Chereads / SEBATAS KONTRAK TERTULIS / Chapter 7 - Sekotak Kado

Chapter 7 - Sekotak Kado

Menjumpai sosok Fajar yang penuh akan menghargai telah membuat Salsa benar-benar merasa cukup senang.

Terlebih lagi berkenaan dia yang diberi sebuah pinjaman baju ternyata cukup cocok dengannya.

Pembantu rumah tangga Fajar pun memuji kecantikan akan gaun maupun juga Salsa.

Sedangkan perempuan yang mengenakan itu justru cukup malu dan malah lebih merendah lagi.

"Cantiknya, mbak Salsa ini. Benar-benar kayak putri dari khayangan."

"Apaan sih, bu? Salsa hanya manusia biasa saja, ya mengenai cantik mah sudah selayaknya perempuan di dunia ini cantik. Ibu juga cantik."

Di tengah-tengah pembicaraan itu pun telah mengarahkan Fajar semakin takjub saja.

Matanya tidak ada berhenti untuk memandang dan berkata. "Amazing, kamu cantik sekali Salsa. Ini benar-benar kamu?"

Parasnya memang begitu cantik dan bahkan diantaranya merendah maupun merendah adalah andalannya.

Salsa pun diajak untuk pekerjaan yang pertama.

"Ayo!"

"Ke mana, kak?"

"Loh katanya mau kerja, ya ayo!"

"Eh iya, he he."

Bergerak meninggalkan tempat itu malah membuat Salsa justru kebingungan.

Dia yang diminta masuk ke dalam mobil malah membuat dia garuk-garuk kepala.

Pintu mobil dibukakan. "Silakan masuk, tuan putri."

Mengikuti akan apa yang ada membuat Salsa gemetaran.

"Kakak, aku kerja apa? Kok malah diminta masuk ke dalam mobil?"

"Berhubung bibi disuruh mengerjakan tugas rumah, ya kamu temani aku belanja. Bisakan?"

"Bisa kak, saya senang bisa bekerja."

"Oke baiklah, sekarang pakai sabuk pengaman dulu."

Dalam sejarah ini kali kedua Salsa menaiki mobil, tetapi dia sama sekali tidak tahu mana sabuk pengaman.

Mencoba mencari-cari dan menemukan lalu dikenakan meski tidak tahu apa itu benar atau salah.

Laki-laki di dekatnya pun sedikit tertawa dan membuat Salsa bertanya.

"Salah ya kak? Astaga aku tidak tahu, soalnya aku belum pernah naik mobil bagus kayak begini. Paling cuman sekali itu pun enggak pakai sabuk pengaman."

"He he he, kamu lucu juga ya? Gini nih cara pakainya, ini ditarik terus direkatkan di dada dan pencet ini sampai bunyi klik. Nah sudah deh, pegangan ya?"

"Iya kak."

Mobil pun berjalan menuju ke sebuah mall paling mewah, di tengah-tengah perjalanan Salsa mendadak teringat akan ibunda.

Entah apa yang dirasakan secara tiba-tiba saja Salsa ingin segera menuju ke rumah sakit lagi.

Sangat beruntung, Fajar memahami akan apa yang dibutuhkan maupun diinginkan Salsa.

"Kak, habis ini Salsa kerja apa?"

"Belum juga sampai, memang ada apa?"

"Ya kalau bisa dikerjakan lebih cepat sih ya mau menuju ke rumah sakit lagi, Salsa kepikiran bunda."

"Oh, kerjaan kamu sih cuman nemani aku saja sih. Habis itu enggak ada, ya nanti sekalian aku antar saja deh. Tapi, temani aku belanja bulanan ya?"

"Iya kak."

Sampai di mall Salsa pun berusaha melepaskan sabuk pengaman itu, dia yang menarik-narik tidak menghasilkan apa-apa.

Fajar bergegas membuka pintu dan membuka sabuk pengaman.

Diajarkan semuanya secara perlahan-lahan malah mengerahkan pegangan tangan.

Rasa malu yang membuatkan menundukkan kepala menjadi kacau. Panik mau berkata apa-apa hanya sedikit ucapan terima kasih.

"Terima kasih, kak."

"Iya sama-sama."

"Kak?"

"Iya, ada apa?"

"Ini beneran mall ya, kak? Gede banget yak tokonya?"

"Kamu belum pernah ke sini?"

"Belum sama sekali, ini kali pertama aku ke sini dan masuk juga."

