Waktu pun bergulir, Salsa yang menanti akan kehadiran kelulusan sekolah tentu sangat mengharapkan ia bisa segera kuliah maupun juga kerja.
Semangat juang begitu tinggi itu pun mampu mendapatkan kepercayaan pihak sekolah yang bekerja sama dengan beberapa kampus membuat kesempatan semakin terbuka lebar.
"Selamat ya Salsa, kamu lulus ujian."
"Yang bener pak? Syukurlah, akhirnya lulus juga."
"Ya, tapi ada satu lagi buat kamu."
"Apa itu pak?"
"Ya karena kegigihan, semangat juang yang luar biasa kamu adalah lulusan terbaik tahun ini. Dan satunya kamu mendapatkan beasiswa masuk ke perguruan tinggi mana pun."
"Ya ampun, sekali lagi terima kasih pak. Terima kasih."
Hatinya benar-benar tak menyangka jika dirasa sukses itu sudah di depan mata, terlebih lagi Salsa beranggapan apabila sang ibunda diberitahu akan jauh lebih senang.
Usai mendapatkan sebuah kabar maupun juga ijazah kelulusan, Salsa terlalu bersemangat hingga pada akhirnya ada sebuah kendaraan yang tak sengaja lewat justru menabraknya.
Beruntung Salsa hanya mengalami sebuah luka di kaki maupun juga tangan, tidak ada yang nampak begitu serius membuat dia harus melanjutkan perjalanan pulang meski kakinya pincang.
"Ceroboh, kenapa aku tidak lihat-lihat dulu? Huhh, untung saja enggak kenapa-kenapa."
Berdiri dari kejadian dirinya terjatuh pun cukup sulit namun apa yang harus tetap dilakukan telah dilakukannya.
"Tunggu!"
Salsa yang berjalan baru juga beberapa langkah terdengar dari kaca mobil ada teriakkan.
Dengan sedikit menoleh benar saja jika sosok laki-laki keluar dari kendaraan pribadinya.
"Tunggu saya."
"Iya, pak. Maaf sebelumnya jika saya menghambat perjalanan bapak."
"Tidak, tidak masalah. Tapi, apakah kamu benar bisa berjalan? Ya maksud saya itu, ya karena saya tadi buru-buru jadi tidak melihat kamu menyebrang. Saya mau bertanggung jawab saja."
"Iya, pak. Saya baik-baik saja, maaf tidak perlu pak. Saya bisa pulang sendiri."
"Tidak, tidak. Sekarang kamu harus ikut dengan saya, ayo saya antarkan kamu."
Gadis lugu itu pun telah menurut begitu saja dan bahkan juga diantaranya di dalam mobil dia nampak tak terbiasa.
Hawa dingin yang keluar dari AC mobil telah mengerahkan tubuh mungil justru berulang kali diusap.
Salsa yang sama sekali belum pernah merasakan AC merasa sangat dingin menggigil.
"Kamu kedinginan? Sebentar."
"Iya, pak."
Pria itu pun langsung menghentikan kendaraannya sejenak, Salsa yang tubuhnya kedinginan parah mendapat sebuah jaket tebal untuk mengurangi dingin.
Semula telah ditolak karena merasa tidak pantas mengenakan sesuatu benda apapun yang bukan miliknya.
Namun datangnya pria itu memaksa dan juga telah meminta untuk mengantar benar-benar sampai di tempat tujuan.
"Terima kasih, pak."
"Sama-sama, sekarang rumah kamu di mana? Ya biar saya antar, lagi pula juga kaki dan lengan kamu luka. Emm, tapi sebaiknya kita ke rumah sakit dulu."
"Tidak usah, pak. Terima kasih, rumah saya juga tidak jauh dari sini dan tidak perlu ke rumah sakit."
"Baiklah, saya sama sekali tidak bisa memaksa jika sudah kamu bicara seperti itu."
Baru juga berjalan dengan kecepatan sedang malah mengantarkan mobil tiba saja mogok.
Situasi yang tak diduga sebelumnya telah membuat Salsa panik, dia bingung kenapa mobil berhenti dan tentu telah sadar jika rumahnya sebenarnya masih sangat jauh.
