"Buk, aku berangkat!! Assalamualaikum," seru Qonin yang sudah memanggul tas ranselnya, gadis ceria dengan tinggi sekitar 160 cm, berkulit kuning langsat yang mempunyai lesung pipit membuat semakin manis ketika tersenyum.
"Walaikumsalam, hati-hati Qonin!!! Jika ada lelaki yang mengganggumu bilang ke ibu, biar ibu pukul pantatnya!!" timpal Narti, ibu Qonin yang jago ilmu bela diri itu selalu menghawatirkan anak gadis satu-satunya.
Narti sedang berada di dapur, sehingga dia hanya bisa berteriak di kejauhan menghantarkan Qonin pergi ke sekolah. Sedangkan ayahnya sedang di dalam kamar mengganti baju setelah sarapan, lalu dia pergi untuk mengambil koran dan dijualnya kembali.
"Ahh!! Ibuk selalu saja begitu!! Yang ada aku babak belur jika mengadu kepada ibu," gumam Qonin menanggapi perkataan Narti, memang selama ini dia tidak pernah bilang kalau pernah menjadi korban bully waktu di SMP, dia memilih diam agar tidak membebani kedua orang tuanya. Menurut dia hidupnya sudah sangat berat saat ini, disaat rumah bocor sana-sini, belum lagi biaya sekolah adik lelakinya yang menginjak di bangku SMP.
Sebuah angkutan umum berhenti tepat di hadapan Qonin, beberapa sopir angkutan umum kenal dengannya karena dia terkenal riang dan murah senyum.
"Ayo masuk, Nin!! Tumben hari ini tidak telat!!" ucap abang sopir.
"Haha!! Iya Bang, kemarin tidur cukup, jadi bisa bangun pagi gitu!!" timpal Qonin yang sudah naik ke dalam angkutan umum.
"Baguslah!! Setidaknya kamu tidak usah berlari untuk mengejar angkutan umum, kan!!" timpal abang sopir, dia sudah membawa mobil angkutan melaju ke jalanan.
"Hehe, iya Bang," jawab Qonin singkat merasa sedikit malu dengan kebiasaan buruknya sampai sopir angkut pun hafal.
Jarak antar sekolah dengan rumah Qonin cukup jauh, dia harus ganti 2 angkot baru sampai. Sudah saja dia duduk di Elf menuju sekolah.
"Wahh!! Penumpang anak sekolah mana?? Jarang sekali!! Apa aku kepagian ya?" gumam Qonin, dia mengamati kursi penumpang yang masih banyak kosongmya.
Qonin pun mengangkat bahu, dia mengambil ponsel jadulnya untuk melihat waktu, tangannya meraba amplop coklat yang berisi uang 500 ribu, sejenak dia berhenti dan teringat kejadian kemarin siang.
"Aku harus bisa menemukan penumpang mobil kemarin, lalu mengembalikan kelebihannya, Ehmm!! Siapa dia ya?? Apa mungkin salah hitung?" gumam Qonin lagi sambil memasukkan amplop lebih dalam lagi dan menarik reseletingnya.
Elf yang membawanya sudah sampai, Qonin melihat jelas gerbang besi tinggi yang memagari sekolahnya, dia pun berseru, "Kiri Bang!!"
Pagi masih menunjukkan pukul 07.10, Qonin sudah sampai di depan gerbang sekolah yang masih lengang. Benar saja, pelajaran dimulai pukul 08.00 sehingga hanya segelintir siswa terlihat berjalan memasuki gerbang.
"Sebentar!! Mobil Pajero hitam!!" pekik Qonin, dia berhenti melangkah, bahkan pindah arah sampai berjalan menghampiri mobil tersebut.
"Neng!! Minggirlah dari sana!!" teriak sopir.
Qonin berada di depan body mobil sambil jongkok mengecek pelat nomor yang dia ingat kemarin, dia masih tidak mendengar peringatan sopir.
"Hei!!! Cepat pergilah!! Apa yang kau lakukan di depan mobil sih!!" teriak sopir terdengar lebih kesal daripada sebelumnya, dia bahkan turun dari mobil dengan tangan yang sudah berkacak pinggang.
Qonin justru tersenyum lebar menghampiri sopir yang marah, dia segera mengambil amplop dari dalam tas sambil menyerahkan ke sopir, "Pak, uang anda kelebihan waktu beli koran kemarin. Saya gadis penjual koran itu, bapak masih ingat kan?"
Pertanyaan Qonin perlahan membuat kerutan marah sopir Namora berkurang, dia menurunkan tangan tanpa menerima amplop tersebut sambil mengamati wajah Qonin.
