Pagi itu Elisa merasa tubuhnya begitu berat untuk bangun. Hampir semalaman dia tidak bisa memejamkan matanya sejak mendengar suara perempuan dari dalam kamar kosong di sebelah kamar Jonathan. Elisa yakin memang ada perempuan yang semalam tengah berduaan bersama dengan Jonathan.
Pintu kamar Elisa diketuk dari luar oleh Bibi yang mengatakan kalau sarapan sudah siap. Sebenarnya Elisa enggan menuju meja makan namun karena tidak enak melihat Bibi yang sudah sibuk menyiapkannya sehingga dia memilih untuk bangkit.
"Iya, Bibi. Aku akan segera ke ruang makan," sahut Elisa sembari mengelus perutnya. Dia memang kelaparan namun untuk melihat wajah Jonathan rasanya terlalu enggan. Dia memilih untuk semakin memperlama waktunya di dalam kamar sampai Jonathan selesai sarapan dan dia baru akan keluar.
"Huufftt aku harus bertemu dengan lelaki tidak berperasaan itu lagi, kenapa sih harus selalu ada dirinya," keluh Elisa sembari bangun dan membersihkan dirinya. Dia mencoba mengulur waktu selama mungkin supaya tidak bertemu Jonathan. Dia tidak mau menyapa lelaki itu. Meskipun hubungan keduanya hanya sebatas pernikahan kontrak, mereka harus saling menghormati satu sama lain. Setidaknya Jonathan tidak boleh membawa perempuan lain ke dalam rumah yang mereka tempati.
Elisa bersenandung kecil sembari membasuh tubuhnya dalam guyuran shower hangat. Sejak hamil, dia memang menyukai mandi dengan air hangat karena membuat syarafnya lebih rileks dan pikirannya lebih tenang. Hanya itu yang bisa dilakukannya selain berdebat dengan Jonathan.
Elisa keluar dari dalam kamar mandi dengan mengenakan jubah mandi berwarna putih. Pagi ini dia berencana akan kembali mengirimkan lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan yang dulu pernah menawarinya bekerja karena dia merupakan lulusan terbaik di kampus. Dengan IPK yang terbilang sangat tinggi, Elisa bisa mendapatkan beberapa tawaran bekerja sekaligus. Sayangnya, karena kemahilannya membuat harus mengundur rencana sementara.
"Pagi ini aku mengenakan pakaian yang mana ya?" gumam Elisa seraya memilih beberapa pakaian yang tergantung rapi di dalam lemari. Ada beberapa pakaian kerja yang sudah dipersiapkannya untuk berjaga-jaga seandainya diterima bekerja. Tentunya tidak mungkin dia hanya mengenakan gaun untuk perempuan hamil kemana-mana bukan.
Elisa segera menutup pintu lemari ketika sudah memilih sebuah kemeja berwarna merah muda yang nampak cerah dan penuh semangat. Namun, gaun itu langsung terjatuh ketika dilihatnya Jonathan sudah berdiri di sebelah lemari sambil menyilangkan kedua tangannya dengan tatapan lurus ke arahnya.
Elisa memekik kaget dan memegang dadanya yang berdebar kencang.
"Astaga, tidak bisakah kamu mengetuk pintu ketika hendak masuk ke dalam kamar?" tanya Elisa yang merasa kaget dengan tindakan mendadak yang dilakukan oleh Jonathan. Untung saja dia cukup kuat sehingga tidak terkena serangan jantung.
"Ini adalah rumahku jadi sudah menjadi hak ku untuk masuk ke kamar manapun yang aku mau!" tegas Jonathan yang masih menatap Elisa dengan lekat.
Elisa masih belum menyadari kalau dirinya hanya mengenakan jubah mandi setinggi lutut dan menampakkan kulit mulusnya yang terlihat sempurna. Dia dengan santai berjalan sembari meletakkan kemeja di atas ranjang untuk ditata.
"Sekarang apa lagi maumu? Aku cukup sibuk untuk sekedar meladeni perdebatan denganmu," ucap Elisa dengan penuh keyakinan. Dia masih memunggungi Jonathan karena kesal masalah perempuan semalam.
"Hei dengar ya. Aku juga tidak mau membuang energi dengan berdebat denganmu, yang aku ingin katakan adalah, mau sampai kapan kita tidak bertegur sapa seperti ini? Kita tinggal di rumah yang sama, bukankah sewajarnya saling bertemu dan menanyakan kabar," jelas Jonathan.
