Chereads / SEBATAS KONTRAK TERTULIS / Chapter 8 - Tak Bernafsu

Chapter 8 - Tak Bernafsu

Mendapatkan sebuah kado yang cukup cantik tentunya membuat siapa saja pasti akan senang.

Ya itu sama dengan apa yang dirasakan oleh Salas. Dia yang mendapatkan sebuah kado dari Fajar tentunya hal terindah didapatkan.

"Terima kasih ya, kak."

"Iya, sekarang kita ke rumah sakit. Tapi, ingat. Kamu hanya mengecek kondisi ibu kamu sebentar dan pulang ke rumah aku."

"Kok begitu?"

"Ya karena besok pagi kamu harus kerja, ya kalau kamu mau sih."

"Iya, kak. Aku mau."

"Bagus."

Sebelum ke rumah Fajar kembali tentunya telah mengarahkan Salsa hanya mengikut.

Perempuan polos itu sangat mengharapkan dia bisa bekerja dan mendapatkan uang.

Telah memilihkan daripada meminta minta ke orang lain, dia yang juga merasa masih memiliki tubuh lengkap dipilihkan untuk bekerja saja.

Di depan rumah sakit dia pun terburu-buru untuk ingin segera melihat sang ibunda.

Mengerahkan hal ini tentunya membuat batin Salsa cukup perih.

Berhadapan dengan sang ibunda yang tubuhnya terbakar sembilan puluh persen tentu membuat dia benar-benar seakan tak sanggup lagi.

"Dokter, gimana kondisi ibunda saya?"

"Sejauh ini belum ada perkembangan apa-apa, ya mengingat luka bakar yang cukup serius telah membuat pasien jauh diambang rata-rata."

"Maksud dokter?"

"Ya, adik yang sabar saja dan banyak berdoa. Hanya mukjizat Tuhan yang bisa menyembuhkan ibunda kamu."

Mendengar hal itu tentu membuat Salsa sempoyongan dan hendak pingsan.

Laki-laki sang bosnya beruntung dengan cukup sigap membantunya.

"E e eh, Salsa."

"Salsa benar-benar tidak tahu harus bagaimana, rasanya Salsa sudah tidak kuat menahan ini semua. Hi hiks, bunda."

"Salsa, saya tahu jika kamu sangat tidak kuat menahan beban ini. Tapi, percayalah tidak ada seorang pun di dunia diberikan cobaan diluar akan apa kemampuannya. Dan jika kamu perlu bahu, bahu kakak siap untuk menerima sandaran kamu."

Baru saja mengenal namun hati Salsa mencoba percaya dengan laki-laki.

Perlahan demi perlahan dia pun ditenangkan dan datangnya telah diminta untuk istirahat di rumah Fajar.

Lagi dan lagi usaha itu terus saja dikerahkan, Salsa yang hanya mengikuti.

Tidak ada sebuah perlawanan maupun juga pertentangan.

"Kalau Salsa pulang, siapa yang akan menjaga bunda?"

"Tenang saja, saya sudah bilang dengan suster dan saya pastikan semuanya aman."

"Benarkah itu?"

"Percayalah, jika semuanya akan baik-baik saja. Sekarang mari kita pulang."

Menyadari jika ini juga untuk demi kebaikannya akhirnya telah dipilihkan untuk pergi dari rumah sakit.

Tibanya di rumah mewah yang cukup besar itu membuatkan Salsa masih dalam mobil hanya melamun.

Pikirannya membayangkan akan bagaimana peristiwa yang sebenarnya hingga menyebabkan sang ibunda mengalami kecelakaan cukup tragis.

Pembantu rumah tangga Fajar itu pun membantu untuk menyadarkan lamunan maupun juga berkenaan mengenai membantu barang-barang yang ada di bagasi mobil.

"Mbak, mbak Salsa. Mbak, mbak."

"Bunda! Eh, iya bu? Sudah sampai ya?"

"He he, iya mbak. Bibi minta tolong, bantu angkat ya ke dalam rumah."

"Iya, bu."

Membawakan beberapa barang menuju ke dalam rumah dan dilakukan baru tiga kali dia mengarahkan justru tiba-tiba saj sempoyongan.

Dia sangat lemah dan bahkan matanya tak sanggup melihat akhirnya pun tumbang.

"Den, den Fajar! Den, tolong den!"

