Kimberly masih terdiam di tempat itu. Sementara Nathan sudah masuk ke gedung itu. Bagaimana ini? Apa yang akan terjadi padanya? Apa dia akan dibunuh di sini? Untuk apa? Apa memergoki orang bercinta harus serepot ini? Kimberly tak merasa kalau ia akan mengatakan perbuatan Nathan kepada siapa-siapa.
"Hei, kau. Nathan memintamu ke atas," ucap salah seorang pria gendut dengan kaos tanpa lengan warna hitam. Terlihat jelas gambar tengkorak di pakaian itu.
"Untuk apa kau ke sana? Apa dia akan membunuhku?" tanya Kimberly.
Orang-orang yang ada di tempat itu menertawakan Kimberly. Semakin membuat percaya diri Kimberly luntur. Ia tak mengerti kenapa harus dibawa ke tempat yang horor ini.
"Jangan banyak bertanya. Lebih baik kau ke sana," sahut pria gendut itu.
"Aku tak mau. Aku harus pulang!"
"Tentu, kau akan pulang," ucap pria itu. "Sebelum itu kau harus melayani bos kami."
"Me-melayani? Apa maksudmu melayani?" Kimberly begitu terkejut saat mendengar ucapan pria gendut itu.
Beberapa orang pria hendak memegang Kimberly. Tapi Kimberly segera berontak.
"Oke! Oke! Aku kan datang ke tempat dia;" ucap Kimberly.
Kimberly segera bergegas menuju ke dalam gedung. Begitu masuk ke dalam, Kimberly dihadapkan pada pemandangan yang begitu menakjubkan. Tak seperti penampilannya. Gedung yang tampak dari luar seperti gedung yang belum jadi. Ternyata di dalamnya terlihat begitu menarik.
Kimberly merasa seperti berada di sebuah apartemen mewah. Ia baru tahu ada yang seperti ini di kota kecil seperti ini.
"Kau terkejut?" Suara Nathan mengagetkan Clara yang sedang asyik mengagumi pemandangan ini.
Kimberly mendekati Nathan. Ia menatapn dengan tajam. "Aku ingin pulang!" ucap Kimberly.
"Silahkan," sahut Nathan.
"Orang-orang itu tidak mau membiarkanku pergi!" pekik Kimberly.
"Tentu sama. Mereka hanya mendengarkan perintahku," jawab Nathan.
"Kenapa kau mengajakku ke sini?"
"Mengajak? Siapa yang mengajakmu ke sini?" sahut Nathan.
"Kau sendiri yang memintaku ke sini .... "
"Aku memerintahmu untuk ke sini. Bukan mengajakmu. Siapa kau hingga aku harus mengajakmu?"
"Kalau begitu biarkan aku pergi. Untuk apa kau membawaku ke sini?"
"Kau punya urusan denganku," ucap Nathan.
"Urusan apa? Aku tak melakukan apapun!"
"Kau mengintipku," sahut Nathan.
"Mengintip? Aku sama sekali tidak melakukannya. Kau sendiri yang ada di tempat itu! Lagi pula apa itu salahku? Tempat itu letaknya tepat berada di belakang rumahku. Kenapa kau melakukan hal tak senonoh di sana?"
Nathan mendekati Kimberly hingga gadis itu merasa terpojok dan berjalan mundur. Nathan sangat gagah. Untuk ukuran Seorang pria di awal dua puluh tahunan. Tubuhnya sungguh luar biasa. Apalagi kulitnya yang sedikit coklat membuat dia terlihat semakin macho.
"Kau tak tahu tempat apa itu?" tanay Nathan.
"Kebun apel," sahut Kimberly.
Nathan tersenyum tipis. Senyum itu sungguh tak mudah untuk diartikan. Wajah Nathan amat tegas. Sungguh sangat menawan dan juga mengerikan di satu waktu.
"Kebun apel? Ya, kau benar. Kebun yang terdapat pohon apel. Seharusnya kau tak masuk ke lahan orang lain tanpa ijin," ucap Nathan.
"Itu tempatmu? Kalau begitu maaf."
"Kau sungguh tak tahu siapa aku?" tanya Nathan.
"Tidak," jawab Kimberly sangat yakin.
Nathan semakin memojokkan Kimberly. Hingga Kimberly terpojok di dinding dan tak tahu harus lari ke mana lagi.
''Kumohon, jangan lakukan apapun," ucap Kimberly memohon. "Aku hanya ingin hidup tenang di tempat ini. Jangan ganggu aku."
"Kuberi waktu kau satu minggu," ucap Nathan memberi perintah.
Kimberly semakin tak mengerti apa maksud perkataan Nathan.
"Untuk apa?" tanya Kimberly.
"Cari tahu siapa aku. Setelah itu, tentukan sikapmu padaku," jawab Nathan.
