Jam sekolah berakhir menyedihkan bagi Qonin yang telah kehilangan teman, keberaniannya tinggal secuil itu dia pakai untuk berjalan keluar ruang kelas.
"Sini ... sini deh!! Kalian sudah dengar tidak, katanya dia pandai sekali mencari uang dengan cepat," kata salah satu teman bergerombol menggunjing Qonin.
"Mencari uang dengan cepat?? Aku juga mau?" timpal seorang dari mereka.
"Gampang!!! Cari saja om-om!! Haha!!" Kelakar mereka disengaja saat Qonin masih berada di dalam kelas, suara tawa yang begitu keras itu masih terdengar hingga dia menuruni anak tangga.
Qonin berlari sekuat tenaga agar bisa keluar sekolah dengan segera, dia tidak memedulikan pandangan jijik yang ditunjukkan kepadanya. Ancaman Tom tetap tersebar meskipun dia tidak berhasil menampar Cika.
"Kamu harus kuat Qonin!! Jangan hiraukan kata-kata beracun mereka mempengaruhimu!! Iya, kamu harus fokus menyelesaikan study dengan nilai yang memuaskan," Qonin terus menyemangati diri sendiri di sepanjang perjalanan pulang yang dia tempuh dengan naik angkutan umum.
Pukul 14.00 Qonin keluar sekolah, dia langsung mendapatkan angkutan umum tanpa menunggu lama, itu menguntungkannya karena bisa membuatnya sejenak bernapas lega.
Oke!! Sekarang waktunya membantu bapak jualan koran, semangat Qonin!! Batin Qonin berusaha mengangkat kepala untuk mengabaikan kejadian di sekolah tadi.
Di lampu merah perempatan jalan tidak jauh dari rumah Darman berdiri di sepanjang trotoar menawarkan koran seperti biasa. Seorang lelaki dengan celana jeans hitam, jaket kulit warna senada dan memakai topi mendekatinya.
"Pak, saya mau beli semua korannya," ucap lelaki yang memakai topi menutupi setengah wajahnya.
"Alhamdulillah," ungkap Darman tidak pernah berhenti bersyukur, dia merapikan koran dan diserahkan ke lelaki misterius tersebut sambil berkata, "Semua 250 ribu."
Lelaki misterius mengambil koran, lalu menyerahkan amplop coklat untuk membayarnya. Darman sedikit ragu mengambil amplop itu, ada dorongan dari dalam diri untuk mengambil amplop dan melihat isinya yaitu, pecahan uang 100 ribuan berlembar-lembar.
Astaga uangnya banyak sekali, pekik Darman dalam hati, dia buru-buru menutup amplop dan mengembalikannya ke lelaki misterius.
Lelaki misterius mencuri kesempatan disaat Darman membuka amplop, dia melangkah tanpa suara dan lari. Darman yang baru sadar itu segera berteriak, "Hei pemuda!!! Ini terlalu banyak!!"
Lelaki misterius itu berlari tanpa memedulikan seruan Darman, Darman terpaksa ikut berlari dengan satu kakinya yang pincang.
"Qonin!! Hentikan pemuda itu!!" Qonin yang berjalan dari arah berlawanan sontak mengejar pemuda misterius setelah mendengar perintah Darman meskipun dia bingung apa yang sedang terjadi antara bapaknya dan pemuda itu.
Sial larinya kencang sekali!! Ayo sedikit lagi!! Batin Qonin yang sudah berjarak selangkah dengan lelaki misterius itu, dia mengulurkan tangan untuk menggapai tangan lelaki tersebut dan berhasil.
"Hah ... Hah!! Dapat! Siapa kamu?" tanya Qonin sambil berusaha kuat untuk menahan lelaki misterius agar tidak terlepas.
Sekuat apapun tenaga wanita jika dibandingkan dengan tenaga lelaki, tenaga lelaki lebih unggul. Sehingga belum sampai Darman mendekatinya lelaku misterius itu berhasil kabur dengan cara melepas jaket yang dia pakai.
"Sial!! Hei tunggu!!" Qonin sangat kesal dan melempar jaket ke jalan, dia berniat mengejarnya kembali, tetapi terhenti ketika dia sempat melihat Darman tersandung, jatuh terjungkal di trotoar.
"Bapak!!" seru Qonin yang merubah arah berlari menghampiri Darman untuk melihat keadaannya.
Darman terlihat sudah berusaha duduk dari jatuhnya dengan tangan menggenggam erat amplop pemberian lelaki misterius.