"Loh, iya!!! Mbak penjual koran kemarin. Ehh itu mbak, uangnya memang dikasih semua ke mbak atas perintah nyonya besar saya," jawab sopir.
Qonin masih belum bereaksi, dia bingung antara mau menerima atau menolaknya. Dia kembali bertanya, "Tapi Pak, kenapa majikan bapak memberikannya kepadaku?"
"Wahh!! Saya kurang tahu. Sudah terima saja mbak, nyonya saya tidak mungkin jatuh miskin, beliau tidak mau menerima barang yang sudah dikasih, dikembalikan lagi. Menurutnya itu sebagai bentuk penghinaan," terang Sopir, dia mendorong amplop ke arah Qonin.
"Sudah ya, Mbak. Saya harus kembali bekerja," ucap Sopir yang sudah masuk ke dalam mobil.
"Ehhh!! Pak ... pak tolong sampaikan ucapan terimakasih saya ya!!" seru Qonin untuk mengimbangi deru mobil, dia sampai mengambil beberapa langkah menjauh. Tampak sopir mengangguk menyetujui permintaan Qonin, dan tidak butuh waktu lama mobil pun melaju ke jalanan lalu hilang.
"Woi!! Qonin!! Ngapain kamu disini bengong lihat jalan?" tanya Cika sambil menepuk punggungnya, dia juga melihat jalan yang sama dengan Qonin yang hanya ada kendaraan berlalu-lalang tidak begitu menarik.
"Ehh!! Kamu Cik, tidak. Ayo masuk!!" ajak Qonin yang sudah berjalan masuk ke dalam sekolah mendahului Cika, lalu dia menaruh kembali amplop ke dalam tas.
Cika memiringkan kepala, dia tidak mau tahu dan memutuskan untuk mengikuti Qonin masuk kelas tanpa ingin bertanya lagi.
Sudah saja mereka sampai kelas 11 IPA 1 yang berada di lantai 3, karena masih pagi belum banyak murid datang, hanya ada 3 siswa yang asyik mengobrol dan Zanqi membelakangi pintu menghadap jendela luar yang entah sedang memandang apa.
"Ehh!! Lihatlah anak baru itu!!" Cika menyenggol lengan Qonin, dia berseru, "Eh!! Kamu mau ngapain?"
Qonin berjalan menghampiri Zanqi, "Pagi Zanqi," sapa Qonin dengan hati ringan dengan senyuman manis yang terukir lesung pipit sempurna di kedua pipinya.
Zanqi hanya mendongak menatap Qonin tanpa ekspresi, lalu dia memutar kursi roda menuju bangkunya. Seketika itu senyum Qonin mengering dengan segera dia menarik bibirnya seperti semula sambil memandang Cika yang sudah menepuk jidat.
Kenapa dia?? Apa aku sudah berbuat salah? Batin Qonin.
Semua siswa makin banyak yang sudah datang, Qonin ragu untuk berjalan kembali ke bangku miliknya, alhasil dia duduk sementara sebangku dengan Cika.
"Ahh!! Kamu sih, Nin. Dibilang jangan dekat dengannya juga masih saja bandel!!" bisik Cika.
"Apa salahku?? Aku hanya menyapanya!!" protes Qonin.
Bel masuk sudah berbunyi nyaring, semua siswa segera duduk di bangku masing-masing tidak terkecuali Qonin.
"Pagi anak-anak!! Buka halaman 50 dan diskusikan dengan teman di sebelahmu materi Opinions dan Thougts tersebut, lalu buat percakapan serta peragakan di depan kelas!!" pinta Guru Bahasa Inggris.
"Baik Bu," jawab siswa serempak.
Tidak terkecuali Qonin, dia bersemangat mendapatkan tugas itu. Namun, saat dia menoleh ke teman sebangku hilanglah senyumannya.
Ahh!! Mati aku?? Kenapa awal pagiku suram begini!! Batin Qonin.
Qonin menggeleng kepalanya dengan cepat, dia tidak boleh ciut dengan perawakan dingin Zanqi, sehingga dia mencoba bertanya terlebih dahulu.
"Baca materinya, jangan baca pikiranku seperti itu!!" kata Zanqi tanpa menoleh, dia sudah saja membuat contoh tugas dan menulisnya di buku.
"Ehh, i ... ya," jawab Qonin langsung menatap buku karena malu, belum sempat bertanya eh sudah di skakmat Zanqi.
Kenapa dia sih?? Perasaan kemarin tidak sedingin ini? Jika sudah begini bagaimana caraku mengerjakan tugas? Batin Qonin.