Chereads / Dalam Jeratan Dendam SANG MAFIA / Chapter 3 - Kampus Baru

Chapter 3 - Kampus Baru

Kimberly menatap sang ibu tanpa mengatakan apa pun. Kemudian ia berbalik dan melangkah masuk ke dalam lingkungan kampus itu.

Pemandangan indah memanjakan mata Kimberly saat masuki kampus ini. Tentu saja, ada banyak mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang. Beberapa sedang asyik membaca buku di bawah pohon. Beberapa lagi ada yang berkumpul sambil tertawa tak jelas. Entah apa yang mereka bahas saat ini.

Hari ini Kimberly harus menemui seseorang di bagian administrasi universitas. Ia harus menyerahkan beberapa berkas dirinya.

Kimberly cukup kesulitan mencari di mana gedung administrasi. Tempat ini begitu besar. Dan Kimberly tak tahu harus bertanya kepada siapa.

Sedang asyik berjalan. Tiba-tiba saja terdengar suara motor bergemuruh. Suaranya benar-benar memekikkan telinga.

Para pelajar kampus menoleh ke arah datangnya suara. Begitu pula Kimberly. Terlihat beberapa rombongan anak muda memakai pakaian serba hitam, jaket kulit hitam. Persis seperti preman. Melintas di jalanan kampus.

Para mahasiswa menyoraki mereka dengan riuh seperti menyoraki pahlawan negara saja.

"What?" gumam Kimberly.

Namun, seketika tatapan acuh Kimberly berubah saat ia melihat sesosok pria di antara gerombolan pengendara motor bising itu.

"Dia?" Kimberly teringat akan sosok pria dan wanita yang sedang asyik bercinta di kebun apel tak jauh dari belakang rumahnya. "Dia kuliah di sini?"

Kimberly terlihat resah. Pengalaman kemarin sungguh memalukan untuknya. Ia berharap tak akan pernah terlibat dengan mereka seperti ini.

Dan tanpa Kimberly sadari. Kimberly menabrak seorang pria di depannya.

"Hei!" pekik pria itu.

"Oh, sorry!" ucap Kimberly yang begitu terkejut. Ia terlalu fokus pada pria di motor itu sehingga tak memperhatikan langkahnya.

Pria yang ditabrak oleh Kimberly terlihat menggerutu tak jelas. Ia lantas membersihkan pakaiannya. Padahal sama sekali tak kotor. Kimberly hanya menabraknya. Bukan menyumpahi dia dengan kotoran.

"Gunakan matamu deb benar!" hardik pria itu.

"Ma-maaf. Aku tak sengaja. Aku sedang .... "

"Kau sedang melihat ke arah gerombolan Nathan, kan? Kau tahu kau menyukai dia. Tapi tolong perhatikan sekitarmu. Kenapa semua yang berhubungan dengan Nathan begitu menyebalkan!" omelnya tanpa mau mendengarkan alasan Kimberly.

"Nathan? Siapa Nathan?" tanya Kimberly.

Pris berkaca dan berambut keriting itu menatap curiga ke arah Kimberly. Tatapannya begitu tajam.

"Kenapa?" tanya Kimberly cuek.

"Kau mahasiswi baru?" tanya pria itu.

"Ya, aku baru di kampus ini," ucap Kimberly.

Wajah kesal pria itu seketika berubah. Ia tersenyum. Tapi entah kenapa. Senyuman itu mengandung banyak arti.

"Kenalkan, aku Noah," ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya.

Kimberly pun menyambut uluran tangan itu. "Kimberly," jawabnya.

"Boleh kupanggil Kim saja?" tanya Noah.

"Ya, terserah," jawab Kimberly.

"Kenapa kau tak tersenyum?" tanya Noah yang baru saja menyadari hal itu dari Kimberly.

Kimberly tak menjawabnya. Ia malah megatakan hal lain. "Di mana aku harus menyerahkan berkasku?" tanya Kimberly.

"Apa?" Noah tak langsung mengerti akan pertanyaan Kimberly.

"Aku harus mengumpulkan beberapa berkas pribadiku. Kau tahu di mana tempatnya?" tanya Kimberly sekali lagi.

Noah terdiam sejenak. Ia sadar kalau Kimberly mengalihkan pertanyaan darinya.

"Di tempat kau pertama kali mendaftar," jawab Noah. Ekspresinya sedikit kecewa karena Kimberly mengabaikannya.

"Okey, thank you," jawab Kimberly.

Kimberly meninggalkan Noah begitu saja. Kemudian ia menuju ke gedung administrasi tempat ia mendaftar dulu.

