Tahun terus bertambah jumlahnya dan bahkan kali ini terbilang adalah tahun begitu bertambah segalanya.
Salsa yang tumbuh dewasa pun kali ini sudah bangun lebih awal, gadis itu sangat sadar jika seorang ibunda telah banting tulang untuk dia mengejar cita.
"Loh, loh. Kok ikut bangun?"
"Iya bunda."
"Mau ngapain kamu bangun? Sudah sana tidur lagi, nanti kamu di sekolah ngantuk gimana? Bunda enggak mau yang ada nanti kamu mengerjakan soalnya kelewat malahan."
"Bunda, bunda tenang saja. Salsa anakmu ini akan berjuang bisa masuk ke sekolah lebih tinggi, ya itu semua pasti Salsa lakukan untuk berbakti dengan bunda."
"Ya, bunda tahu. Anak bunda ini pasti akan berhasil, tapi juga harus menurut akan bunda katakan,"
Sang ibunda telah melarang dia untuk melakukan kegiatan memasak maupun juga berkenaan pekerjaan lain.
Tapi seorang Salsa tidak kenal rasa menyerah ketika dia sudah diperingatkan berkali-kali.
Gadis itu pun pergi meninggalkan bundanya di dapur, sedangkan apa yang dilakukan justru diluar dugaan.
"Kasihan bunda, aku benar-benar tidak bisa berdiam diri begini. Bagaimana aku membayar ijazah nanti jika gaji bunda saja tidak cukup buat bayar dan untuk makan sehari-hari saja kadang ada yang harus mengalah."
Beranjak pergi meninggalkan rumah untuk menuju ke tempat pekerjaan yang biasa ia bekerja bersama sang ibunda malah mendapat pujian dari pekerja yang lain.
Dengan berusaha semaksimal mungkin untuk menambah pemasukkan yang cukup minus itu dimulailah.
Sekitar dua jam dari pukul empat pagi dia sudah begitu cepat menyelesaikan dan bergegas untuk segera pulang.
Mengetahui jika bunda pasti akan marah apabila dia tidak berada di kamar.
Tiba di rumah dengan kondisi melewati jendela dan berpura-pura tidur.
"Salsa, Salsa."
Terdengar dari balik pintu telah membuat Salsa semakin memejamkan mata erat-erat.
Dirinya yang cukup begitu mendapatkan sedikit sentuhan oleh bunda.
Dibangunkan dari tidur pura-pura itu pun membuat dia sedikit menambahkan menguap untuk lebih dirasa meyakinkan.
"Kamu mau bangun jam berapa? Coba itu lihat, sekarang jam berapa? Ayo bangun, kamu ini anak gadis dan sudah selayaknya bangun pagi harus bergegas bangun."
"Iya, bunda. Salsa mau mandi dulu."
Tidak ada kecurigaan yang muncul membuat Salsa cukup tenang dan usai dari mandi dirinya telah berpamit dengan sang ibunda untuk segera pergi ke sekolah.
"Bunda, aku langsung berangkat ke sekolah ya? Aku takut nanti enggak dapat bis lagi."
"Loh, enggak sarapan dulu?"
"Nanti saja di sekolah."
"Ya sudah ini bekal kamu, bunda sudah tambahkan. Ini ada sedikit uang buat uang saku."
"Enggak usah, bun. Uang kemarin masih kok, bunda simpan saja."
Berjabat tangan lalu menciumnya telah menjadi sebuah kebiasaan bagi gadis tersebut.
Keberangkatan pagi guna untuk jalan kaki membuat Salsa benar-benar tidak ingin bermanja sedikit saja kepada orang yang ia sayang.
Nafas yang terengah-engah baru juga setengah perjalanan sudah membuat Salsa terpaksa untuk berhenti di emperen toko.
Rasa lelah yang tak terukur jelas dirasakan, pulang dari kerja langsung jalan kaki berkilo-kilo meter untuk sekolah.
"Huh, sumpah. Ini benar-benar berat, ya memang sih baru coba sekali. Tapi, benar-benar luar biasa jika mengingat bunda yang justru tak kenal lelah untuk aku. Ayo Salsa, kamu bisa!"
Berdiri dari tempat duduk dan hendak melanjutkan jalan kaki malah tiba saja ada seorang laki-laki yang cukup berwibawa itu menyapanya.
