Waktu yang ada telah membuatkan Salsa sama sekali tidak tahu jika mengenai ini ternyata orang baru saja dikenal sudah dirasa cukup membuat kenyamanan.
Sebuah pemikiran lain ialah berkaitan dengan beberapa hal diantaranya juga bisa menjadi seorang penghibur.
"Kak Fajar, kak Fajar. Kok bisa lupa begitu sih?"
"He he, udah lupakan."
"Kakak itu lucu loh, kenapa enggak dari dulu jadi komedian? He he, Salsa bakalan dukung yang nomer satu."
"Apaan sih? Sekarang itu yang paling penting kamu ikut denganku."
Perjalanan pun telah dimulai, keduanya masih nampak tertawa akan perihal masalah lucu sebelumnya.
Salsa sangat tahu jika laki-laki yang di dekatnya itu sangat tersipu malu, tetapi jelas hal lain tidak mau rasa malu tersebut dibuatkan cukup lama.
Terpikirkan untuk mencari bahan dirinya yang tidak mau jika bosnya semakin lama malah semakin malu akhrinya posisi diganti.
"Kak Fajar tahu enggak? Aku itu juga pernah kayak kakak, tapi kakak naik mobil tapi aku naik becak."
"Gimana ceritanya?"
"Iya, dulu itu enggak tahu umur berapa udah lupa. Ya seingat aku belum sekolah, nah itu kan ada beberapa anak kampung juga nih. Eh semua naik di depan becak, dan tahu enggak? Salsa malah kek kekurung gitu."
"Ha ha ha, masak sih?"
"Iya benar kak, ha ha. Aku malu waktu itu, tapi sekarang yang ada malah lucu dan malu juga."
"Ada-ada kalian, tapi beruntung jika mengenai itu kalian tidak luka atau hal yang lain."
Membawakan hal ini Salsa telah berhasil membuat laki-laki yang di dekatnya itu tertawa.
Beberapa pengaruh akan apa yang ada saat ini membuat terus menerus tersenyum, bahkan tiba di tempat tujuan masih saja belum selesai.
"Sudah, sudah. Jangan cerita dulu, sekarang kamu ikut aku. Aku sama sekali tidak ingin nanti ada ketawa malah yang ada nanti bahaya."
"Iya, kak."
Laki laki itu telah keluar dari mobil dan adanya juga Salsa mengikuti dari belakang.
Menunggu sekitar lima belas menit barulah muncul dari kejauhan sebuah teriakkan memanggil nama Fajar.
Salsa pun juga melihat perempuan dengan membawa koper begitu banyak langsung memberikan sebuah kecupan niatnya, tetapi malah membuat Fajar justru menghindar.
"Sayang, kok enggak mau dicium sih?"
"Sudah jangan, sekarang kamu sudah ada di Indonesia dan bukan di Amerika."
"Kok gitu sih? Biasanya kamu juga enggak nolak."
Sementara Salsa yang bingung hendak melakukan apa malah mengenalkan diri di depan perempuan tersebut.
"Halo kak, nama saya Salsa. Saya...."
"Iya aku sudah tahu kamu pasti anak pembantu itu, ya aku sudah lihat kok."
"Cinta, apa-apaan sih? Kenalan yang benar dong."
"Sudahlah, Fajar. Aku itu sangat capek dan kamu juga harusnya ngerti dong. Eh anak pembantu bawa itu tas aku, tapi jangan sampai lecet."
"Iya, kak."
Belum juga mengenal seutuhnya telah membuat Salsa sama sekali tak peduli jika dia hanya mengharapkan bisa bekerja dnegan cukup baik.
Membawa koper menuju ke mobil tiba saja Salsa tidak sengaja menyenggol bawaan di tangan Fajar.
"Kamu gimana sih? Bisa kerja enggak sih, mau dipecat?"
"Maaf, kak. Salsa sama sekali tidak sengaja."
"Sudahlah Cinta, dia itu enggak sengaja juga. Sekarang kamu buruan masuk, mama aku sudah nungguin kedatangan kamu."
"Beneran? Astaga, mama kamu pasti senang melihat aku bawa oleh-oleh banyak."