"Apa? Kenapa kau tak langsung memberitahu aku? Dan kenapa kau mempermasalahkan apa yang sudah terjadi. Aku tak akan bilang kepada siapapun tentang kejadian di kebun apel itu. Aku sama sekali tak tertarik!" sahut Kimberly.
Nathan menarik dagu Kimberly dengan kasar. Sehingga wajah mereka menjadi begitu dekat.
"Dengarkan aku! Kau tak tahu siapa aku. Jika kau tahu kau tak akan bicara seperti itu. Dan tentu saja. Masalah di kebun apel itu harus kau rahasiakan. Jika kau buka mulut. Aku tak segan membuat hidupmu di dalam neraka!" ancam Nathan.
Nathan sungguh menakutkan. Kimberly baru kali ini melihat seseorang yang mengerikan, padahal bisa jadi mereka seumuran.
"Apa kau anggota gangster?" tanya Kimberly tiba-tiba.
"Kenapa?" tanya Nathan masih tetap dengan tatapannya yang menakutkan untuk Kimberly.
"Kau mengerikan," ucap Kimberly
"Hah?"
"Kau benar-benar mengerikan. Seumur hidupku, baru kutemui manusia sepertimu. Padahal aku tak mengenalnya. Kenapa aku merasa di dekatmu sungguh membahayakan?" ucap Kimberly.
Nathan memperhatikan betul ucapan Kimberly. Entah kenapa, ucapan itu masuk ke telinga Nathan dan sulit untuk membiarkannya keluar begitu saja.
"Mengerikan?" ucap Nathan.
"Ya," sahut Kimberly yang menatap ke arah mata Nathan.
"Lalu kenapa kau tak lari?" tanya Nathan.
"Aku ingin. Tapi aku tak tahu harus lari ke mana. Tadi kau bilang, kau bisa memberikan kematian. Kenapa tak kita coba saja. Beri aku kematian?" ucap Kimberly.
Nathan mengerutkan keningnya. Ada apa dengan gadis ini. Kenapa dia membaca lagi tentang kematian? Apa dia sedang depresi?
"Kau benar-benar sakit?" ucap Nathan seraya menunjuk kepalanya sendiri. Namun, Kimberly sama sekali tak menjawab.
Sedang sibuk dengan perbincangan mereka. Pria gendut di luar tadi masuk dan menghadap Nathan.
"Jonathan, Tuan Drigory memintamu kembali," ucap pria itu.
Nathan tak menggubris perkataan pria itu. Ia justru sibuk dengan Kimberly.
"Jonathan!" panggil pria itu sekali lagi.
"Toni, apa kau tak lihat aku sedang sibuk sekarang?" ucap Nathan kesal kepada pria yang ternyata bernama Toni itu.
"Ini tentang Jimmy. Dia sudah ditemukan" ucap Toni.
Nathan langsung menoleh ke arah Toni. "Apa?"
****
Di sebuah kamar mayat. Sesosok mayat pria terlihat di atas pembaringan dengan luka tembak di sekujur tubuhnya.
Tuan Drigory berdiri di depan mayat pria itu. Tak lama kemudian, Nathan masuk ke dalam ruangan itu. Melihat sosok mayat itu ia segera menghampirinya dan menggoyangkan tubuh mayat itu.
"Kakak! Kakak!" pekik Nathan.
"Nathan hentikan," ucap Tuan Drigory dengan cukup tenang.
"Bangun, Kak! Bangun! Kenapa kau begini? Siapa yang melakukan ini padamu? Kakak! Kakak!" Nathan terlihat tak bisa menahan diri melihat mayat itu yang ternyata adalah Jimmy Drigory, kakak kandung Nathan. Sekaligus putra pertama Tuan Drigory.
"Black," panggil Tuan Drigory kepada pengawal pribadinya.
"Baik, Tuan." Black langsung mendekat Nathan dan menarik tubuhnya menjauh dari tubuh Jimmy.
"Kenapa kau lakukan ini, Ayah? Kenapa? Ini semua karena kau!" pekik Nathan kepada Tuan Drigory, ayahnya.
"Jangan lemah! Kau adalah Drigory!" bentak Tuan Drigory.
"Ayah! Anakmu mati! Kenapa kau begini? Kau bahkan tak menangis sedikit pun! Apa kematian Jimmy sama sekali tak berarti bagimu?" ucap Nathan sangat emosi. Air matanya sudah membasahi wajahnya
"Black bawa Nathan. Pakaikan dia setelan. Kita akan langsung memakamkan Jimmy. Beritahu seluruh kota," ucap Tuan Drigory.
"Baik, Tuan." Black langsung menarik Nathan untuk keluar dari kamar mayat ini.
"Ayah! Ayah!" Nathan mencoba memberontak, tapi Black yang tubuhnya jauh lebih besar. Membuat Nathan tak berkutik.
Bersambung ....