"Hey, buat apa kamu di sini?"
"Maaf, mas. Maaf jika saya izin duduk sebentar di sini. Saya capek berjalan, ya jadi sejenak untuk duduk."
"Memang enggak pakai motor atau kendaraan umum begitu sekolah?"
"Tidak mas, ya sudah saya berangkat dulu. Terima kasih."
Siapa sangka jika laki-laki itu telah mengikuti Salsa dan datangnya justru beberapa langkah diminta untuk berhenti.
"Berhenti!"
"Ada apa ya, mas? Kenapa mas mengikuti saya, apa saya ada salah ke mas?"
"Tidak, tidak ada. Tapi, saya mau ke suatu tempat. Ya sekalian saja saya antar."
"Sebelumnya terima kasih, tapi saya sama sekali tidak mau merepotkan orang lain."
"Tidak sama sekali, ayo masuk ke dalam mobil."
Awal sebuah pertemuan telah membuat Salsa tidak bisa menolak akan tawaran itu.
Di dalam mobil yang suasana heningnya bak seperti goa membuat Salsa terus saja menundukkan kepala.
Gadis yang mudah tersipu malu itu pun diajak berbicara, meski terambilkan sepatah dua patah jawaban.
"Kamu sekolah di mana?"
"Di Citra Medika, mas."
"Oh sekolah itu, tapi jauh juga dari sini. Kenapa kamu tidak naik kendaraan saja sih? Lagian juga anak jaman sekarang biasanya itu akan meminta orang tua untuk dibelikan motor atau dimanja hal lain."
"Tidak, mas."
"Kenapa sih jawabnya singkat? Saya sama sekali tidak menggigit kamu kok, tenang."
"Iya, mas."
"Loh lagi, singkat lagi."
"Maaf."
"Ya sudah, begini saja. Kenalkan...."
Belum juga mengambilkan kenalan, sekolah yang sudah di depan mata itu telah membuat Salsa meminta izin untuk turun.
Denagn ucapan terima kasih yang cukup lembut mendapatkan sebuah senyum istimewa.
Dengan bergegas menuju ke kantin dia terbiasa membantu tukang kebon untuk berjualan dan mendapatkan upah hanya lima ribu setiap harinya dirasa cukup menambah penghasilan.
"Tumben kamu terlambat, Salsa."
"Iya tadi ada masalah sedikit, maaf bu."
"Ya sudah enggak papa, sekarang kamu bantu angkat keranjang mangkok itu. Tapi hati-hati ya?"
"Siap, bu. Mau taruh mana?"
"Sudah situ saja, kamu jaga dulu ya? Ibu mau ambil sayur di dalam."
Mengerjakan beberapa pekerjaan dengan sepenuh hati telah membuat Salsa benar-benar merasa cukup senang.
Tetapi hal yang tidak terduga justru datangnya seorang sahabat bernama Rini
"Astaga, Salsa. Kenapa baru datang sih? Enggak tipe kamu banget sih."
"Iya, tadi itu aku kecapekan ya istirahat saja dulu."
"Ya tahu begitu aku jemput kamu, lagian juga sepeda aku sudah berfungsi dengan baik."
"Halah sudah, kamu enggak usah khawatir. Sekarang yang jelas aku sudah sampai, tapi kamu bawa modul matematika kan? Ya aku mau pinjam, buat aku rangkum sebentar sisanya yang dulu."
"Eh, lupa."
"Astaga, lupa terus kamu. Makanya jangan makan ekor ayam, bakalan lupa."
"Apaan? Aku enggak makan yee, tadi aku cuman bercanda saja. Lagian juga kamu serius amat."
"Dasar! Ya sudah aku lanjutkan dulu, nanti kita sambung di kelas."
Dengan melanjutkan pekerjaan yang cukup lama namun gaji lebih sedikit tetap dilakukan gadis itu.
Salsa sangat tahu tubuhnya kali ini benar-benar terasa sangat lelah, bahkan datang juga hampir terjatuh ketika membawa beberapa gelas untuk ditaruh di tempatnya.
"(Huh, syukurlah diberi keselamatan. Memang benar-benar capek, tapi aku enggak mau memanjakan capek ini untuk masa depanku. Salsa bisa, ayo Salsa kamu pasti bisa semangat!)"