Ketiganya masuk ke dalam mobil dan bahkan beberapa hal adanya Cinta tiba saja menyeletuk.
"Sayang, nanti kalau kita sudah menikah. Kamu mau punya anak berapa? Sumpah aku sudah enggak sabar banget."
"(Oh jadi ini tunangan kak Fajar, ya kalau begitu aku sama sekali tidak bisa berharap lebih sih.)"
Laki-laki yang menyetirkan kemudi mobil sama sekali tidak merespon jawaban, tetapi malah melihat Salsa terus saja terdiam.
Kedua orang yang nampak tidak ada sebuah niatan berbicara pun malah membuat kesal Cinta.
Perempuan menjadi tunangan Fajar itu menyalahkan Salsa, sikap laki-laki yang dulunya tidak sedingin sekarang jusru sangat berubah semenjak ada kedatangan anak pembantu.
"Fajar, kamu kenapa sih? Perasaan dulu kamu sangat begitu aktif ketika aku ajak ngobrol, tapi setelah ada anak pembantu itu kamu beda."
"Beda gimana sih? Kamu jangan aneh-aneh deh, aku ini masih sama kayak yang dulu."
"Bohong, buktinya kamu itu sekarang dingin. Aku bisa adukan kamu ke mama kamu, ya biar kamu diberitahu kalau kamu sekarang berbeda."
"(Sikap maupun sifatnya yang kanak-kanak ini selalu saja keluar, jujur hal ini membuat aku sangat risih dengan kamu Cinta.)
"Nahkan diam lagi, ah kamu sama sekali enggak asyik."
Ingin rasa hatinya memberikan penengahan tapi semua terlambat ketika sudah sampai di depan rumah.
Membuka pintu dan membantu di belakang bagasi untuk membawa barang-barang masuk ke dalam membuat Salsa merasa cukup kelelahan.
"Bi... bibi!"
"Iya, den!"
Pembantu rumah tangganya pun keluar dan Fajar pun berbisik ke arah pembantu itu.
"Bi, aku mau minta tolong bantu Salsa masukkin barang-barang ke dalam ya? Satu lagi, buatkan dia susu hangat atau apalah yang hangat. Tapi, jangan bilang kalau yang menyuruh aku."
"Siap, den. Itu non Cinta sudah balik dari mereka mereka, apa itu?"
"Iya, dia sudah pulang dari Amerika. Sudah sana bibi bantu deh Salsa kasihan dia kayaknya kecapekan."
Dari kejauhan Fajar begitu berusaha memberikan yang terbaik bagi Salsa, laki-laki itu pun juga memiliki rasa kepada orang baru saja dikenal.
Sementara Salsa sendiri yang dihantui rasa bersalah karena sempat salah kira itu malah terus berharap jika dia tidak ingin melanjutkan perasaan.
"Nah, mbak Salsa istirahat saja dulu sekarang. Ya mengenai pekerjaan biar bibi yang kerjakan."
"Enggak usah, bu. Ini juga mau selesai."
"Loh jangan begitu, mbak Salsa juga kan baru sembuh. Terus nanti kalau sakit lagi yang ada dimarahai sama den Fajar gimana? Yang ada dipecat, mau makan apa dong?"
Sifatnya yang pekerja keras itu tentu membuatkan Salsa justru menolak untuk istirahat.
Beberapa pekerjaan yang dikerjakan perlahan-lahan itu pun telah selesai, pembantu rumah tangga juga memberikan akan apa yang disuruh oleh Fajar.
"Nih, mbak. Mbak Salsa harus minum ini dulu, bibi jamin deh kalau mbak minum ini pasti badannya bakal seger buger."
"Ini apa?"
"Ini namanya susu jahe, ya biasanya den Fajar minum ini kalau lagi lesu. Tapi, coba deh mbak Salsa minum, ya siapa tahu juga bakalan kayak den Fajar."
"Enggak ah, bu. Salsa sama sekali tidak berhak minum begituan, ya namanya juga pembantu enggak pantas minuman begitu."
"Eh jangan salah, minuman ini memang yang membuat pembantu. Tapi, minuman ini resepnya dari orang jaman dulu loh dan terbukti encer khasiatnya."