Teman juga penting dalam kehidupan, namun apakah mereka bisa mengerti dengan keadaan atau hanya ingin memanfaatkan oleh tujuan lain? Di saat itu juga kita tidak tahu akan seperti apa kedepannya. Mungkin kah tetap bersama atau ada perpisahan? Seolah waktu yang berputar menjadikan itu semua akhir dari hubungan tersebut.
Claire adalah gadis yang ceria selain paling banyak tawa dari pada kawan lamanya. Perubahan dari kehidupan lama memang membuat semuanya menjadi jauh berbeda. Claire orang asing yang seolah menyamar menjadi gadis yang misterius di pandangan para teman sekolahnya.
"Sekarang gimana, Claire? Kaki lo udah ngerasa enakan atau masih sakit?" Vero masih setia membantu jalan Claire hingga tepat saat sudah berada di depan pintu rumah cewek itu.
"Lumayan. Makasih udah anterin ke rumah sakit."
Setidaknya hanya dengan itu yang Vero bisa lakukan terhadap Claire. Memang sedikit kejam telah memaksa, akan tetapi kini Vero tahu juga luka Claire parah atau tidaknya. Karena ia yakin kalau Claire sendiri pasti tidak akan pernah membawa dirinya untuk di obati.
"Gue lakuin ini bukan karena apa, Claire. Gue juga tahu kalau lo ga suka di deketin, di sini gue ngelakuin karena kepedulian selain niat balas kebaikan lo." ungkapVero tulus.
Claire terlalu beranggapan perhatian itu hanya untuk hal lain. Hal yang selama ini ada sesuatu yang sedang di tutupi rapat oleh Vero. Entah apa tetapi yang jelas Claire merasa kalau suatu nanti dia yang akan terlibat konflik.
Vero membuka pintu di depannya. "Nih, kuncinya. Sekarang lo harus istirahat di kamar."
Claire menerima kunci pintunya. "Hati-hati di jalan, Vero. Makasih sekali lagi udah anterin ke sini."
Vero mengangguk. "Iya sama-sama. Tapi, Claire." ia menjeda sejenak. "Ijinin gue nunggu abang lo di sini, gue bakal jelasin hal kemaren yang udah buat beliau salah paham."
Claire bergeming. Bukan kah justru Leon akan lebih marah dari kemarin? Pasalnya sudah tiga kali Vero ke rumahnya tanpa seijin Kakak Claire. Bagaimana kalau seandainya Leon semakin muak dengan Claire? Itu hanya akan membuat hubungan keduanya menjadi renggang.
"Sebaiknya kamu pulang aja, Vero. Kak Leon, udah marah besar kemaren." pungkas Claire membuat Vero semakin merasa bersalah.
Semua itu pasti karena ulahnya. Melihat sikap Claire yang seperti itu mungkin Leon akan menatapnya heran bahkan tidak akan sangka. Vero pikir semuanya tidak akan menjadi runyam seperti itu jikalau saja dia bisa meyakinkan Kakak Claire.
Claire pasti tidak akan di marahi atau di tegur oleh beberapa pertanyaan aneh dari sang Kakak.
Sedikit meringis Vero menatap yakin. "Gue yang akan jelasin semuanya, Claire. Dari awal lo bisa gue deketin sampai kaki lo jadi luka begini."
Claire menggeleng pelan. "Kak Leon, bakal hajar kamu kalau masih ada di sini."
Vero mendadak diam. Ada benarnya juga apa yang di tuturkan oleh Claire, namun hati Vero mana bisa lega jika hal itu belum dia usahakan sendiri. "Tapi gue harus jelasin detil. Gue yakin kali ini abang lo ga akan sampe marah lagi."
"Oh, ya?"
Dua orang itu menoleh bersama.
"Kenapa begitu yakin?" atensi Leon sama sekali tidak teralih dari Vero yang saat ini ada di hadapannya. "Apa yang akan kamu jelaskan sekarang? Saya sudah ada di sini."
Vero menelan ludah, kepalanya mengangguk sekali. "Pada saat saya anterin pulang, kebetulan emang itu paksaan dari saya karena … Claire, yang udah bantu saya. Kedua, kaki dia bengkak karena saya juga. Salahnya di mana kalau mau bantu balik? Abang, boleh benci sama saya. Jangan salahin, Claire."