Di depan gedung itu. Ternyata anak-anak motor tadi berada di sana. Kimberly sama sekali tak ingin bertemu dengan pria bernama Nathan. Sepertinya itu akan sangat memalukan untuk Kimberly.

Dengan langkah cepat dan menunduk, Kimberly pun melewati gerombolan orang-orang itu. Ia tak ingin sampai harus punya masalah dengan mereka.

DS Sampai di gedung administrasi, Kimberly segera bertanya di bagian informasi.

"Permisi, saya mau mengumpulkan berkas portofolioku. Saya harus ke mana?" tanya Kimberly.

Petugas di bagian informasi menatap Kimberly. Ia lantas menunjuk ke lantai dua.

"Naiklah. Masuk ke ruangan Nona Smith," ucap petugas.

"Baik, terimakasih." Kimberly segera ke atas menggunakan tangga. Ia menunju ke ruangan Nona Smith berada.

Di depan ruangan itu tertulis jelas nama Lily Smith. Namanya sungguh indah. Mungkin sosoknya sangat lembut.

Baru mau mengetuk pintu. Kimberly dikagetkan oleh suara seorang wanita dari dalam ruangan.

"Kenapa kau absen lebih dari dua Minggu? Kau pikir universitas ini tempatmu bermain. Sekolah dengan benar! Anak-anak keluarga lain berharap bisa sekolah ke perguruan tinggi. Kenapa kau malah membuang mimpi anak-anak malang itu!"

Kimberly terdiam mematung. Entah apa itu. Sepertinya seseorang baru saja dimarahi. Padahal ini baru semester awal. Kenapa sudah membicarakan absensi?

Saat menunggu di depan pintu. Tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka. Kimberly tersentak kaget saat melihat sosok yang baru saja membuka pintu.

"Minggir!" ucap pria itu dengan kasar.

"Ouh, iya .... " Dengan bodohnya Kimberly mengiyakan ucapan pria yang tak lain adalah Nathan.

Kimberly langsung memalingkan wajahnya. Ia tak ingin Nathan mengingat wajahnya. Ia tak ingin malu. Apalagi melihat betapa ketusnya pria ini. Kimberly sama sekali tak berharap terlibat sesuatu dengannya.

"Hei, Nona! Sampai kapan kau akan berdiri di depan pintu?" ucap suara dari dalam ruangan.

"Maaf." Kimberly segera masuk ke dalam ruangan. Ia mengeluarkan beberapa berkas ke lalu menyodorkannya kepada wanita itu.

"Apa kau Nona Smith?" tanya Kimberly.

"Kau tak melihat papan nama di depan? Apa aku harus membacakannya untukmu?" ucap wanita itu.

Seketika Kimberly tersadar kalau nama hanyalah sebuah nama. Ia sudah salah mengartikan nama Lily Smith.

"Duduklah," ucap Nona Smith seraya mengambil berkas yang diberikan oleh Kimberly.

Lily Smith menatap Kimberly. Melihat Kimberly dari atas sampai bawah.

"Kenapa kau memakai hoodie?" tanya Lily Smith.

Kimberly memperhatikan hoodie yang dia pakai. "Apa ada masalah?" tanya Kimberly. "Aku merasa kedinginan di sini."

"Kau benar-benar orang kota. Kau harus membiasakan diri tinggal di kawasan lembah. Kalau tidak kau akan sering sakit, Nona Watson," ucap Lily Smith.

"Euum, okey," jawab Kimberly.

Setelah mengecek berkas milik Kimberly. Lily Smith mempersilahkan Kimberly untuk keluar.

"Aku akan menghubungimu lagi jika nada sesuatu yang penting. Hari ini kau bisa minta jadwalmu ke dosen," ucap Lily Smith.

"Okey, thank you," jawab Kimberly.

Kimberly pun segera keluar dari ruangan itu. Ia bergegas untuk mencari ketua jurusan yang ia ampu untuk meminta jadwal kelas.

"Hei!" panggil seseorang saat Kimberly baru saja keluar dari ruangan itu.

Tentu saja Kimberly menengok. Di tempat itu hanya ada dia. Kalau bukan dia, siapa lagi yang dipanggil?

Kimberly sungguh terkejut saat melihat bahwa Nathan sejak tadi ternyata menunggu Kimberly di depan ruangan itu.

"Kenapa?" tanya Kimberly mencoba tak terintervensi oleh Nathan.

"Kau si tukang intip itu, kan?" ucap Nathan.

"Apa maksudmu!" sahut Kimberly. Dia terlihat bersikap tenang. Namun, sejatinya dia ketakutan.

Bersambung ....