup bergelimang harta demikian juga ibu yang lakukan hal sama.

"Bagaimana dengan nama keluarga? keluarga Chinla tidak mungkin hilang"

"Tenang ayah, anak itu sudah berubah nama menjadi keluarga kita secara otomatis. Mereka yang meminta, sesuai tradisi nama ikut yang diminta"

"Kita harus rayakan keberuntungan ini"

Tawa pecah di ruang ganti pengantin sementara itu di ruangan lain. Terdapat kesedihan tak berujung disini, Liliana menunduk melihat bayi perempuannya yang berkedip tertarik padanya.

"Liliana..."

"Tidak apa"

"Liliana, ini demi kebaikan dan kebahagiaan Marie di masa depan. Suamimu sudah mati, usiamu masih panjang"

"Aku-- mengerti"

"Dasma pria baik. Istri pertamanya sudah meninggal tanpa anak, bisa menikah denganmu yang juga janda mati dengan anak merupakan berkah takdir yang memuaskan"

"Aku-- tidak menolak tapi ini terlalu cepat"

"Dua bulan tidaklah cepat. Keturunan Cyena sudah habis, kamu menikah dengan keluarga Chinla juga akan berikan harga"

"Bu, ini masih terlalu cepat"

"Keturunan atau bukan, kamu tahu kekayaan Cyena bisa dimakan rayap jika tidak ada penerus"

Liliana berputar arah mantan ibu mertuanya, "Aku tidak ingin melupakannya" bisiknya. Jauh di lubuk hatinya ada keraguan terhadap Dasma.

"Apa yang sudah diputuskan tidak bisa diubah. Kamu bukan bagian dari keluarga Cyena, ingat itu. Keluarga Cyena tidak bisa menerima janda mati atau hidup Liliana"

"Bu..."

"Cukup Liliana, harta putraku diwariskan padamu semuanya. Keluarga Cyena tak punya hutang budi setelah ini, apapun yang terjadi nanti, bukan urusan keluarga Cyena"

Mantan ibu mertua Liliana bangkit berdiri, tongkat kayu dengan ornamen di ujungnya menegaskan bukan orang yang mudah berkompromi.

"Anakku mati tapi bukan berarti anakku yang lain juga ikut mati Liliana. Mereka butuh hidup"

Liliana terdiam, mantan ibu mertua berjalan keluar dari ruangan kemudian berbalik melihat Marie di dalam boks bayi. Kedua orang tua Liliana sudah meninggal lama, tidak ada sanak keluarga yang membantu jika tak ada uang yang bermain, bagaimana nasibnya bisa menjadi seperti ini, iapun tak tahu.

"Nyonya, upacara pernikahan akan segera dimulai. Kita segera keluar"

Marie tersenyum pada Liliana, "Jaga Marie, aku akan keluar sendiri. Kalau ada apa-apa, beritahu aku" serunya sebelum berputar melangkah keluar ruangan.

Lorong panjang terlihat semakin panjang, Liliana melangkah pelan sembari menatap kosong. Di ruangan tengah, Dasma terlihat penuh semangat menyambutnya.

Tanpa cinta mengikat pernikahan demi menghilangkan kata mati dan hidup di balik label nama.

Upacara pernikahan berlangsung khidmat. Semua tersenyum penuh kebahagiaan dan tawa ketika kata sah diucapkan. Cincin berlian disematkan kedua kalinya di jari Liliana, teringat ini cincin dibeli mengunakan harta Cyena secara cuma-cuma demi melepaskan nama keluarga.

"Liliana, kamu sangat cantik. Apakah malam ini kita bisa lakukan itu? aku tidak mau memaksamu" bisiknya pelan di saat tamu mulai hilang satu persatu.

"Aku tidak apa-apa"

Dasma menganguk puas, Liliana memalingkan wajahnya ke arah ibu mertuanya yang baru. Tampak mewah dan sombong memancar keluar dari wajahnya.

Keluarga Cyena sudah lama pergi, tersisa keluarga Chinla tinggal. Rumah peninggalan suami Liliana menjadi tempat bagi mereka semua tinggal.

Liliana melepaskan peralatan pengantin di tubuhnya dengan letih. Dasma memainkan gelas kosong di tangannya, menunggu.

"Liliana, di masa depan berikan aku anak laki-laki. Aku ingin nama Chinla harum sepanjang masa"

Liliana memandang Dasma dengan heran, "Aku belum siap memiliki anak lagi. Marie terlalu kecil untuk menerima adik" katanya.

Dasma bangkit berdiri sempoyongan, memegang bahu Liliana dengan kuat sehingga Liliana meringis kesakitan. Mata Dasma berkilat penuh nafsu, "Kamu barang bekas, aku mau apa harus mengikuti. Tanpaku , kamu masih dihujat sampai mati" ucapnya membalik badan Liliana menghadap padanya.