Tangan Salsa itu pun digenggam untuk masuk ke dalam, refleknya seorang lugu telah terlihat.

Salsa yang melepas genggaman tangan membuat Fajar juga menjelaskan meski harus ada kebohongan.

Kebohongan yang berkenaan dia cukup takut naik lift dan mencoba ingin berani bersama Salsa malah dibuatkan tertawa.

"Di sekolah Salsa ada kayak begini, ya memang sih kalau mau di ruang praktek saja. Kakak takut ya?"

"Iya aku takut naik ini, ya karena itu aku mau coba. Ya meskipun harus pakai genggaman tangan, bolehkan?'

"Emm, gimana ya?"

"Boleh ya? Sekali saja aku mau coba, tapi dengan pegang tangan kamu?"

Dengan sedikit memberikan kesempatan tentu membuatkan Salsa akhirnya telah setuju.

Perempuan itu memberikan tangannya untuk digenggam dan dia juga membalaskan genggaman yang cukup erat.

Menuju ke lantai atas malah semakin membuatkan Salsa semakin takjub.

Ada beberapa diantaranya serba-serbi belanjaan lengkap membuatnya hanya bisa geleng-geleng.

"Ya ampun, besar banget ya kak?"

"Iya."

"Eh, tapi kakak sudah berhasil naik itu."

"Wah, aku berhasil. Hore! Makasih ya Salsa, berkat kamu emm aku jadi berani."

"Sama-sama, tapi itu juga karena kakak lawan ketakutan itu. Selama kita berani melawan ketakutan itu, ya semuanya juga mempermudah yang lain."

"Bener, ya sudah sekarang kamu bantu ambilin ini ya? Aku yang mendorong."

"Iya kak."

Mengambilkan hal ini Salsa berusaha memungut barang-barang sesuai dengan di daftar.

Barang-barang yang ada di depannya cukup mahal dan bahkan harganya mencapai lebih dari satu juta.

Salsa pun membalikkan tubuh dan mempertanyakan terlebih dahulu kepada Fajar mengenai jadi atau tidaknya membeli benda tersebut.

"Kak, ini harganya lebih dari sejuta. Jadi beli?"

"Iya ambil saja, sudah semuanya ambil."

"Beneran kak?"

"Iya, ambil saja semuanya. Ini ada pena, pastikan semua yang ada sama sekali tidak ada yang terlewatkan."

"Iya, kak."

Mengarahkan kembali membeli beberapa barang pun tidak ingin ada yang terlewat dan bahkan juga diantaranya Salsa berhenti di sebuah gaun yang cukup cantik membuat dia senyum-senyum sendiri.

Dia sangat begitu ingin barang itu, tetapi ketika dilihat harganya dua jutaan.

Kembali melanjutkan berjalan telah mengantarkan Fajar mengambilnya.

"Loh kok diambil, kak?"

"Eh, aku pikir tadi kamu mau."

"Mau sih, tapi mahal. Lagian juga butuh berbulan-bulan Salsa menabung, tapi ya sama sekali tidak usah kak. Lebih baik uangnya buat bunda saja."

"Ya sudah aku letakkan kembali saja, ya ayo lanjut jalan lagi."

Semua yang dirasa telah mengerahkan telah selesai membuat Salsa pun mengecek barang-barang tersebut satu per satu.

Perempuan yang penuh akan ketelitian itu telah dipuji lagi, Fajar yang begitu takjub memberikan bonus kali pertama.

"Ini sudah, ini sudah. Oke semuanya sudah selesai kak, ada lagi?"

"Sudah cukup, ini ada hadiah buat kamu?"

"Hadiah, hadiah apa? Eh enggak usah kak, aku sama sekali tidak pantas terima barang ini."

"Kenapa? Setiap orang pantas kok mendapatkan hadiah, ya ini adalah hadiah pertama aku buat kamu."

"Enggak kak, maaf aku enggak bisa terima."

"Kalau kamu enggak terima ya gak masalah, tapi ini sebuah perintah dari bos loh."

"Iya, iya. Kakak mah begitu, baiklah aku terima hadiah kakak. Tapi ini apa?"

"Sudah terima saja dulu, sekarang kita ke rumah sakit. Katanya habis ini kamu mau ke rumah sakit, ya kita ke rumah sakit sekarang juga."

"Terima kasih ya, kak Fajar. Sekali lagi terima kasih."