Pembantu terus saja memanggil nama Fajar, Salsa yang tak sadarkan diri itu berada di pangkauan.

"Den, den Fajar. Den!"

"Iya, bi. Ada apa? Asatga, Salsa."

"Tolong bantu angkat den, bibi enggak kuat."

"Iya, bi."

Laki-laki itu lagi dan lagi menolong Salsa, dia yang sama sekali tak peduli latar belakang perempuan tersebut berusaha membopong menuju ke kamar.

"Alangkah baiknya ditelponkan dokter saja, den. Kasihan mbak Salsa."

"Iya bener, tolong ya bibi kasih apa kek biar cepat siuman. Fajar mau coba telepon dokter."

"Baik, den."

Pembantu itu terus menerus memberikan upaya untuk menyadarkan Salsa.

Namun sebuah kedatangan justru mengarahkan demam.

"Astaga mbak Salsa, kok malah demam begini sih? Bibi bingung harus bagaimana, padahal sudah diberi obat. Tapi, kenapa malah seperti ini yang ada."

Dokter beserta dengan Fajar pun telah masuk ke dalam kamar.

Dengan segera memeriksa kondisi Salsa telah mengejutkan dokter.

"Demamnya tinggi sekali? Suhunya mencapai tiga puluh tujuh derajat, sebentar saya berikan resepnya dan tolong nanti segera diberikan untuk menurunkan demamnya. Dan apabila masih demam atau demamnya makin tinggi, tolong segera dibawa menuju ke rumah sakit."

Fajar pun giliran menemani Salsa yang berada di dalam kamar, sedangkan pembantu itu mengerahkan memberikan hidangan minuman maupun mengantar hingga keluar rumah.

Memberikan sebuah kompresan membuat Fajar benar-benar merasa tidak tega.

Dia sangat tahu jika Salsa telah kepikiran akan apa yang terjadi dengan ibu.

"Maaf, den. Maaf mengganggu."

"Iya, ada apa bi?"

"Di luar ada yang mencari non Salsa, ya katanya sih penting begitu ya?"

"Hah, keluarganya? Masak sih?"

"Ya katanya sih begitu, den. Coba den Fajar temui, ya biar bibi yang menunggu non Salsa."

"Ya sudah, tolong ya beri kompresan. Sekalian aku mau tebus obat dulu buat dia."

Salsa yang seketika terbangun itu pun justru nafasnya terengah-engah.

Dia telah bermimpi buruk ke arah ibunda, dia yang tidak ingin sang ibunda pergi lebih dahulu itu pun ingin beranjak meninggalkan rumah Fajar.

Beruntungnya dia adalah dicoba untuk ditenangkan oleh sang pembantu.

"Mbak kenapa, mbak Salsa kenapa?"

"Enggak, aku enggak mau kalau bunda pergi meninggalkan aku. Aku sama sekali tidak mau ditinggal ibunda, aku enggak mau."

"Mbak Salsa yang tenang ya? Bibi tahu kalau mbak Salsa ini banyak beban pikiran, tetapi ada baiknya mbak tenang."

"Saya harus pergi, bu. Saya sama sekali tidak bisa berdiam di sini."

Berbagai upaya apa yang ada pembantu rumah tangga Fajar pun memeluk Salsa.

Sebuah kehangatan itu membuat Salsa jauh lebih nyaman.

"Mbak Salsa yang tenang ya? Jika mbak punya masalah atau apa, mbak bicarakan saja semuanya ini kepada Tuhan. Ya karenaNya kita akan dipermudah, mbak."

Salsa pun mengangguk pelan, dan apa yang ada pembantu rumah tangga itu pun meminta perempuan di depannya untuk kembali berbaring.

"Mbak Salsa di sini dulu ya? Bibi mau ambilkan makan dan minum buat mbak."

"Saya enggak lapar, bu."

"Jangan begitu, sekarang mbak Salsa di rumah ini harus makan dan minum. Ya nanti habis itu minum obat biar demamnya turun."

"Saya sama sekali tidak lapar, bu. Saya juga sama sekali tidak sakit."

"Kalau nanti bibi dimarahi gimana? Tolong ya, sedikit saja enggak papa. Ya biar lega nanti bibi sama mas Fajarnya, sebentar bibi ambilkan dulu. Ya mbak Salsa ya?"

"Ya sudah sedikit saja, Salsa sama sekali tidak nafsu apapun juga."