Dia yang diminta untuk berdiam di dalam mobil sementara pria pengemudi itu telah turun.
"Kalau aku semakin lama nanti yang ada itu justru nanti bunda khawatir sama aku, tapi kalau aku pulang jalan kaki juga enggak mungkin. Ini malah adanya mobil malah tiba-tiba berhenti."
Bingung tidak tahu harus gimana lagi akhirnya telah memutuskan untuk turun. Salsa yang juga tak sanggup menahan dinginnya AC justru semakin menutupi tubuhnya.
"Maaf jika terlalu lama, tapi sebaiknya kita naik taxi saja. Ya saya sama sekali tidak kenal mesin."
"Maaf, pak. Maaf jika saya lancang berbicara seperti ini ke bapak, ya saya lebih baik jalan kaki saja."
"E e eh jangan-jangan, kamu harus naik taxi. Itu sudah datang, ayo kita naik taxi."
Gadis lugu itu pun tak bisa menolak lagi dan akhirnya telah memilihkan masuk ke dalam taxi hingga sampai rumah.
"Terima kasih, pak."
"Sama-sama, ini rumah kamu? Dengan siapa kamu tinggal?"
"Iya, ini rumah ibunda saya. Ya saya tinggal dengan ibunda saja."
"Apa beliau ada?"
"Biasanya ada, silakan masuk pak."
Pria itu telah masuk ke dalam rumah yang cukup sederhana, dengan memperlakukan sangat istimewa tentu Salsa menghargai penuh akan siapa saja kepadanya.
"Mohon maaf, pak. Bunda saya tidak berada di rumah, maaf ini hanya sedikit air putih saja adanya."
"Tidak, apa. Terima kasih, tapi saya tidak bisa terlalu lama di sini."
Berdiri dan mengucapkan terima kasih sekali lagi ditambah dengan jabat tangan lalu menciumnya.
"Syukurlah ada orang baik yang mau antar aku pulang, eh tapi tunggu bunda tumben banget ya belum pulang."
Salsa yang berganti pakaian pun bergegas menyusul ibundanya kemungkinan masih berada di tempat kerja.
Hatinya benar-benar semangat dan terlebih lagi dia sama sekali tidak bisa mengukur betapa gembira orang tuanya jika dia memperoleh cita-cita yang diharapkan.
"Aku yakin, bunda pasti bakalan senang banget. Ya terlebih lagi aku dapat beasiswa gratis, emm ini semua juga buat ibunda."
Dirinya pun berjalan menuju ke tempat kerja sang ibunda, senyum-senyum sendiri malah mengantarkan beberapa orang justru bergerombol di pinggir jalan.
Tidak bisa berlama-lama untuk mampir atau pun juga yang lain, Salsa harus segera sampai di tujuan.
Di samping dia ingin memberikan kabar bahagia tentu saja dibarengi dengan membantu bekerja.
Sampai di tempat dirinya mengambil pekerjaan terlebih dahulu sebelum memberitahukan kabar bahagia.
"Pokoknya aku harus semangat kerja, ya meskipun aku tahu sudah mendapatkan beasiswa tapi aku harus giat membantu ibunda."
Melanjutkan pekerjaan dengan membersihkan gorong-gorong tempat pembuangan sampah yang cukup bau dirasa sudah cukup biasa.
Upah yang tak begitu sebanding terpaksa dia lakukan demi membantu ibunda, dia yang berada di dalam gorong-gorong itu pun mendapatkan teriakkan.
"Salsa, Salsa. Apakah yang di dalam Salsa?"
Salsa sama sekali tidak dapat mendengar suara karena begitu bisingnya alat pembersih.
Dengan waktu sekitar setengah jam di gorong-gorong ia pun keluar dan mengerjakan tugas lain yang belum terselesaikan.
"Du du du du, du du du du...."
Dia yang sedikit melepas lelah dengan bernyanyi-nyanyi kecil itu pun mendapat tepukkan di pundak dan dipikirnya ialah sang ibunda.
"Bunda, ah jangan iseng deh."
Menoleh ke belakang malah justru bukan ibundanya melainkan bos di tempat ia bekerja.
Bos itu memberitahukan sebuah kabar sesuatu yang membuat Salsa memegang gagang pel pun justru seketika terjatuh.