"Aku-- "

"Di kamar ini, ucapan ku yang berlaku, diluar kamar adalah ucapan mu yang berlangsung. Jadi, jangan banyak bicara! lakukan tugasmu"

Dasma mulai melucuti pakaiannya dengan arogan, Liliana tersentak mendengar kalimatnya yang mengancam.

"Bukan perawan, jangan sok suci"

Tangan Liliana di raihnya menuju sumber kehidupan masa depannya, "Lakukan!" bentaknya kencang dengan mencengkeram kuat pergelangan tangan.

Geram tak juga dilakukan, Dasma mulai melakukan kekerasan pada Liliana dengan kuat. Teriakan minta tolong, tak ada yang mendengar karena pengaturan kamar pengantin berada di lantai atas. Kilat menyambar dan hujan turun menutup dan menghapus semua debu di atas bumi.

🔥

Gerold memandang Fezu dengan gelisah, "Kamu disini saja, biar aku jemput adikmu Silbiva" ujarnya pelan.

"Pergilah, hujan deras sekali. Kalau ada apa-apa, kita bisa mendapatkan masalah dengan Silbiva"

"Aku pergi"

Fezu menatap kepergian Gerold dengan mengendong Wuya ditangannya, Wuya terlihat gelisah sepanjang hari.

Jalanan tak terlalu padat, sopir terus mengendarai mobil menuju sebuah rumah besar di pinggir kota Y.

Gerold keluar dari mobil, payung di atas kepalanya membantu untuk menepisnya dari tetesan hujan.

"Apakah sudah siap?"

"Sudah tuan Deng"

Mereka berjalan masuk, payung ditutup dan diletakan di sudut ruang. Selbiva duduk manis di tengah ruangan disertai beberapa orang.

"Pernikahan bisa di mulai"

Gerold menghampiri Selbiva, "Maaf terlambat" bisiknya pelan sembari duduk di sampingnya, Selbiva menganguk.

Kedua tetua terus mengucapkan alunan doa pernikahan bagi keduanya. Gerold tersenyum puas, ini kedua kalinya menikah. Ia sangat mencintai Selbiva, terlihat kedua belah pihak keluarga diam ditempat.

Cincin berpindah ke jari masing-masing dari kotaknya. Ucapan selamat diberikan pada mempelai dengan kebahagiaan meluap.

"Kamu akan menyesalinya Gerold"

"Hanzu, kamu sebagai adik harusnya mendukung keputusan kakak malah mengatakan hal buruk di hari pernikahan"

"Kak Fezu tidak seharusnya mendapatkan penghianatan"

"Hanzu kamu masih anak-anak, kamu tidak mengerti"

Hanzu melengos pergi, Gerold menyipitkan matanya dengan tak senang. Tepukan halus pada punggung tangan Gerold menyadarkan.

"Jangan dengarkan. Hanzu masih bodoh untuk tahu apa itu cinta"

"Kamu paling mengerti aku. Maaf aku terlambat menikahi mu, Fezu baru saja melahirkan"

"Tidak apa-apa, kamu juga tahu anak itu bukan milikmu. Aku akan berikan anak laki-laki untukmu"

"Benar, itu baru istri namanya"

Keluarga Deng menatap sengit pada Selbiva, ibu Gerold Deng mengengam erat kipas di tangan.

"Adik panjat sosial, entah berapa lama Fezu bisa mempertahankan statusnya itu"

"Ibu, mereka hanya menikah di bawah tangan. Adik Fezu tidak tahu itu jika anaknya akan otomatis menjadi anak sah keluarga sementara dia hanya sebatas keset"

"Jaga baik-baik Fezu, Hanzu. Ibu rasa wanita ini tidak akan bisa melahirkan anak. Wuya merupakan anak yang dicatat sah"

"Tenang Bu, sampai kematian datang, Wuya Deng tetap ahli waris keluarga Deng seperti yang diatur. Wanita itu tidak akan berhasil tapi Bu, mengapa ibu membela kak Fezu mati-matian?"

Pertanyaan Hanzu membuat ibu menoleh arahnya, "Karena Gerold mandul, Hanzu" jawab ibunya sangat pelan membuat Hanzu terkejut bukan main kemudian memandang arah kakaknya.

"Pernikahan ini..."

"Pernikahan ini karena kakakmu mencintai wanita itu dibandingkan Fezu kakak ipar mu yang ibu pilih"

Hanzu mendelik mendengarnya, cinta? sulit dirasakan jika terlahir dari sendok emas di tangan dan aturan keluarga yang dipakai ratusan tahun.