Leon masih menatap tanpa ekspresi sedikit pun dari wajahnya. Ia mulai mengamati sosok lelaki ini, apakah sedang berbohong atau memang berkata yang sebenarnya?
"Selama ini, Claire, banyak membantu saya dan temen-temen. Soal hal lain kita juga temenan, saya ga mungkin berniat buruk sama orang yang udah jelas punya niat baik."
Dari perkataan Vero sepertinya tidak ada kebohongan. Leon bisa tebak melalui tatapan cowok itu yang sangat dalam. Mungkin memang Leon saja yang terlalu curigaan terhadap adiknya. Maklum saja karena selama ini Leon tidak pernah melihat Claire dekat dengan cowok mana pun.
Claire berharap Kakak nya dapat percaya. Semua ucapan Vero begitu tulus dari dalam hatinya. Biasanya Leon selalu peraya pada orang yang padahal baru saja di kenalnya, namun kenapa pada Vero susah sekali untuk mendapatkannya? Rasanya seperti Vero ini adalah orang yang harus di salahkan.
Leon melirik Claire dengan sinis. "Benar begitu kejadiannya, Claire? Tolong jangan berbohong atau kalian berusaha untuk sekongkol." hardiknya.
Claire balas menatap. "Tadi malem juga aku jelasin gitu. Kakak, aja yang curigaan dan ga percaya."
Leon menarik napas panjang. Kecemasan yang selalu melanda hatinya justru menjadi perihal buruk mengenai adik satu-satunya. Apa Leon masih belum bisa dan rela jika Claire dekat dengan laki-laki lain selain dirinya? Ada perasaan yang mengganjal saat melihat mereka ada di depan kedua matanya.
Leon menelan ludah. "Kalau seperti itu, kalian yakin hanya sebatas teman? Tidak akan ada hubungan spesial lainnya, kan?" tanyanya penuh selidik.
Claire menggeleng cepat. "Itu ga akan mungkin."
Vero mengangguk samar meyakinkan ucapan Claire barusan. Leon masih meragukan hal itu. Mereka memang mengelak, entah bagaimana dengan dalam hati masing-masing? Leon sama sekali tidak tahu.
Lidah bisa saja berbohong.
"Kamu pulang saja. Claire, kamu juga masuk dan langsung ke kamar." titah Leon yang hanya di angguki kepala Claire.
Vero menatap cewek itu yang baru saja akan masuk. "Jangan lupa minum obatnya, Claire."
"Hm."
Leon menatap sinis. Dari segi perhatian saja Vero sudah membuatnya kian berpikir lagi harus percaya atau tidak. Cowok itu penuh tanda tanya.
"Saya permisi." pamit Vero melenggang pergi.
Leon menatap punggung cowok itu. Entah kenapa ada sesuatu yang membuatnya sedikit penasaran. Apa itu? Leon tidak pernah seperti itu sebelumnya.
"Vero?"
Leon akan mengingatnya sekarang. Mungkin ia bisa selidiki melewati waktu senggang di kantornya. Leon tidak akan membiarkan adiknya dekat dengan orang yang sembarang. Walau cowok itu sudah menonjolkan bentuk perhatian lebih pada adiknya, tetapi bukan berarti hal itu Leon diamkan begitu saja.
"Claire, luka sedangkan aku sibuk kecewa." Leon mendecak kecil, kakinya melangkah memasuki rumahnya. Dia akan melihat keadaan adiknya yang belum sempat bertanya mengenai keadaan Claire.
Saat kejadian kemarin Leon memang menutup diri kembali. Sama sekali tidak menyapa hingga berangkat ke kantor lebih awal sampai pagi tadi ia tidak melihat keadaan adiknya. Leon sengaja ke kantor lebih pagi dari biasanya karena pikirannya masih di penuhi oleh kedekatan dua anak muda itu.
Vero apa bisa di percaya untuk menjadi teman adiknya?
"Claire, buka pintunya." Leon mengetuk pintu kamar adiknya tiga kali. Belum ada suara maupun tanda pintu itu akan di buka. Apa Claire sudah tidur pulas?
Leon kembali mengetuk. "Claire."
PRRNNGGGGG