"Ya ampun, Pak!! Bapak tidak apa-apa?" Qonin sangat cemas membantu bapaknya berdiri.
"Tidak, kejar saja pemuda itu!!" perintah Darman yang lebih menghawatirkan lelaki itu yang berhasil lolos.
Lelaki misterius sudah sangat jauh, dia menyeberangi jalan sebelum truk kontainer lewat dan menghilang dari pantauan.
"Dia sudah tidak terlihat, Pak," timpal Qonin yang beralih memandang Darman, "Bapak mengenal pemuda itu?"
Darman belum menjawab, dia masih mengedarkan pandangannya mencari lelaki misterius itu. Wajahnya mengisyaratkan kekecewaan yang mendalam.
"Sebaiknya kita pulang dulu," ucap Darman yang sudah berjalan mendahului Qonin, lalu dia mengantongi amplop coklat tersebut agar tidak menarik perhatian perampok.
"Bapak kenapa, pemuda itu penjahat?? Tapi apa yang mau diambil dari bapak?" gumam Qonin memiringkan kepala sambil menerka kejadian yang membuat dia semakin bingung.
Dengan terpaksa dia berjalan di belakang Darman, saat jaket lelaki misterius itu tidak dihiraukan Darman karena fokusnya pulang, Qonin pun hampir melakukan hal yang sama.
"Haduh!! Hampir saja terjatuh, apa yang menyangkut di kakiku?" gerutu Qonin kesal sambil melihat ke bawah, dia mendapati jaket kulit merek Schott Nyc, lalu mengambil dan memandanginya lama.
"Siapa sebenarnya pemilik jaket ini?" gumam Qonin sambil menyampirkannya ke lengan, lalu dia mengejar Darman pulang.
Narti sudah sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam, kali ini agak lama karena dia memasak makanan favorit Qonin. Semerbak harum rempah yang digoreng menyatu dengan daging ayam, menyambut kedatangan Qonin dan Darman.
"Assalamualaikum Buk, kami pulang," salam Qonin memasuki rumah, perut dia keroncongan dan bungah ketika mencium bau makanan enak, "Wahh!! Masak apa Buk?"
"Walaikumsalam, sudah pulang?? Segera mandi ya, ibu sedang memasakan makanan spesial untukmu," timpal Narti yang hanya memperlihatkan kepala dari dapur.
"Siap Bu," jawab Qonin senang untuk sementara melupakan si lelaki misterius dan meletakkan jaket diatas tasnya di ruang tengah.
Kasur lantai yang sudah dimiringkan menempel tembok digantikan dengan tikar yang sudah digelar, tersedia berbagai makanan lengkap dengan nasi dan piring.
"Wihh ada lauk ayam!! Wahh makan malam ini istimewa sekali!!" ungkap Satrio yang sudah mengambil 2 centong nasi, dia buru-buru untuk mengambil ayam.
Plak!! Narti menepuk tangan Satrio sambil melotot sampai ayam yang diambil Satrio kembali jatuh ke wadahnya.
"Sakit Bu!! Kenapa sih Bu?" protes Satrio.
Narti menyendok potongan daging ayam yang paling besar, lalu dia letakkan ke atas piring Qonin, "Tunggulah, biar mbakmu yang memakannya terlebih dahulu, karena sudah berusaha bekerja untuk membayar SPP-mu, kamu harus menghargainya."
"Nah nak, makanlah!!" pinta Narti dengan suara yang sudah berubah lembut.
"Terimakasih Buk," timpal Qonin tersenyum, lalu dia menyendok lauk yang sama dan diletakkan ke piring Narti, Darman dan terakhir Satrio, "Mari makan!!"
Mereka tampak menikmati makan malam dengan lahap, karena ayam adalah lauk yang sangat jarang mereka santap. Kecuali Darman yang memetakkan wajah datar penuh masalah, dia makan malam dalam diam.
"Pak, mau tambah?" tawar Narti yang sudah menyadari sikap Darman yang aneh.
"Nggak Buk, Bapak sudah kenyang," jawab Darman tersenyum, lalu dia langsung berdiri membawa piring kotornya ke dapur untuk menyudahi makan malam.
Narti semakin penasaran, lalu dia bertanya kepada Qonin, "Nin, Bapakmu kenapa?? Apa dia lagi tidak enak badan?"
"Bapak kenapa?" Qonin segera menyelesaikan makan malamnya dengan cepat, lalu dia baru teringat tentang lelaki misterius itu dan menyusul Darman ke dapur.
"Lah ... Lah, ditanya kok malah balik bertanya. Kalian ini ada masalah apa sih?" protes Narti.