Elisa melirik dengan penuh kemarahan pada sang suami. Belum habis kemarahannya karena dituduh sebagai perempuan nakal dan semalam ditambahkan Jonathan mengajak perempuan ke dalam rumah. Bukankah wajar kalau Elisa enggan menyapanya.
"Memangnya untuk apa saling menanyakan kabar, bukankah dalam kontrak disebutkan untuk tidak mencampuri urusan masing-masing. Aku akan tetap melakukan kewajibanku di rumah ini dan kamu bisa tetap menjalankan pekerjaanmu seperti biasanya. Simpel bukan, tidak ada yang perlu dicemaskan lagi,"sanggah Elisa sambil menahan kemarahan.
"Hei, aku sudah datang baik-baik untuk menemuimu. Aku bahkan sudah minta maaf untuk kata-kataku di malam itu, tetapi kenapa kamu masih marah? Bukankah tidak boleh marah lebih dari tiga hari?" cecar Jonathan. Elisa terdiam karena semua yang dikatakan oleh lelaki itu memang benar.
"Dia benar sekali. Tidak boleh marah lebih dari tiga hari," batin Elisa. Akhirnya dia memutuskan untuk berbalik dan menghadap Jonathan yang masih terdiam di tempatnya.
"Oke, aku sudah memaafkanmu, jadi sekarang apa lagi?" tanya Elisa.
Jonathan menatap tubuh Elisa denga penuh kekaguman. Dia tidak menyangka kalau perempuan yang dinikahinya itu memiliki tubuh yang begitu bersih, putih dan seksi. Dia bahkan menelan salivanya karena merasa takjub dengan penampilan Elisa dalam balutan jubah mandi yang super pendek itu.
Elisa mulai menyadari tatapan aneh yang ditunjukkan Jonathan padanya. Perlahan, dia melihat ke tubuhnya dan kaget karena dia hanya mengenakan jubah mandi saja. Dia langsung berteriak dan mengambil selimut di atas ranjang untuk menutupi tubuhnya.
"Aaaarrrhh astaga, ternyata aku masih memakai jubah mandi," teriak Elisa yang mulai membaluti tubuhnya dengan selimut tebal berwarna krem. Dia tidak mau Jonathan melihat lekuk tubuhnya yang terekspos sempurna.
"Heh, kenapa kamu tidak bilang kalau aku belum mengenakan pakaian sih?" keluh Elisa pada Jonathan yang sejak tadi manahan senyum.
"Terlambat kalau kamu mau menutupinya. Toh, aku sudah melihatnya. Tubuhmu lumayan seksi juga sih," ledek Jonathan dengan tawa yang menggelegar dan membuat wajah Elisa memerah seperti udang rebus. Elisa sangat malu di depan Jonathan.
"Duuuh kamu memang keterlaluan. Aku benci padamu," tegas Elisa. Dia merasakan malu, marah dan bingung yang menjadi satu.
Jonathan masih tertawa dan justru mengejek di dapan Elisa.
"Sudahlah, aku cukup terhibur pagi ini dengan tontonan gratis dari tubuhmu. Yang jelas kalau niatmu untuk menggodaku, kamu salah. Aku sama sekali tidak tergoda meskipun tubuhmu begitu seksi dan putih," ungkap Jonathan dengan percaya diri.
"Enak saja, jangan kepedean. Memangnya siapa yang mau menggodamu? Aku sama sekali tidak berniat seperti itu!" tegas Elisa.
"Siapa yang tahu apa yang ada di kepalamu. Pokoknya kedatanganku kemari karena ingin meluruskan masalah kesalahpahaman yang kemarin dan tidak mau bertengkar lagi denganmu. Sekarang lekas ganti baju dan keluar untuk sarapan karena hari ini kamu punya tugas untuk dilakukan," kata Jonathan sebelum berjalan keluar dari kamar Elisa.
"Huh, sok mengatur!" keluh Elisa. Dia masih berada dalam lilitan selimut yang menutupi tubuhnya. Dia benar-benar malu karena Jonathan sudah melihat dirinya dalam jubah mandinya.
"Kenapa dia harus melihatku sih? Rasanya aku malu sekali. Sekarang dia menuduhku sengaja merayunya pula, betapa sialnya hidupku ini!" keluh Elisa.